Share

6. pekerjaan Yura

Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini.

"Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah.

"Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall.

"Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda.

"Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget.

"Ra, Pak Dafa gimana?" Melisa hobby banget jodohkan Yura dengan Dafa, apalagi Dafa pernah melamarnya, ya, udah lama sih, karena saat itu Yura belum kenal Dafa dia menolak pria itu, bahkan dia belum bekerja tempat ini.

"Lo apa-apaan sih? Gua nggak ada apa-apa dengan Pak Dafa," kilah Yura, faktanya memamg gitu, dia nggak ada sama sekali dekat sama Dafa.

"Bohong lo? Dafa baik banget gitu sama lo, sayang banget dulu lo nolak Dafa, padahal kalau lo terima, pasti kalian udah nikah dan punya anak. Beuh, hidup lo nggak ribet kayak sekarang." Paham banget Melisa dengan kondisi Yura seadanya, sedangkan ayahnya selalu saja minta uang. Belum lagi adiknya, Aira hanya mengomel karena seluruh beban dia menanggung.

"Suka asal lo!"

Melisa terkekeh.

"Ra, nanti lagi kan bisa lanjut, mendingan kita makan dulu yuk," ajak Melisa merengek, cacing perutnya sedari tadi udah demo minta isi. "Gua udah lapar banget, di depan ada bakso enak, yuk makan situ aja." Yura sih nggak pernah malu makan mana pun, mau pinggir jalan kek, atau restoran sama saja baginya.

"Astaga, lo ini maksa banget, kerjaan gue masih banyak." Yura menutup laptopnya dengan sebal, apa ya paling susah menolong permintaan sahabatnya ini, bingung juga dari dulu gak pernah pisah dengan wanita ini, kuliah sama, eh kerja juga kebetulan sama, beda bagian aja mereka, jika Yura kepala toko, sih Melisa supervisor.

"Gitu dong!" Melisa sumringah melihat Yura beranjak dari kursinya.

Baru Yura dan Melisa mau keluar, malah ada Dafa yang datang.

"Pak Dafa, selamat siang," sapa Yura dan Melisa dengan ramah.

"Kalian berdua baru mau makan siang?" tanya Dafa sambil melirik jam tangannya.

"Iya, Pak. Kebetulan kita lapar banget," ujar Melisa seraya mengelus-elus perut ratanya. "Pak Dafa, mau ikut?" Yura melotot ke Melisa tak percaya, bisa-bisanya mengajak ikut makan bersama mereka di pinggir jalan. Waduh, dia kan udah nikah, bisa ribut kalau Raga sampai tahu.

"Boleh. Kebetulan saya belum makan," ucap Dafa dengan senang hati. Tentu saja senang, dia kan tidak pernah menyerah mendekati Yura, wanita ini saja yang selalu menghindar dengan upaya apapun.

"Kamu nggak keberatan kan saya ikut?" tanya Dafa ke Yura. Mau jawab apa Yura, dia enak kali mau bilang enggak.

*

Karena semua pekerjaan Dafa sudah selesai, dia niat makan siang bersama Yura. Emang sih, nggak ada janji, tapi masa sama istri sendiri harus janji dulu, kan hanya sekedar makan siang.

Dan kini pria ini sudah berada di parkiran tempat Yura bekerja, belum juga dia menelpon istrinya, ia melihat istri bersama Melisa, dan satu pria tak asing baginya. "Dafa?"

Raga keluar menguntit ketiga orang ini perlahan, dan melihat istri makan di bakso di pinggir jalan. Astaga, dia ini crazy rich, masa istrinya makan tempat beginian. Menjatuhkan dirinya sebagai laki-laki.

"Ra," panggi Raga merengkuh tangan istrinya. Yura berbalik, bukan Yura saja sih, tapi Dafa dan Melisa juga ikut berbalik.

"Raga! Lepaskan tangan teman gua!" Melisa langsung memukul tangan Raga, bahkam dia sekarang berdiri di depan Yura seolah-olah melindungi sahabatnya dari laki-laki yang ia anggap playboy.

"Lo mau ngapain? Hhaah?" Melisa memang tak pernah menyukai Raga, dulu dia orang pertama yang bersyukur melihat Raga dan Yura putus, habis sahabatnya terlalu bego, mau aja pacaran dengan sih kadal ini.

"Bukan urusan lo! Minggir lo!" hardik Raga menyingkirkan tubuh Melisa yang telah menghadangnya.

"Jangan kasar sama perempuan!" Dafa menatap Raga tak suka.

"Udah-udah! Biar aku bicara dengan Raga dulu." Yura menarik Raga menjauh membuat Melisa curiga, bukannya Yura benci sama Raga, biasanya aja dia bicara soal Raga, wanita itu langsung kesal gitu. Lha, sekarang malah dia dekat dengan Raga, jadi kepo kan.

"Kamu itu apa-apaan sih? Mau ngapain ke sini?" geram Yura. Udah datang tiba-tiba, nggak pakai kabari lagi. Sebal!

"Aku mau ngajak kamu makan siang bareng lah." Yura menaiki satu alisnya.

"Ngapain? Di sini banyak jual makanan, gak perlu aku makan sama kamu." Dia rela buru-buru menyelesaikan pekerjaan, eh malah tanya ngapain, Raga maunya kan hubungan mereka seperti pasangan lain. Lagi usaha kan sih babang Raga ini.

"Iya memamg banyak, tapi nggak sehat," alasan Raga. Belum juga dia rasa udah berasumsi nggak enak. Dasar Raga sok tempe!

"Kamu tahu dari mana kalau itu nggak sehat, kebiasaa makan di restoran jadi gini, nih." Secara nggak langsung Raga itu menghina penjual yang mencari uang, dan Yura nggak suka orang kecil direndahkan seperti ini. Dia belum merasa aja cari uang itu susah, kebiasaan hidup enak sih, jadi nggak pernah merasakan hidup dari nol.

"Lihat aja, tempatnya kotor. Ayo, mendingan kamu makan sama aku.“ Raga menarik Yura ke arah mobilnya di parkir, tetapi wanita ini menepisnya. Mana Melisa nggak berhenti memperhatikan mereka, pasti akan banyak pertanyaan yang akan Melisa lontarkan deh.

“Jangan paksa-paksa aku! Kamu itu dari dulu nggak berubah, ya, tukang paksa!“ Yura hendak meninggakan pria ini, tapi dengan cepat Raga menggendongnya, lalu secara paksa memasukkannya ke dalam mobil.

“Raga, lepas! Jangan kurang ajar!“ pekik Yura.

Raga tak menggubris jeritan Yura, dia justru membawa kabur istrinya sendiri, masa makan bareng istri harus izin dulu. Lha, dia kan suami, harga dirinya terus tersentil, apalagi melihat Dafa dan Melisa yang menatapnya seolah pria ini penjahat. Astaga, wanita ini miliknya, jika mau bareng Yura, mereka yang harus minta ijin, bukan dia. Sungguh membuatnya jengkel!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status