Share

7. Worst Lunch

“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip.

“Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!

Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.

“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.

“Yura, kamu mau pesan apa?“ ini Raga sengaja ingin buat dia malu ya, rasa mau pecah melihat menu di hadapannya.

“Aku nggak tahu!“ ketus wanita ini menyodorkan menu, mau lihat berulang kali juga tetap tidak akan membuatnya tahu makanan apa di sana, Yura kan tidak terlalu mahir bahasa inggris, beda dengan Raga yang selalu bolak-balik luar negeri, otomatis paham dong.

“Ya udah biar aku yang pesankan ya,” ucap Raga kembali melihat buku menu makanan yang kira-kira disukai Yura. Seharusnya dia nggak perlu mengajak istrinya lunch di tempat, bukan Yura happy, malah semakin kesal, tadinya pria ini hanya ingin buat Yura terkesan. Argh, terkesan kagak, pasang muka kecut iya.

Yura menghempaskan napasnya kasar, dia berharap cepat berakhir kehidupan bersama pria laknut satu ini. Lama-lama berada di tempat ini membuat Yura muak, sungguh dia merasa tak nyaman.

Setelah pelayan itu pergi meninggalkan mereka, Raga beralih menatap Yura, di sela-sela kesibukannya, dia menyempatkan diri untuk makan siang bersama wanita ini.

“Kamu nggak suka ya makan di sini?“ alah, pakai acara tanya lagi, sudah jelas sekali dari mimik mukanya sangat tak bersahabat.

“Aku lebih baik makan di pinggir jalan, kamu itu kalau mau ngajak makan diskusi sama aku, tanya kek mau makan di mana, jangan inisiatif sendiri,” omel Yura sebal, ah, paling tidak kan bisa makan di restoran biasa saja, nggak usah lah mewah-mewah banget, penting itu bisa isi perut, dah kelar, beres.

“Maaf, niat aku kan baik.“ Benaran lho niat Raga cuma pengen bikin Yura senang, eh, malah jadi apes. Ini sih namanya usaha sia-sia.

“Baik apanya, kamu itu dari dulu tahu, kan aku tuh nggak suka tempat beginian,” ucap Yura sarkas, bisa nggak sih laki-laki super duper menyebalkan enyah dari dunia, hidup dia jadi enggak bisa tenang sejak ada Raga dalam hidupnya.

Raga malah tersenyum sambil menatap wanita ini tak berhenti mengomelinya. Ternyata dari dulu nggak ada yang berubah dari Yura, dia masih Yura yang sama, sederhana, pokoknya nggak pernah tergoda dengan harta, anak dan bapak beda jauh.

“Eh, Raga!“ Yura melempari Raga dengan kotak tissue ada di depannya. Buset, untung melesat, kalau sampai mengenai dahinya, 1 jadi apa tuh kepala.

“Astaga, kamu itu apa-apaan sih,” protes pria ini. Syukur ruang vip, kalau bukan asli malu, heboh sendiri, adanya dikira orang kaya baru.

“Aku kan dari tadi ngomong, kamu malah senyam-senyum, ada yang lucu, kamu pikir, aku ini pelawak gitu.“ Hadeh, perasaan dia salah terus deh dari tadi, kayaknya sulit banget sekarang meluluhkan hati Yura.

Raga menenggelamkan wajah di atas nakas, sebaiknya dia diam, daripada salah lagi, rata-rata perempuan kalau soal menyerocos susah berhentinya.

Tak lama kemudian pesanan mereka pun datang. Yura membuka lebar mulutnya heran, ini sih Raga pesan makanan untuk berapa orang sampai membludak gini. Adohai, nasib banget punya suami kaya, hobby habis-habisin duit.

“Ayo makan.“ Pria ini ternyata memesankan Yura steak, bahkan dia tahu Yura nggak suka ribet, ia pun berinisiatif memotongkan steak milik Yura.

“Kamu ada maunya ya.“ Heran deh baik salah, jahat apa lagi. Perasaan yang dia lakukan salah terus, yak. Ya, gimana nggak salah, Yura kan suudzon melulu kerjaannya.

“Yura, lebih baik kamu makan, biar cepat selesai, kamu mau kembali kerja, kan.“ Yura menepuk jidatnya sendiri, kenapa dia jadi lupa soal itu. Astaga, Yura.

*

Patah hati itu memang sulit untuk menyembuhkannya, sekuat apapun menghadapinya, tetap aja benci itu ada. Seperti Yura saat ini, bertahun-tahun Yura hidup memendam rasa sakitnya sendiri, saat mulai sembuh, pria itu malah datang layak racun yang siap membasminya.

“Sekarang aku udah selesai, ayo pergi dari sini.“ Yura bangkit dari duduknya, dia melirik jam tangan di pergelangannya. O my god, harusnya sekarang dia udah ada di tempat dia bekerja, dia bisa kena tegur nih, ulah Raga membawanya sejauh ini membuatnya telat, lha, dia sih enak bos, mau balik ke kantor jam berapa saja bebas.

“Tunggu, aku ada sesuatu buat kamu.“ Raga kan udah siapkan sedikit kejutan untuk wanita ini, namanya juga usaha ya, biar makan siang mereka jadi berkesan.

“Apa lagi sih, Ga? Aku udah telat nih.“ Pria ini nggak ada habis-habis mengusik hidupnya, nggak bosan gitu. Kenapa dari sekian banyak wanita, Raga harus memilih dia untuk dinikahi? Kan banyak yang lebih cantik, dia mah apa atuh.

“Makanya tunggu sebentar.“ Raga melambaikan tangan ke pelayan seolah memnberikan kode.

Raga itu kenyataan memang romantis, siang bolong gini aja masih bisa menyempatkan diri untuk memberikan bunga dan kalung berlian yang berkilau. Ya Tuhan, baru kali ini ada laki-laki yang memberikannya berlian. Dulu waktu mereka pacaran mainannya bunga, boneka, coklat, paling mahal mungkin dress yang sering Raga belikan setiap berkencan, Raga kan orang kaya jadi dress doang bisa berjuta-juta.

“Aku udah pesan ini, jauh hari sebelum kita menikah.“ Pria ini memasangkan kalung itu ke leher mulus Yura, dia nggak salah pilih Yura memang pantas mengenakannya.

Argh, kenapa sih lagi dan lagi Raga membuat jantungnya berada di posisi tak aman, semua wanita juga mau menggantikan posisinya saat ini. 'Jangan terpengaruh Yura, lo bisa lewati ini.' Yura membatin.

“Kamu mau aku ucapkan terima kasih atau gimana?“ Yura menghela napas panjang, dia harus kelihatan tenang depan pria ini, jangan sampai tahu jika dia gugup, bisa gede tuh kepala.

“Cukup cinta sama aku aja,” ucap Raga sambil merengkuh pinggang wanita itu melekat ke tubuhnya. Ish, sih Raga bisa aja bikin Yura semakin gugup.

“Cinta … cinta, makan tuh cinta.“ Yura mendorong pria ini sebal, lalu memukuli kepalanya dengan bunga yang Raga berikan. “Buruan deh aku udah telat nih.“ Yura berjalan keluar lebih dulu, semakin lama berhadapan Raga, lama-lama dia yang kayak es balok bisa mencair.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status