Beranda / Rumah Tangga / Fargo & Carol / Bab 6. Business Trip?

Share

Bab 6. Business Trip?

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-09 17:21:25

Fargo menegak vodka di tangannya, seraya memejamkan mata singkat. Pria itu berdiri di balik kaca besar yang ada di ruang kerja mansionnya. Tampak tatapan mata Fargo menatap lurus ke depan, dengan pikiran yang tengah memikirkan sesuatu. Sesuatu yang telah berhasil mengusik ketenangan hati dan pikirannya.

Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Fargo mengalihkan pandangannya, pada ponselnya yang ada di atas meja. Fargo mendekat, mengambil ponsel itu—menatap ke layar tertera nomor Gene di sana. Fargo mengembuskan napas kasar. Pria itu enggan untuk menjawab, karena pusing di kepalanya. Tetapi, Fargo khawatir kalau ada hal penting yang ingin Gene katakan padanya. Akhirnya, Fargo memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.

“Ada apa, Gene?” jawab Fargo kala panggilan terhubung.

“Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin memastikan minggu ini, Anda terbang ke New York bersama siapa?” tanya Gene penuh sopan dari seberang sana.

Fargo terdiam mendengar pertanyaan Gene. Fargo tahu dirinya tak mungkin pergi sendiri. Pasalnya, pria itu khawatir akan ada dokumen yang tertinggal. Memang, selama ini setiap Fargo pergi perjalanan bisnis, Gene selalu ikut dengannya. Hanya saja untuk perjalanan bisnis kali ini tidak bisa, karena Gene harus menyambut rekan bisnisnya yang datang dari Dubai.

“Gene, apa memungkinkan aku membawa salah satu top management di perusahaan?”

“Tuan, jika Anda membawa salah satu jajaran top management, bukankah, nantinya akan merepotkan Anda sendiri? Para top management juga selama ini selalu membawa sekretaris mereka setiap kali meeting penting. Menurut saya, lebih baik Anda membawa Nona Debora Tansy, Tuan. Seperti yang Anda katakan, kita harus bersikap professional.”

Lagi, Fargo terdiam. Benak Fargo seakan sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Gene. Seharusnya, Fargo memang bersikap professional. Debora sekarang adalah sekretarisnya. Yang mana memang sudah seharusnya, Fargo melakukan perjalanan bisnis dengan Debora. Akan tetapi, hati Fargo benar-benar seakan terganjal sesuatu.

“Aku akan pikirkan lagi.”

“Baik, Tuan.”

Tanpa lagi berkata, Fargo menutup panggilan tersebut. Lantas, pria itu melangkah keluar dari ruang kerjanya, menuju ke dalam kamar menemui sang istri. Tadi siang, di kala Carol datang ke kantor untuk mengantarkan makanan, Fargo memutuskan untuk pulang lebih awal bersama dengan sang istri.

Saat tiba di kamar, tatapan Fargo teralih pada Carol yang tengah terlelap di ranjang. Fargo mendekat, dan duduk di pinggir ranjang seraya membelai pipi Carol lembut. Ada rasa bersalah dalam diri Fargo karena tak menceritakan tentang Debora. Namun, apa yang Fargo lakukan adalah yang terbaik. Fargo yakin Carol akan salah paham dan berakhir dengan cemburu. Sebelum hamil saja, Carol adalah wanita yang sangat pencemburu. Apalagi sekarang Carol tengah hamil. Kehamilan memang membuat sifat Carol sangat sensitive.  

Pelupuk mata Carol bergerak-gerak kala merasakan sentuhan tangan Fargo. Mata Carol perlahan mulai terbuka. Dan ketika mata Carol sudah terbuka, wanita itu melihat Fargo tengah menyentuh wajahnya. Senyuman di wajah Carol pun terlukis hangat.

“Sayang, kau belum tidur?” Carol bangun, dan menyandarkan kepalanya di dada bidang sang suami.

“Aku belum mengantuk,” jawab Fargo seraya mengecup puncak kepala Carol. “Putri kita sudah tidur, kan?” tanyanya memastikan.

“Sudah, Sayang. Putri kecil kita sudah tidur.” Carol memeluk erat pinggang sang suami.

Fargo mengusap rambut panjang Carol. “Carol, aku ingin memberitahumu sesuatu.”

“Kau ingin memberitahu apa?” Carol mendongak, menatap Fargo penuh kehangatan.

“Minggu ini aku harus terbang ke New York. Ada meeting penting di sana.”

