Share

Bab 4. Menghasut Lita

Lita malam ini tak bisa tidur, pikirannya masih saja carut marut atas foto - foto yang tersebar. Ingin percaya namun foto tersebut sudah membuktikan jika Radi benar - benar berselingkuh hingga tidur bersama wanita lain di ranjang. 

Tok tok tok! suara ketukan pintu mengejutkan Lita dalam lamunannya. Lita membuka pintunya dan ternyata Candra tengah berada di depan pintu kamarnya. Candra adalah rekan keluarga besar Lita yang cukup kaya. Keinginan keua orang tua Lita adalah menikahkan Lita dengan Candra.

"Candra, ada apa kamu kemari?"

"Kita mengobrol di luar," Lita akhirnya turun dan mengobrol dengan Candra di teras rumahnya. Pembantu rumah tangga  menyuguhkan teh untuk mereka berdua.

"Apakah kamu percaya dengan foto itu?" Candra kembali membuka suara saat dirinya sedang bersama Lita. Ingin rasanya Lita tidak menjawabnya namun Lita sendiri ingin bercerita tentang keluhan hatinya yang ia rasakan.

"Entahlah! aku sendiri tak begitu percaya namun itu terlihat begitu nyata," Lita meluapkan rasa kecewanya pada Candra atas foto yang tersebar dan Radit juga tak bisa membuktikan jika dirinya tidak bersalah.

Kesempatan untuk Candra membuat dirinya berkesan pada Lita. Candra memposisikan dirinya layaknya teman curhat karena Candra sendiri memiliki ambisi untuk memiliki Lita. Sejak dulu Candra sangat tergoda dengan kemolekan tubuh Lita namun Candra tidak pernah mampu untuk mengungkapkan rasa cinta pada Lita karena Lita lebih memilih Radit. Lelaki yatim piatu yang hidup sederhana, sehingga Candra frustasi dan lebih suka menawar nafsunya dengan mendatangi wanita malam.

"Lita, aku juga menyayangkan sikap Radit hingga seperti itu. Dia orang yang baik sehingga aku dulu mengalah dengannya. Namun kenyataannya sekarang membuatku sangat terkejut," Candra mulai mendramatisir ucapannya supaya Lita seolah - olah mempercayainya.

"Aku juga Cand. Entah apa yang harus aku lakukan sekarang?" Lita menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena menahan kesedihannya.

"Jangan jadikan beban pikiran untukmu, kamu berhak bahagia Lita. Biarkan Radit dengan wanita itu, masa depanmu masih panjang dan kamu juga berhak menentukan kebahagiaanmu dengan siapapun yang kamu inginkan," Lita seakan mendapatkan kesejukan ketika Candra memberikan pencerahan padanya. Saat ini Lita memang butuh orang yang mengerti dengan keinginannya serta solusi yang tepat di saat dirinya sedang terjatuh seperti ini. 

Seketikan senyum Candra tersungging, Candra begitu senang ketika melihat ekspresi Lita yang mulai menunjukkan rasa nyaman padanya.

"Kamu yakin aku bisa bahagia tanpa dirinya?" Lita seakan tak mempercayai dirinya sendiri.

"Aku yakin kamu bisa lebih bahagia dari dia, tunjukkan jika kamu memang bisa bahagia tanpa Radit," Lita menatap lekat Candra di sampingnya.

"Aku bersedia membantumu kalau memang aku dibutuhkan," Candra bahkan senang hati menawarkan dirinya untuk ikut andil dalam perpecahan kedua pasangan suami istri yang berada dalam proses perceraian yang diajukan oleh pihak kedua orang tua Lita melalui pengacara keluarganya.

"Sudah malam, aku pulang dulu. Maaf mengganggumu malam - malam begini. Jika perlu sesuatu maka kamu bisa menghubungiku, aku akan selalu ada buatmu," Candra berdiri dan beranjak pergi meninggalkan Lita.

"Candra."

"Iya," Candra berbalik ke arah Lita.

"Terimakasih," ucapan dengan ekspresi yang selama ini diinginkan Candra.

"Sama - sama," Candra menuju ke mobilnya dan melajukan menuju ke kediamannya. Candra tersenyum puas karena sebentar lagi dia akan mendapatkan Lita seutuhnya.

