"Jadi, wanita itu, Amira?" tanya Bu Zaenab terkejut. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya."Wanita yang mana, Bu?" Pak Abdullah terlihat bingung.Yudha merasa menyesal telah mengucapkan itu, sekarang semuanya akan terungkap jika penyebab dirinya enggan menikah adalah karena perasaannya pada Amira. Yudha sempat menceritakan kisahnya dengan Amira dahulu pada kedua orangtuanya. Meskipun saat menceritakan itu, Yudha tak pernah menyebut nama Amira."Wanita yang membuat anak kita enggan menikah, Pak. Wanita yang dicintai Yudha, dulu," jawab Bu Zaenab."Benar itu, Yud?" tanya Pak Abdullah pada Yudha.Yudha sekilas melirik Amira sampai akhirnya ia menjawab, "Iya Pak, benar. Wanita itu, Amira."Amira merasa canggung, karena perkataan Yudha membuat posisinya semakin sulit. Amira semakin merasa tak nyaman berada di posisi seperti ini.Amira menyayangkan perkataan Yudha yang menceritakan masa lalu dengannya. Hal itu akan membuat masalah semakin runyam karena akan menimbulkan salah paham ser
"Mbak Amira, kenapa nangis?" tanya Yuni saat masuk ke dalam kamar Amira.Amira yang sedang mengemas pakaian seketika menoleh, Yuni berdiri dengan menggendong Gemilang yang tengah tertidur. Amira tak menjawab pertanyaan Yuni, ia lalu beranjak dan mengambil alih Gemilang dari gendongan Yuni. "Mbak, pasti karena gosip di luar yang beredar ya? Emm ... di grup warga, sedang ramai bahas Mbak Amira dan Mas Yudha. Tapi, aku tak percaya dengan semua itu Mbak, aku yakin Mbak Amira wanita baik-baik," ujar Yuni, ia memegang lengan Amira."Terima kasih, Yun. Tapi semua rasanya percuma. Aku merasa tak enak dengan keluargamu, Yun," kata Amira, raut wajahnya terlihat memancarkan kesedihan. "Mbak yang sabar, ya. Aku yakin semua akan baik-baik saja," ucap Yuni terjeda, "Mbak mau pergi ke mana?" lanjutnya bertanya saat melihat pakaian Amira sudah dikemas. Amira menggeleng sedih, ia pun tak tahu akan pergi ke mana. Tak punya saudara, teman pun pasti sudah punya kesibukan masing-masing, Amira tak mau m
Delia menyuguhkan segela air putih untuk Amira, ia kemudian gegas membereskan botol minuman dan sampah kacang yang berserakan di lantai kontrakannya.Selesai melakukan itu semua, ia lalu duduk di depan Amira. Diperhatikannya Amira yang tengah menyusui Gemilang."Lo ada masalah apa sih, Mir?" tanya Delia, ketika dilihatnya Amira yang telah selesai menyusui Gemilang. Didudukkannya Gemilang dalam pangkuannya Amira.Amira diam sejenak sebelum ia menjawab pertanyaan Delia. Ingin meminta tolong Delia, tetapi ia ragu karena melihat penampilan dan pola hidup Delia yang mulai berubah. Namun, Amira pun tak punya pilih"Del, kamu kenapa sekarang berubah?" Amira malah balik tan"Maksud, Lo?""Ya, kenapa kamu kayak gini. Gue-elo gue-elo, Aku gak biasa, Del. Penampilan kamu juga, berubah," ujar Amira jujur."Yaelah Mir. Tenang aja, gue masih Delia sahabat lo yang dulu. Penampilan dan gaya hidup gue sekarang, gak akan ngaruh sama persahabatan kita." Delia tersenyum menatap Amira. Namun, Amira terlih
"Bu, Kenapa gak jawab?" Radit kembali bertanya.Retno berpikir sejenak, ia mencari alasan yang tepat untuk Radit agar tak curiga padanya. Bertepatan dengan itu, seorang perawat dan dokter masuk ke ruang rawat Radit. Mereka hendak memeriksa kondisi Radit."Maaf Pak, saya periksa dulu," ujar Dokter tersebut, kemudian mulai memeriksa Radit.Retno merasa lega, untuk sementara ia bisa menghindar dari pertanyaan Radit. Ia punya waktu banyak untuk berpikir tentang alasan apa yang tepat agar Radit tak curiga lagi."Kondisi Pak Radit sudah membaik, tak ada luka serius di bagian tubuhnya. Hanya luka di kepalanya yang masih belum benar-benar sembuh," jelas Dokter itu."Kira-kira, kapan saya boleh pulang, Dok?" tanya Radit."Sebenarnya kalau Pak Radit merasa sudah baikan, sore ini bisa pulang. Tinggal ganti perban di kepala yang luka saja, nanti Pak Radit bisa rawat sendiri di rumah," ucap sang Dokter. Hal itu membuat Radit merasa lega, ia sudah merasa tak nyaman berada di rumah sakit.Selesai m