“Kau akan ke New York?”

“Ya, tidak akan lama. Mungkin hanya untuk dua atau tiga hari saja, Carol. Setelah pekerjaanku di sana selesai, aku akan langsung kembali ke Los Angeles.”

Carol menatap mata Fargo dengan tatapan penuh serius yang tersirat curiga. “Kau pergi ke New York besama dengan Gene?” tanyanya memastikan.

“Gene harus tetap ada di sini, karena dia memiliki pekerjaan di sini,” jawab Fargo menerangkan.

“Lalu kau ke New York bersama dengan siapa? Sekretaris barumu?” Raut wajah Carol berubah menjadi sedikit kesal. Yang membuat Carol kesal adalah Debora sangat cantik. Ada rasa khawatir dalam diri Carol. Sekalipun, Carol percaya pada sang suami, tetap saja Carol harus waspada.

Fargo mengembuskan napas panjang. “Ya, kemungkinan aku akan pergi bersama dengan Debora.”

“Apa kau tidak bisa pergi sendiri saja?” tanya Carol ketus.

Fargo menangkup kedua pipi Carol. “Aku tidak bisa pergi sendiri, karena aku takut ada dokumen yang tertinggal. Aku butuh sekretaris untuk menyiapkan segala dokumen meeting nanti, Carol. Aku berjanji tidak akan lama di sana.”

Carol masih diam, dan memasang wajah dingin. Carol menunjukan jelas rasa tak suka.

“Carol, kenapa wajahmu kesal seperti itu?” Fargo membelai pipi Carol lembut.

Carol menekuk bibirnya. “Aku tidak suka kau pergi ke luar kota dengan sekretarismu itu. Kau minta Gene saja untuk menggantikanmu.”

“Carol, tidak bisa. Client-ku yang ada di New York, hanya ingin bertemu denganku,” ujar Fargo berusaha memberikan penjelasan.

Carol berdecak tak suka. “Aku tidak mau ditinggal, Fargo. Meski hanya beberapa hari saja, aku tidak mau!” Carol merajuk seperti anak kecil.

Fargo mendekatkan wajahnya ke wajah Carol. “Sayang, aku mohon mengertilah. Aku berjanji tidak akan lama di sana.”

Carol nampak jelas begitu kesal. Akan tetapi, Carol tak ingin bersikap egois. Carol yakin kalau Fargo sudah memohon seperti ini, maka artinya meeting itu sangat penting.

“Dua hari. Kau harus menyelesaikan pekerjaanmu dalam dua hari. Aku tidak mau ditinggal lama. Aku yakin Arabella juga tidak suka ditinggal lama,” tukas Carol dengan bibir mencebik. Terpaksa, Carol harus memberikan izin pada sang suami. Carol berusaha menekan ego dalam dirinya. Pun wanita itu menyingkirkan pikiran negative dalam benaknya.

Fargo tersenyum dan mengecupi bibir Carol. “Ya, dalam dua hari aku pasti sudah pulang.”

“Ponselmu tidak boleh mati, Fargo. Kau harus cepat membalas pesanku dan mengangkat teleponku,” kata Carol penuh peringatan.

Fargo mengangguk. “Oke, Mrs. Jerald. Aku pasti akan menjawab telepon dan pesanmu cepat. Aku berjanji.”

Carol membenamkan wajahnya, di dada bidang Fargo. Memeluk suaminya itu dengan erat. Pun Fargo membalas pelukan Carol tak kalah erat. Fargo telah mengambil sebuah keputusan. Tak ada pilihan lain, Fargo akhirnya memutuskan berangkat ke New York bersama dengan Debora. Fargo tetap harus bersikap professional. Sekarang, Debora adalah sekretarisnya.

***

“Pagi, Fargo.” Debora menyapa Fargo yang baru saja tiba di kantor. Debora memang datang lebih awal, karena takut terlambat. Hal itu membuat belum banyak karyawan yang hadir.

“Pagi. Debora, tolong ikut aku ke ruanganku,” ucap Fargo dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Debora mengangguk patuh merespon ucapan Fargo. Wanita itu segera melangkah mengikuti Fargo masuk ke dalam ruang kerja Fargo.

“Bagaimana dengan luka di kakimu? Apa masih sangat sakit?” tanya Fargo di kala dirinya dan Debora tiba di ruang kerjanya. Pagi ini Fargo sengaja berangkat lebih awal ke kantor, karena ingin menyelesaikan pekerjaan sebelum keberangkatannya ke New York.

