Usai belanja, Deni mengantarkan Radit ke kediaman Kakek Yusman. Radit terperangah ketika melihat kediaman Kakek Yusman bak istana yang megah. Beberapa guci antik dan hiasan klasik terpajang di beberapa sudut ruangan.
"Pak Radit, mari ikut saja ke ruangan anda," Radit mengekori Deni menuju ke ruangan yang ditunjukkan padanya. Deni mengarah ke sebuah kamar yang cukup besar dan mewah. Lemari serta funiture yang lain tertata begitu rapi didesain dengan warna senada.
"Kamar ini ukurannya sebesar rumahku," Radit terkagum - kagum dengan ukuran kamarnya. Deni meminta beberapa asisten laki - laki untuk merapikan semua perlengkapan Radit yang sudah dibelinya.
"Mulai hari ini Pak Radit sudah bisa tinggal disini," Deni meminta semua perlengkapan termasuk baju ganti Radit segera dipersiapkan. Distro langganan keluarga Kakek Yusman segera menyiapkan pakaian ganti seukuran Radit termasuk barang - barang pribadinya.
Radit berjalan - jalan mengelilingi sekitar kediaman Kakek Yusman sejenak sembari menunggu asisten rumah tangga selesai merapikan keperluannya. Terlihat banyak sekali tanaman hias yang harganya sampai jutaan berjejer rapi. Kolam ikan koi terletak di sudut halaman belakang dengan hiasan yang begitu klasik dan estetik menambah siapa saja akan merasa tenang ketika melihat kawanan ikan koi berenang dengan indah lemah gemulai. Suara gemericik ari terjun buatan semakin menambah ketenangan di kolam koi.
Selanjutnya Radit menuju ke halaman samping kediaman Kakek Yusman, terdapat beberapa tanaman dalam pot yang mulai berbuah. Durian, jambu biji, jambu air, jeruk terlihat mulai berbuah. Radit duduk di kursi panjang yang berada di antara tanaman menikmati semilirnya angin di siang hari. Sayup - sayup kedua mata mulai terpejam karena sapuan angin yang sejuk.
"Radit! kamu selingkuh!"
"Kamu tidak cocok jadi menantuku!"
"Kamu orang miskin, tak sudi aku mempunyai menantu dirimu!" Suara hinaan serta bentakan menghiasi tidur siang Radit.
"Aku ingin bercerai denganmu, Mas! aku lebih memilih Candra dari pada kamu yang sudah menghianati pernikahan kita!" suara tangisan disertai tatapan marah ditujukan pada Radit.
"Lita, tunggu! itu fitnah!" Radit berusaha menggapai tangan Lita yang semakin menjauh meninggalkan dirinya.
"Itu bukan fitnah, tapi kenyataan Radit. Hahaha," Pak Dodi menyeringai sembari menatap remeh ke arah Radit.
"Pergi kau Radit!" Pak Dodi mendorong Radit hingga jatuh tersungkur
Brugh
Radit terjatuh di bawah kursi panjang, Radit mengusap wajahnya dengan kasar ternyata hanya mimpi. Radit merasa seperti nyata terjadi padanya.
"Aku harus meluruskan masalah ini," Gumam Radit. Radit berniat untuk memberi pelajaran kepada keluarga Lita.
"Pak Radit, ternyata anda di sini," Deni memgejutkan Radit yang hanis bermimpi buruk di siang hari.
"Iya saya tertidur di sini, Pak. Udaranya sejuk sehingga tak sengaja kedua mata saya begitu mudahnya terlelap," sahut Radit. Deni bisa membaca kegelisahan dari raut wajah Radit.
"Apa ada sesuatu yang Pak Radit pikirkan?" Radit hampir tak bisa menyembunyikan kegundahan hatinya.
"Pak Deni."
"Iya."
"Kapan mengajari saya belajar memimpin perusahaan Kakek Yusman?" Radit sudah tak sabar lagi untuk membungkam hinaan keluarga Lita, calon mantan istrinya karena pihak keluarga Lita sudah merencanakan proses gugatan cerai.
"Besok, persiapkan diri Pak Radit."
"Baiklah."