"Maaf, cari siapa?" tanya Amira."Apakah Anda yang bernama, Amira Lestari?" Lelaki yang memegang foto itu, malah balik bertanya."Ya, benar. Itu saya, ada apa ya?" Amira penasaran.Kedua lelaki itu menoleh, menatap satu sama lain lalu mengangguk."Mbak Amira, dulu berasal dari panti asuhan kasih bunda, di Surabaya kan?" Lelaki pemegang foto menanyakan asal usul Amira. Amira lalu mengangguk, mengiyakan jika dirinya berasal dari panti asuhan tersebut."Mbak Amira, pasti kenal dengan Bu Salma. Pengurus panti asuhan tersebut?" Lelaki pemegang foto bertanya lagi. Ia lalu menyerahkan sebuah amplop coklat besar pada Amira. "Iya, saya sangat mengenalnya. Beliau Ibu saya, sebenarnya ini ada apa?" Amira sangat penasaran, ia lalu membuka amplop coklat besar yang diberikan lelaki asing tersebut.Amira terkejut, saat membuka amplop itu. Amplop itu berisi tentang data-data dirinya dan foto-foto dirinya saat masih kecil di panti. Amira semakin penasaran, siapa dua lelaki asing tersebut. Ia sedikit
Radit telah resmi bercerai dengan Amira. Ia sudah memikirkan secara matang keputusannya. Radit sangat kecewa dengan istrinya tersebut, ia pun tak mengabari proses sidang pada Amira sehingga dengan mudah perceraiannya itu dikabulkan oleh pengadilan.Setelah bercerai, perasaan Radit malah semakin tidak tenang. Ia tak berhenti memikirkannya Amira dan Gemilang setiap malam. Hal itu membuat Radit sedikit frustasi. Ada rasa yang mengganjal di hatinya, tetapi ia tak tahu apa.Dua bulan setelah bercerai resmi dari Amira, Radit kemudian menikah dengan Selly atas permintaan dari Ibunya. Saat itu, Bu Retno sakit dan dirawat di rumah sakit. Radit sangat takut kehilangan Ibunya, maka dari itu ia pun menyetujui permintaan Bu Retno untuk menikahi Selly.Padahal tanpa Radit tahu, hal itu hanya sandiwara antara Bu Retno dan Selly. Bu Retno sangat tahu, jika Radit sangat menyayanginya. Maka dari itu, ia tak akan menolak keinginannya saat melihat Bu Retno lemah, terbaring di rumah sakit.Radit dan Selly
Amira dan Delia telah sampai di Surabaya. Mereka berdua pulang dengan menggunakan kereta api dari Jakarta ke Surabaya bersama dengan Iwan dan Jaka. Dengan waktu perjalanan kurang lebih sepuluh jam. Amira dan Delia diantarkan oleh Iwan dan Jaka ke panti asuhan tempat dimana dulu Amira dibesarkan. Dua pria tersebut kemudian berpamitan dan berjanji akan menjemput Amira keesokan harinya untuk bertemu dengan bos mereka. Amira menghirup napas dalam-dalam setibanya di depan gerbang rumah tersebut. Ia sangat merindukan tempat kelahirannya, merindukan suasana panti asuhan yang selalu ramai diisi oleh riuh tangis dan tawa anak-anak panti. Hari sudah maghrib, suasana di depan sepi karena biasanya anak-anak sedang berjamaah salat maghrib di masjid yang tak jauh dari panti. Mereka akan pulang ketika sudah selesai jamaah salat Isya. Amira dan Delia bergegas masuk karena kebetulan pagar rumah tidak dikunci. Di depan pintu, Amira langsung mengetuk pintu dan memanggil nama Bu Salma. "Assalamualaik
"Wanita itu berjanji, ia akan sering menengok Mira sebulan sekali. Namun, sampai kamu sebesar ini, wanita itu tak pernah datang lagi. Ibu pun tak mempermasalahkan, karena Ibu tulus merawat kamu. Sampai akhirnya beberapa bulan yang lalu, ada seorang perempuan seusiamu yang mulai mencari-cari kamu, Mir," jelas Bu Salma."Nona Syahla?" tebak Amira.Bu Salma mengangguk, membenarkan ucapan Amira jika yang mencarinya adalah Syahla."Syahla memberitahukan sebuah rahasia dan menceritakan tentang siapa kamu sebenarnya," ujar Bu Salma."Rahasia apa, Bu? dan aku, siapa?" tanya Amira semakin merasa penasaran."Nanti, biar Syahla saja yang menceritakannya sama kamu, Amira," jawab Bu Salma, ia tersenyum menenangkan Amira yang merasa gelisah karena dilanda rasa penasaran."Tapi, Bu. Apa Ibu tak ingin menceritakan sedikit saja padaku?"Bu Salma menggeleng, Amira pun mengangguk. Ia paham karena mungkin akan lebih jelas jika diceritakan oleh Syahla sendiri nanti. Tak sabar rasanya Amira ingin mengetahu