“Sudah lebih baik, Fargo. Kau tidak usah khawatir, aku akan tetap bisa bekerja meski kakiku masih luka,” jawab Debora lembut dan hangat.

Fargo mengangguk. “Ada hal penting tang ingin aku beritahu padamu.”

“Ada apa, Fargo?”

“Minggu ini, aku akan terbang ke New York karena memiliki meeting penting di sana. Gene tidak bisa menemaniku. Dia harus mengerjakan tugasnya di sini. Aku ingin kau ikut denganku ke New York. Kita di sana hanya dua hari saja. Tidak akan lama. Kau bisa, kan?”

Raut wajah Debora terkejut mendengar apa yang dikatakan Fargo. “K-kau mengajakku ke New York?” ulangnya memastikan.

Fargo kembali mengangguk. “Ya, kau adalah sekretarisku. Kau bertanggung jawab atas tugasmu menyiapkan dokumen yang aku butuhkan setiap aku meeting.”

Debora tersenyum. Mata biru wanita itu menunjukan jelas kebahagiaanya. “Tentu aku bisa, Fargo. Aku pasti bisa menemanimu meeting di New York. Aku berjanji akan mengerjakan pekerjaanku dengan sebaik mungkin Fargo.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dewi Gita
baru juga baca, udah terkunci
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Fargo & Carol   Bab 49. Ending Scene (TAMAT)

    “Kita akan berlibur, Dad, Mom?” Arabella menatap penuh binar bahagia pada kedua orang tuanya di kala mendapatkan informasi bahwa kedua orang tuanya akan mengajak berlibur bersama.Fargo dan Carol tersenyum dan mengangguk. “Ya, kita akan pergi berlibur.”“Yeay!” Arabella memekik kegirangan. “Daddy, Mommy.” Axton melangkah menghampiri Fargo dan Carol yang ada di ruang keluarga. Bocah laki-laki itu baru saja selesai bermain sepeda di halaman belakang rumahnya.“Axton, kita akan pergi berlibur.” Arabella yang melihat Axton datang langsung memeluk adiknya itu.Kening Axton mengerut. “Kita akan berlibur?”Arabella mengurai pelukannya, dan menangkup kedua rahang adiknya itu. “Iya, Axton. Kita akan pergi berlibur. Kau senang, kan?”Senyuman sumiringah terlihat di wajah Axton. “Yeay, aku senang sekali, Kak. Aku senang kita akan berlibur.”Arabella dan Axton saling berpegangan tangan. Mereka melompat-lompat dan tersenyum bahagia karena akan berlibur keluarga. Tampak Fargo dan Carol tersenyum m

  • Fargo & Carol   Bab 48. Extra Part III

    “Uncle Daddy.” Arabella menghamburkan tubuhnya pada Damian yang baru saja tiba. Refleks, Damian menggendong Arabella dan mengecupi pipi bulat Arabella bertubi-tubi.Fargo dan Carol tersenyum melihat Arabella yang sangat dekat dengan Damian. Ya, harusnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan ‘Grandpa’, tapi tentu saja Damian menolak dipanggil ‘Grandpa’. Awalnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan Paman seperti Fargo. Akan tetapi semakin bertambah usia Arabella panggilan Paman untuk Damian tergantikan ‘Uncle Daddy’. Panggilan itu membuat semua orang gemas pada Arabella termasuk juga Damian yang gemas.“Little girl, kau semakin hari semakin cantik,” puji Damian yang tak henti menghujani Arabella dengan kecupan.“Uncle Daddy juga semakin tampan,” jawab Arabella sambil melingkarkan tangannya di leher Damian.Kimberly tersenyum melihat sikap manis Arabella.“Hi, Kim.” Carol memeluk Kimberly bergantian dengan Fargo yang juga memeluk Kimberly.“Ah, Diego. Tubuhmu semakin tinggi dan