Deni melihat guratan balas dendam dalam diri Radit. Deni juga ingin membuktikan jika Radit bisa memberi pelajaran pada keluarga Lita. Keluarga yang terkenal dengan kelicikannya dalam berusaha, bahkan Deni sendiri merasakan sendiri saat menjalin kerjasama dengan keluarga Lita yang akhirnya perusahaannya bangkrut dan beralih menjadi kaki tangan Kakek Yusman yang tak lain adalah saudara dari Kakeknya Lita.
"Baiklah, saya permisi dulu. Makan siang sudah disiapkan dan semua perlengkapan Pak Radit sudah tertata rapi di kamar. Jika butuh apa - apa, Pak Radit bisa hubungi saya. Ini kartu nama saya," Deni memberikan sebuah kartu nama pada Radit. Radit mengeluarkan ponsel android keluaran lama. Deni tersenyum saat melihat Radit mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi pihak konter ponsel untuk mengirim satu buah smartphone keluaran terbaru untuk Radit. Deni kemudian melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit untuk menjaga Kakek Yusman.
Kondisi Kakek Yusman kian membaik, Ddni bersyukur sekali ketika Kakek Yusman yang sudah menganggapnya cucu sendiri kini terlihat lebih segar dari pada pagi tadi.
"Bagaimana dia, apakah sudah kamu lengkapi semua?"
"Sudah, Kek. Radit terlihat antusias sekali belajar cara memimpin perusahaan. Ada guratan kekecewaan yang dia dapatkan dari keluarga mantan istrinya," Kakek Yusman paham dengan apa yang dirasakan Radit saat ini. Terlebih lagi fitnah yang sengaja direncanakan keluarga Lita dengan melibatkan wanita malam untuk menjebak Radit. Kakek Yusman mengetahui rencana mereka saat tidak sengaja mendengarkan Pak Dodi dan Bu Fatma sedang mengobrol di restoran dan kebetulan Kakek Yusman berada di sana tanpa sepengetahuan mereka.
Keesokan harinya, Radit bangun lebih pagi dan melaksanakan tugasnya sebagai hamba yang beriman. Usai melakukan shalat subuh, gegas Radit mrngganti bajunya dengan kaos tanpa lengan dan celana pendek sekedaf berlari - lari kecil menjaga kesehatan tubuhnya. Radit mempersiapkan diri supaya tidak tumbang dalam permainan yang direncanakan untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah.
Suara deru mobil memasuki halaman kediaman Kakek Yusman. Deni dan asisten laki - laki menggunakan setelan jas hitam memapah Kakek Yusman untuk masuk ke dalam rumah. Radit segera berhambur menemui Kakek Yusman dan mencium punggung telapak tangan Kakek Yusman layaknya Kakeknya sendiri.
"Radit, Kakek senang kamu tinggal di sini," Kakek Yusman mengusap kepala Radit sebelum masuk ke dalam rumah. Deni meminta semua penghuni kediaman Kakek Yusman untuk sarapan bersama termasuk sopir dan pembantu.
Mereka semua makan dalam satu meja yang cukup besar. Kakek Yusman tidak pernah membedakan kasta seseorang ketika sedang berada di kediamannya. Radit kagum dengan sosok pria yang tidak lagi muda memperlakukan semua orang yang bekerja padanya layaknya keluarga sendiri.
"Mungkin Radit memandang ini aneh. Namun Kakek tidak ingin membedakan kasta seseorang karena derajatnya. Semua sama bagi Kakek." tebakan Kakek Yusman tepat sekali mengenai pertanyaan dalam hati Radit.
"Radit kagum sekali, Kek. Orang kaya tapi tidak membedakan siapapun," sahut Radit.
Usai sarapan, semua kembali ke pekerjaan masing - masing. Hanya tinggal Kakek Yusman, Deni dan Radit.
"Radit, Kakek tidak mengajarimu balas dendam namun hanya menegakkan kebenaran. Patahkan fitnah yang diberikan oleh keluarga mantan istrimu dan hancurkan kesombongan keluarga mantan istrimu," pesan Kakek Yusman sebelum beranjak ke ruang kerjanya. Selama ini Kakek Yusman yang memimpin perusahaan secara langsung, namun saat ini Kakek Yusman ingin Radit yang menggantikannya. Kakek Yusman dan Deni hanya memantau dari jauh.