Pak Dodi dan Bu Fatma saling berbisik ketika melihat Lita mulai dengan dekat dengan Candra. Sekarang tinggal merencanakan supaya surat cerai segera keluar tanpa menjalani berbagai sidang karena dikhawatirkan akan membuat Lita dan Radit kembali bersatu.

"Segera atur perceraian mereka berdua, Mas," Bu Fatma menyeringai licik dengan harapannya bisa lepas dari Radit.

"Ya, aku juga ingin segera menyingkirkan Radit. Menantu miskin dan tak mampu membahagiakan anak kita," Pak Dodi ikut menimpali.

Usai kepergian Candra, Lita beranjak ke tempat tidurnya. Merebahkan sejenak tubuhnya yang lelah karena pikiran. Lita mulai bisa terlelap karena Candra sudah memnerikan dukungan serta solusi untuknya. Lita tidak tahu maksud dari Candra di belakangnya.

*

Radit sendiri tak bisa tidur dengan masalah rumah tangganya. Kakek Yusman sebenarnya sudah menyuruh Radit untuk tidur dan tinggal di tempat tinggal Kakek Yusman namun Radit menolak dan lebih senang menunggu Kakek Yusman sembuh dulu baru mau pindah ke kediaman Kakek Yusman.

"Kenapa tak tidur, Nak?" Suara Kakek Yusman mengejutkan Radit yang tengah termenung di sofa.

"Radit tak bisa tidur, Kek." 

"Apa yang kamu pikirkan?" 

"Radit bingung dengan apa yang terjadi dala kehidupan Radit. Radit semula tidak mendapat restu menikah dengan Lita dan berakhir dengan fitnah yang ditujukan pada Radit. Dan sekarang Kakek meminta Radit untuk menjadi Direktur di perusahaan Kakek," Kakek Yusman hanya tersenyum melihat kegundahan hati Radit.

"Jangan bingung, kamu hanya melakukan apa yang Kakek perintahkan. Untuk masalah jodoh, biarkan mengalir bagaikan air. Jangan terlalu berambisi untuk merebut Lita kembali daripada nantinya menjadi boomerang untukmu!" Kakek Yusman berusaha menghibur dan menenangkan kegundahan Radit.

Keesokan harinya, Deni datang dengan membawa beberapa berkas dan baju ganti untuk Radit. 

"Pak Radit, ini baju ganti Pak Radit dan setelah sarapan kita bisa belajar bersama cara memimpin perusahaan Kakek Yusman." 

Radit yang semula ragu, mulai menunjukkan keseriusan. Radit segera ke kamar mandi dan mengganti bajunya kemudian sarapan bersama Deni di kantin. Tak banyak yang dibicarakan saat sarapan karena Radit sendiri masih canggung. Rasa percaya dirinya telah hilang sempurna seiring dengan rusaknya rumah tangganya serta pemnerhentian kerja tanpa alasan yang jelas. Usai sarapan, Deni dan Radit kembali ke ruangan Kakek Yusman. 

Deni dengan sabar mengajarkan Radit untuk menjadi Direktur beserta cara kerjanya. Radit semula terlihat kesulitan, semakin lama mulai memahami dengan penjelasan Deni. Deni juga meminta Radit untuk menjaga wibawanya di depan karyawan saat bertemu atau bertatapan secara langsung.

"Pak Radit, saya juga ingin merubah model rambut Pak Radit supaya terlihat lebih rapi," Deni mengajak Radit ke sebuah salon terkenal langganan keluarga Kakek Yusman. Deni dan Radit meminta izin terlebih dahulu pada Kakek Yusman ketika akan pergi ke salon.

Deni melajukan mobilnya menuju ke salon tersebut, Radit mendapat perawatan sempurna untuk persiapan menjadi Direktur. Usai dadi salon, Deni mengajak Radit menuju ke sebuah butik ternama dengan barang - barang brand terkenal. Radit ragu untuk memilih barang yang diinginkannya.

"Silahkan Pak Radit memilih," Deni meminta Radit memilih beberapa setelah jas untuknya namun Radit terlihat seperti kebingungan.

