Share

Bab 5. Belajar lagi

Usai belanja, Deni mengantarkan Radit ke kediaman Kakek Yusman. Radit terperangah ketika melihat kediaman Kakek Yusman bak istana yang megah. Beberapa guci antik dan hiasan klasik terpajang di beberapa sudut ruangan. 

"Pak Radit, mari ikut saja ke ruangan anda," Radit mengekori Deni menuju ke ruangan yang ditunjukkan padanya. Deni mengarah ke sebuah kamar yang cukup besar dan mewah. Lemari serta funiture yang lain tertata begitu rapi didesain dengan warna senada.

"Kamar ini ukurannya sebesar rumahku," Radit terkagum - kagum dengan ukuran kamarnya. Deni meminta beberapa asisten laki - laki untuk merapikan semua perlengkapan Radit yang sudah dibelinya.

"Mulai hari ini Pak Radit sudah bisa tinggal disini," Deni meminta semua perlengkapan termasuk baju ganti Radit segera dipersiapkan. Distro langganan keluarga Kakek Yusman segera menyiapkan pakaian ganti seukuran Radit termasuk barang - barang pribadinya.

Radit berjalan - jalan mengelilingi sekitar kediaman Kakek Yusman sejenak sembari menunggu asisten rumah tangga selesai merapikan keperluannya. Terlihat banyak sekali tanaman hias yang harganya sampai jutaan berjejer rapi. Kolam ikan koi terletak di sudut halaman belakang dengan hiasan yang begitu klasik dan estetik menambah siapa saja akan merasa tenang ketika melihat kawanan ikan koi berenang dengan indah lemah gemulai. Suara gemericik ari terjun buatan semakin menambah ketenangan di kolam koi.

Selanjutnya Radit menuju ke halaman samping kediaman Kakek Yusman, terdapat beberapa tanaman dalam pot yang mulai berbuah. Durian, jambu biji, jambu air, jeruk terlihat mulai berbuah. Radit duduk di kursi panjang yang berada di antara tanaman menikmati semilirnya angin di siang hari. Sayup - sayup kedua mata mulai terpejam karena sapuan angin yang sejuk.

"Radit! kamu selingkuh!"

"Kamu tidak cocok jadi menantuku!" 

"Kamu orang miskin, tak sudi aku mempunyai menantu dirimu!" Suara hinaan serta bentakan menghiasi tidur siang Radit.

"Aku ingin bercerai denganmu, Mas! aku lebih memilih Candra dari pada kamu yang sudah menghianati pernikahan kita!" suara tangisan disertai tatapan marah ditujukan pada Radit.

"Lita, tunggu! itu fitnah!" Radit berusaha menggapai tangan Lita yang semakin menjauh meninggalkan dirinya.

"Itu bukan fitnah, tapi kenyataan Radit. Hahaha," Pak Dodi menyeringai sembari menatap remeh ke arah Radit.

"Pergi kau Radit!" Pak Dodi mendorong Radit hingga jatuh tersungkur

Brugh

Radit terjatuh di bawah kursi panjang, Radit mengusap wajahnya dengan kasar ternyata hanya mimpi. Radit merasa seperti nyata terjadi padanya.

"Aku harus meluruskan masalah ini," Gumam Radit. Radit berniat untuk memberi pelajaran kepada keluarga Lita.

"Pak Radit, ternyata anda di sini," Deni memgejutkan Radit yang hanis bermimpi buruk di siang hari.

"Iya saya tertidur di sini, Pak. Udaranya sejuk sehingga tak sengaja kedua mata saya begitu mudahnya terlelap," sahut Radit. Deni bisa membaca kegelisahan dari raut wajah Radit.

"Apa ada sesuatu yang Pak Radit pikirkan?" Radit hampir tak bisa menyembunyikan kegundahan hatinya.

"Pak Deni."

"Iya."

"Kapan mengajari saya belajar memimpin perusahaan Kakek Yusman?" Radit sudah tak sabar lagi untuk membungkam hinaan keluarga Lita, calon mantan istrinya karena pihak keluarga Lita sudah merencanakan proses gugatan cerai.

"Besok, persiapkan diri Pak Radit." 

"Baiklah." 

Deni melihat guratan balas dendam dalam diri Radit. Deni juga ingin membuktikan jika Radit bisa memberi pelajaran pada keluarga Lita. Keluarga yang terkenal dengan kelicikannya dalam berusaha, bahkan Deni sendiri merasakan sendiri saat menjalin kerjasama dengan keluarga Lita yang akhirnya perusahaannya bangkrut dan beralih menjadi kaki tangan Kakek Yusman yang tak lain adalah saudara dari Kakeknya Lita.