Deni mengajak Radit ke ruang kerja Radit yang sudah di sediakan di kediaman Kakek Yusman. Deni memberikan arahan mengenai sikap Direktur, etika atau ekspresi ketika bertatapan atau bertemu dengan karyawan. Radit begitu serius ketika Deni menyampaikan penjelasannya. Deni juga mengajarkan cara memimpin rapat dan mengambil keputusan jika ada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan. Radit dengan mudah sekali menerima penjelasan Deni. Deni sendiri tidak begitu susah ketika mengajarkan pada Radit, karena Radit termasuk pria yang cerdas.
"Pak Radit, ini untuk Pak Radit." Deni memberikan sebuah ponsel yang sudah dipesannya untuk Radit.
"Pak Radit sebaiknya pakai ponsel ini. Ponsel Pak Radit sudah tidak layak pakai," seketika Radit merasa malu, memang benar apa kata Deni. Ponselnya sudah beberapa kali diservis ditambah lagi bagian layar sudah retak.
"Terimakasih, Pak Deni," Radit menerima ponsel yang dipesan oleh Deni kemarin.
"Oh ya, nanti sore kita belajar berjalan layaknya bos besar. Saya lihat cara berjalannya Pak Radit perlu diperbaiki biar lebih terlihat berwibawa," Radit tak menyangka jika Deni begitu memperhatikan cara dirinya saat berjalan.
"Iya, Pak. Saya tunggu," Deni kemudian berlalu meninggalkan Radit di ruang kerja. Selanjutnya Deni kembali ke perusahaan Kakek Yusman untuk memantau pekerjaan karyawan.
Radit jenuh di kediaman Kakek Yusman sehingga Radit mrnyempatka diri untuk masuk ke ruang kerja Kakek Yusman.
Tok tok tok
"Masuk, Nak," terdengar suara Kakek Yusman dari ruang kerjanya. Radit segera membuka pintunya dan melihat Kakek Yusman memandang foto seseorang.
"Apa Radit mengganggu, Kek?"
"Tidak, Nak," Kakek Yusman kembali meletakkan bingkai foto tersebut.
"Kamu ingin tahu siapa yang ada di dalam foto ini?" Radit mengangguk ingi tahu dengan siapa sosok di balik foto tersebut.
"Dia mantan istriku yang sangat kucintai, pergi meninggalkan aku karena permintaan Kakeknya Lita. Keluara mantan istriku meminta kami bercerai dan akan menjodohkannya dengan Kakeknya Lita. Hanya saja tidak sampai sebulan pernikahan mereka, mantan istriku ditemukan tewas di kamar mandi," air mata Kakek Yusman mengalir deras ketika mengingat kisah cintanya di masa lalu.
"Kek, Radit turut berduka cita," Radit tidak enak karena keingin tahuannya membuat Kakek Yusman sedih.
"Kini sudah berlalu, Nak. Tak ada yang bisa disesali karena sudah terjadi. Saatnya kita waktunya memandang masa depan dan membuktikan pada semua orang yang telah menghina kita semua," Kakek Yusman menasehati Radit supaya tidak mengalami kejadian yang sama dengannya.
"Baik, Kek. Radit mengerti," sahut Radit.
Usai berbincang - bincang, Radit meminta ijin ke kamarnya untuk beristirahat. Sebuah pesan masuk ke ponsel Radit.
[Surat cerai sudah aku kirimkan ke rumahmu namun tidak ada orang. Aku harap kamu tidak perlu datang supaya cepat selesai. Cukup datang saat ikrar talak saja, Semua bukti sudah masuk ke pengadilan] sebuah nomor tak dikenal masuk ke ponsel Radit.