  • Fargo & Carol   Bab 47. Extra Part II

    Carol dan Fargo masih belum mengatakan apa pun setelah mendengar keluhan putri sulung mereka. Baik Carol dan Fargo sama-sama melukiskan senyuman di wajah mereka. Mereka tak mengira alasan yang membuat putri mereka kesal adalah Diego—anak Kimberly dan Damian.Carol yang tadinya kesal, kali ini sudah mulai membaik tak lagi kesal. Bagaimana tidak? Alasan putri kecilnya itu sangat lucu. Memang Arabella itu sangat manja pada Diego. Arabella selalu menyukai setiap kali Diego menjemputnya. Jadi tak heran kalau sekarang Diego tak bisa datang menjemput, pasti Arabella akan merajuk seperti anak kecil. Fargo membawa tangannya membelai pipi Arabella. “Jadi kau kesal karena Diego tidak bisa datang menjemputmu, dan juga kesal karena banyak teman-temanmu mengirimkan surat cinta untuk Diego?” ulangnya memastikan.Arabella mengangguk sambil melipat tangan di depan dada. “Iya, Daddy. Aku kesal sekali.”Fargo mengecupi pipi bulat Arabella. “Oke, nanti besok Daddy akan meminta Diego datang ke sini untu

  • Fargo & Carol   Bab 46. Extra Part

    Tiga tahun berlalu … Suara dering ponsel terdengar membuat Carol yang tengah membuat kue langsung mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang ada di atas meja. Carol mendecakkan lidahnya pelan di kala ada yang mengganggunya. Padahal dirinya sedang sibuk membuat kue.“Nyonya, biar saya yang menyelesaikan membuat kue ini. Anda bisa menjawab telepon Anda. Mungkin saja itu adalah telepon penting,” ucap sang pelayan sopan. Pelayan itu menawarkan diri, karena dia pun tengah membantu Carol membuat kue.Carol mendesah panjang. Padahal sedikit lagi kue yang dibuatnya akan segera selesai, tapi malah ada saja yang mengganggunya. Dengan wajah sedikit kesal, Carol mencuci tangannya hingga bersih—dan mengambil ponselnya di atas meja—tertera nomor sopir putrinya menghubunginya.Carol terdiam sebentar nampak bingung. Tak biasanya sopir Arabella menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Carol memutuskan untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Hallo?” jawab Carol kala panggilan terhubung.“Nyonya,

  • Fargo & Carol   Bab 45. Perfect Ending

    Beberapa bulan berlalu …“Sayang, kenapa kau membelikanku ice cream cokelat? Aku sedang ingin ice cream vanilla.” Carol merajuk kesal pada Fargo yang membawakannya ice cream cokelat. Wanita itu melipat tangan di depan dada tepatnya di atas perut buncitnya. Bibirnya tertekuk seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan.Fargo mengembuskan napas kasar. “Tadi kau hanya bilang ingin ice cream saja. Jadi aku memilih cokelat. Kau biasanya juga suka ice cream cokelat.”Fargo nyaris dibuat sakit kepala oleh keinginan Carol. Tadi istrinya itu ingin dirinya sendiri yang membelikan ice cream, setelah dirinya sudah membeli ice cream, tetap malah disalahkan. Padahal Fargo sudah memilih ice cream yang sering disukai istrinya itu.Bibir Carol kian menekuk. “Aku ingin ice cream vanilla. Aku tidak mau ice cream cokelat.”Fargo mengangguk memilih untuk mengalah. “Oke, aku akan membelikan lagi untukmu. Kau tunggu sebentar.” Lalu Fargo hendak pergi, namun Carol memeluk lengan Fargo, seakan tak membiarkan

  • Fargo & Carol   Bab 44. Everyone Deserves to be Happy

    “Fargo, ayo kita berangkat sekarang, Sayang. Daddy dan Mommy sudah menunggu kita.” Carol berucap seraya menyisir rambutnya. Pagi menyapa Carol sudah tampil cantik dengan midi dress motif bunga kecil-kecil.Fargo mendekat sambil memakai arlojinya. “Iya, Sayang. Tenanglah. Kita tidak akan terlambat. Pamanku dan Kimberly juga masih di jalan, mereka belum sampai di rumah orang tuaku.”Pagi ini, keluarga Carol dan keluarga Fargo berkumpul bersama. Itu kenapa Carol dan Fargo sibuk ingin bersiap-siap. Pun mereka juga tak sabar ingin bertemu Arabella. Sebelumnya memang Arabella cukup lama tinggal di orang tua Carol atau orang tua Fargo. Alasannya karena waktu itu Carol dan Fargo tengah mengurus proses cerai mereka. Baik Carol ataupun Fargo tak ingin sampai Arabella mengerti bahwa mereka memiliki masalah.Carol merapikan kerah baju sang suami. “Ya sudah kita berangkat sekarang. Aku merindukan putri kecil kita, Sayang.”Fargo menganggukan kepalanya, dan memberikan kecupan di bibir sang istri. D

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status