Deni melihat keraguan di wajah Radit sehingga Deni terpaksa mengambil beberpaa setelan jas yang cocok dengan tubuh Radit. Deni mencocokkan satu persatu ke badan Radit. Radit hanya diam dengan perlakuan Deni padanya karena Radit yakin jika pilihan Deni adalah yang terbaik.

Selanjutnya, Deni mengajak ke toko arloji, Radit melihat harga arloji sudah merasa ngeri. 

"Harga satu arloji sama dengan gaji bulananku, apa nanti gak habis uang yang dibawa Pak Deni?" Radit berpikir jika uang Deni akan habis untuk membelikan perlengkapannya.

"Ada apa Pak Radit?"

"Pak Deni, bisakah kita membeli jam tangan di pinggir jalan yang harganya lima puluh ribuan saja?" Deni tertawa dengan ucapan Radit. Deni bahkan kagum ketika sikap rendah hatinya Radit masih melekat padanya saat ini.

"Masa Direktur pakai jam tangan lima puluh ribuan?" Radit hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatak sembari nyengir kuda. Tanpa banyak bicara, Deni mengambil tujuh macam jam tangan yang cocok untuk Radit dan meminta karyawan membungkusnya.

"Pak, itu terlalu banyak loh," Radit tak enak hati ketika Deni membeli tujuh jam tangan untuknya. Usai membayar setelan jas dan jam tangan, Deni kembali mengajak Radit ke toko dompet. Radit hanya menggelengkan kepala ketika melihat harga dompet dengan brand terkenal bisa sampai puluhan juta. Biasanya dirinya hanya menggunakan dompet seharga tiga puluh lima ribuan yang biasanya dia beli di pasar malam. Deni meminta Radit memilih salah satu dompet dan pilihan Radit jatuh pada dompet kulit warna cokelat.

"Belanjaan saya sebanyak ini habis berapa, Pak Deni?" Radit seketik ingin tahu total belanjaan perlengkapannya.

"Masih sedikit Pak Radit, baru mencapai tiga ratus juta," kedua mata Radit seketika terbelalak setelah tahu total semua belanjaan.

"Itu masih sedikit?" Radit hampir tak percaya dengan jawaban Deni.

"Ya, Kakek Yusman memberiku satu miliyar untuk biaya perlengkapan Pak Radit nanti ketika menjadi Direktur," sahut Deni. Deni lanjut mengajak Radit ke toko sepatu dengan brand terkenal.

Radit dan Deni sibuk memilih sepatu yang cocok untuk Radit. Semua sepatu terlihat istimewa karena terbuat dari bahan pilihan serta perawatan yang tepat. Deni mengambil troli dan meminta Radit memilih tujuh pasang sepatu.

"Tujuh pasang sepatu?" Radit semakin bingung dengan pilihan sepatu yang begitu banyak. Radit memasukkan tujuh sepatu kulit yang akan digunakannya saat memimpin perusahaan Kakek Yusman. Deni kemudian membayar sepatu pilihan Radit ke kasir. 

Usai berlanja kebutuhan Radit, gegas Deni mengajak Radit makan siang di restoran mewah. Deni memesankan makanan yang biasanya dihidangkan oleh rekan perusahaan sehingga Deni bisa megajarkan tata cara makan jika bersama kolega perusahaan.

"Gunakan pisau dan garpu itu untuk memotong steak." Deni meminta Radit memberi contoh saat memotong daging. Radit begitu kerepotan, biasanya dia makan daging dengan diiris kecil - kecil supaya mudah dimakan namun kali ini disediakan pisau kecil untuk memotong daging steak. Radit sibuk membolak balikkan dagingnya hingga Deni menegurnya.

"Perhatikan saya saat memotong daging ini," Deni memberi contoh saat memotong daging steak dan Radit mulai mengikutinya.

"Jangan sampai terdengar suara pisau beradu dengan piringnya," teguran dari Deni. Radit mulai mencoba kembali sampai benar - benar sesuai yang diharapkan Deni.

"Makan daging aja susah," Radit menggerutu dalam hatinya.

"Pelajaran pertama selesai, Pak. Besok kita lanjut lagi belajar mengenai etika seorang Direktur," Radit sampai terbengong - bengong dengan apa yang dia pelajari mulai hari ini. Terpaksa dia mengiyakan arahan Deni.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status