[Surat cerai sudah aku kirimkan ke rumahmu namun tidak ada orang. Aku harap kamu tidak perlu datang supaya cepat selesai. Cukup datang saat ikrar talak saja, Semua bukti sudah masuk ke pengadilan] sebuah nomor tak dikenal masuk ke ponsel Radit. Hampir saja pertahanan Radit luruh seketika saat mendengar gugatan cerai dan bukti palsu sudah diajukan ke pengadilan. Radit hampir tak percaya jika tindakan keluarga Lita sudah sejauh itu."Aku harus kuat, ya aku harus kuat dan tegar tak seperti yang mereka pikirkan." Gumam Radit sembari mengepalkan tangannya.Tok tok tokRadit membuka pintu kamarnya dan terlihat Deni di depan pintu kamarnya. "Pak, kata Kakek Yusman besok Pak Radit diminta ikut saya ke perusahaan. Ada pertemuan penting disana," Radit terkejut dengan kabar tiba - tiba. Rasa tak percaya diri kembali muncul namun dengan sigap, Radit menepisnya dan bersemangat menuju hari esok. Ya, hari dimana orang yang dulunya memandang rendah akan terperangah dengan kedudukannya besok."Baikl
Lita hendak berbelanja ke suatu pusat perbelanjaan dan ketika di perjalanan, Tak sengaja Radit berpapasan dengan Lita. Keduanya saling pandang, rasa benci, emosi dan rindu menjadi satu di kedua bola mata mereka."Permisi." Lita berlalu meninggalkan Radit yang diam membeku menatap sikap dingin Lita padanya. Radit memahami jika suasana hati Lita sedang tidak kondusif sehingga Radit memilih tidak mengejar atau bicara dengan Lita. Radit mengerti jika Lita kalau marah itu artinya dirinya tidak akan bicara sedikitpun pada Radit."Lita." air mata kembali menetes teringat masa lalu, kebahagiaan yang mereka bangun ketika masih berpacaran berakhir menikah dengan restu yang terpaksa orang tua Lita berikan kepada mereka berdua yang berkahir seperti ini. "Sudahlah, ayo kita pergi." Deni mengalihkan pandangan Radit kepada Lita yang mulai menjauh meninggalkan merek berdua.Lita tak kuasa menahan air mata yang mulai mengumpul di pelupuk matanya hingga akhirnya menuju ke toilet untuk membersihkan bek
Radit bangun di sepertiga malam untuk melakukan shalat tahajud. Radit memang sering melakukannya meski tak setiap hari. Radit menumpahkan semua isi hatinya termasuk rasa rindu pada Lita. Rindu yang tak akan ada habisnya, namun kendala dari kedua orang tua yang menjadikan rindu semakin menguar tanpa terobati. Radit memohon ampun atas semua kesalahan yang pernah dilakukannya dan sesekali mendoakan orang - orang di dekatnya agar selalu diberikan kesehatan serta keberkahan rejeki. Rasa syukur tak hentinya dia panjatkan atas semua nikmat yang telah diberikan kepadanya terlebih lagi sekarang ada seseorang yang memuliakannya.Usai dengan shalat tahajudnya, Radit melakukan tadarus sembari menunggu waktu subuh tiba. Radit tergolong sosok lelaki yang taat beragama meski dirinya tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren. Usai shalat subuh, Radit melakukan joging sejenak di halaman kediaman Kakek Yusman. Radit juga membersihkan daun - daun kering yang berguguran supaya halaman menjadi bersih
Pak Dodi dan Bu Fatma mulai menugaskan anak buahnya yang bekerja di perusahaan Kakek Yusman untuk memata - matai dan melaporkan apa yang dikerjakan Radit kepadanya. Pak Dodi seperti kebakaran jenggot saat melihat Radit ternyata lebih jago dan lebih cakap dari yang mereka bayangkan selama ini."Sebentar lagi kalian akan hancur dan perusahaan Om Yusman akan bangkrut. Dan Radit akan menjadi orang yang tertuduh dalam bangkrutnya perusahaan Kakek Yusman." Seringai licik mulai menghiasi bibir Pak Dodi."Iya, kita akan menghancurkan apa yang dilakukan Radit pada perusahaan Om Yusman." seringai licik juga tersungging dari bibir Bu Fatma. Semua rencananya akan dibuat sealami mungkin supaya dianggap murni kesalahan Radit dalam perencanaan sebuah proyek yang akan dijalankan Radit.Radit mulai membuat rancangan proyek yang lebih baik dibantu Deni. Radit lebih suka membuat sendiri sebuah karya dari pada memakai jasa arsitek karena Radit sendiri pernah kursus dalam sebuah penerapan aplikasi desain
Keesokan paginya, Kakek Yusman mendapat telepon dari salah satu rivalnya bernama Toni mengenai jiplakan karya yang ditampilkan Radit tempo hari. Kakek Yusman hanya tersenyum menanggapi rivalnya yang suka buat kerusuhan di perusahaannya. Kakek Yusman meminta rivalnya untuk bertemu di perusahaanya."Ada apa, Kek?" Radit melihat wajah Kakek Yusman awalanya terkejut namun tersenyum."Apa ada masalah?" Deni ikut menimpali saat melihat ekspresi Kakek Yusman."Sesuai prediksimu, Radit. Pihak Dodi sudah merencanakan semuanya dan kamu sudah mengatasinya sebelum pembangunan dilaksanakan. Dia akan ke perusahaan pagi ini." Radit terkejut dengan rencana yang dijalankan Bu Fatma dan Pak Dodi.Deni dan Radit sudah mempersiapkan semuanya untuk melawan salah satu rival Kakek Yusman yang telah dihasut oleh pihak Pak Dodi. Radit berencana akan memberikan suatu kejutan untuk mereka yang telah mengganggu perusahaan Kakek Yusman. Usai sarapan, Deni, Radit dan Kakek Yusman gegas menuju ke kantor. semua kary
Deni mengajak Radit ke sebuah lokasi tepatnya di rooftop untuk melepas penat. Rencana awal akan membeli sebuah dasi di sebuah galeri namun tak sengaja menyaksikan pemandangan yang membuatnya sakit. Radit menyangka jika Lita memang sudah berpaling darinya sesuai yang diharapkan keluarganya."Bagaimana kita ke rooftop sebentar, Pak Radit? di sana kita bisa santai sejenak sembari memainkan bowling yang lokasinya berada di area rooftop," Tanpa pikir panjang, Radit mengikuti saran Deni. Deni dan Radit menuju ke rooftop untuk melepas rasa panas di hati sembari memainkan permainan bowling.Radit mengikuti arahan permainan sesuai arahan Deni. Radit begitu semangat sekali ketika permainan bowling ternyata mudah di lakukan. Deni tersenyum lega ketika Radit mulai menikmati permainan bowling hingga puas. Deni sebelumnya sudah menghubungi Kalek Yusman atas apa yang terjadi pada Radit saat ini termasuk sedang bermain untuk sekedar melepas rasa emosi di hatinya.Candra sengaja mengajak Lita berlama
Candra mengusap kepala Lita yang bersandar di bahunya. Rasa bahagia karena sebentar lagi akan memiliki Lita menjadi pendamping hidupnya. Candra melajukan mobilnya menuju ke kediaman Lita, senyum licik karena berhasil membuat Lita membenci Radit.Sesampai di kediaman keluarga Lita, Lita segera berlalu meninggalkan Candra yang sedang mengobrol dengan Ayahnya. Lita menangis karena kecewa atas kebenaran perselingkuhan Radit. Apalagi sekarang Radit ikut membantu Kakek Yusman mengerjakan proyek yang sangat besar."Kau sombong, Radit. Aku kecewa sudah mengenalmu," Lita merobek foto Radit dan membuangnya ke tempat sampah. Bu Fatma yang melihat perilaku anaknya yang mulai membenci Radit semakin senang karena sebentar lagi rencananya menikahkan Lita dengan Candra akan berhasil.Bu Fatma tersenyum puas saat Lita juga membuang semua yang berhubungan dengan Radit."Apa yang terjadi, Nak?" Bu Fatma pura - pura tidak mengerti dengan masalah Lita padahal Candra sudah memberitahunya sejak awal. "Tern
Deni kembali bergabung bersama Radit sembari memikirkan sosok lelaki yang menguntitnya."Apakah dia suruhan keluarga Lita?" Deni bertanya pada dirinya sendiri."Pak Deni, ada apa?" Deni terkesiap ketika Radit bertanya padanya."Tak ada apa - apa, Pak!""Saya kira ada apa, sedari tadi Pak Deni terlihat memikirkan sesuatu."Deni berusaha menutupi atas apa yang telah terjadi. Deni berusaha untuk menghadapinya sendiri tanpa melibatkan Radit supaya Radit lebih fokus demgan proyek yang akan dijalaninya.Usai dengan memilih bahan bangunan, Radit dan Deni segera kembali ke tempat kerja. Selama perjalanan, Deni lebih asik tenggelam dalam pikirannya mengenai seseorang yang menguntitnya tadi."Pak Radit, ada surat."Seorang resepsionis memberikan sebuah surat dari pengadilan agama yang berisi panggilan sidang. Radit teringat ketika sebuah pesan yang memintanya untuk tidak hadir dalam sidang. Radit kembali memasukkan surat tersebut ke dalam amplopnya usai membacanya. Rasa getir dan sedih bercampu