"Baiklah, saya permisi dulu. Makan siang sudah disiapkan dan semua perlengkapan Pak Radit sudah tertata rapi di kamar. Jika butuh apa - apa, Pak Radit bisa hubungi saya. Ini kartu nama saya," Deni memberikan sebuah kartu nama pada Radit. Radit mengeluarkan ponsel android keluaran lama. Deni tersenyum saat melihat Radit mengeluarkan ponselnya dan segera menghubungi pihak konter ponsel untuk mengirim satu buah smartphone keluaran terbaru untuk Radit. Deni kemudian melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit untuk menjaga Kakek Yusman.

Kondisi Kakek Yusman kian membaik, Ddni bersyukur sekali ketika Kakek Yusman yang sudah menganggapnya cucu sendiri kini terlihat lebih segar dari pada pagi tadi.

"Bagaimana dia, apakah sudah kamu lengkapi semua?" 

"Sudah, Kek. Radit terlihat antusias sekali belajar cara memimpin perusahaan. Ada guratan kekecewaan yang dia dapatkan dari keluarga mantan istrinya," Kakek Yusman paham dengan apa yang dirasakan Radit saat ini. Terlebih lagi fitnah yang sengaja direncanakan keluarga Lita dengan melibatkan wanita malam untuk menjebak Radit. Kakek Yusman mengetahui rencana mereka saat tidak sengaja mendengarkan Pak Dodi dan Bu Fatma sedang mengobrol di restoran dan kebetulan Kakek Yusman berada di sana tanpa sepengetahuan mereka.

Keesokan harinya, Radit bangun lebih pagi dan melaksanakan tugasnya sebagai hamba yang beriman. Usai melakukan shalat subuh, gegas Radit mrngganti bajunya dengan kaos tanpa lengan dan celana pendek sekedaf berlari - lari kecil menjaga kesehatan tubuhnya. Radit mempersiapkan diri supaya tidak tumbang dalam permainan yang direncanakan untuk membuktikan jika dirinya tidak bersalah.

Suara deru mobil memasuki halaman kediaman Kakek Yusman. Deni dan asisten laki - laki menggunakan setelan jas hitam memapah Kakek Yusman untuk masuk ke dalam rumah. Radit segera berhambur menemui Kakek Yusman dan mencium punggung telapak tangan Kakek Yusman layaknya Kakeknya sendiri.

"Radit, Kakek senang kamu tinggal di sini," Kakek Yusman mengusap kepala Radit sebelum masuk ke dalam rumah. Deni meminta semua penghuni kediaman Kakek Yusman untuk sarapan bersama termasuk sopir dan pembantu. 

Mereka semua makan dalam satu meja yang cukup besar. Kakek Yusman tidak pernah membedakan kasta seseorang ketika sedang berada di kediamannya. Radit kagum dengan sosok pria yang tidak lagi muda memperlakukan semua orang yang bekerja padanya layaknya keluarga sendiri.

"Mungkin Radit memandang ini aneh. Namun Kakek tidak ingin membedakan kasta seseorang karena derajatnya. Semua sama bagi Kakek." tebakan Kakek Yusman tepat sekali mengenai pertanyaan dalam hati Radit.

"Radit kagum sekali, Kek. Orang kaya tapi tidak membedakan siapapun," sahut Radit.

Usai sarapan, semua kembali ke pekerjaan masing - masing. Hanya tinggal Kakek Yusman, Deni dan Radit.

"Radit, Kakek tidak mengajarimu balas dendam namun hanya menegakkan kebenaran. Patahkan fitnah yang diberikan oleh keluarga mantan istrimu dan hancurkan kesombongan keluarga mantan istrimu," pesan Kakek Yusman sebelum beranjak ke ruang kerjanya. Selama ini Kakek Yusman yang memimpin perusahaan secara langsung, namun saat ini Kakek Yusman ingin Radit yang menggantikannya. Kakek Yusman dan Deni hanya memantau dari jauh.

Deni mengajak Radit ke ruang kerja Radit yang sudah di sediakan di kediaman Kakek Yusman. Deni memberikan arahan mengenai sikap Direktur, etika atau ekspresi ketika bertatapan atau bertemu dengan karyawan.  Radit begitu serius ketika Deni menyampaikan penjelasannya. Deni juga mengajarkan cara memimpin rapat dan mengambil keputusan jika ada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan. Radit dengan mudah sekali menerima penjelasan Deni. Deni sendiri tidak begitu susah ketika mengajarkan pada Radit, karena Radit termasuk pria yang cerdas.

"Pak Radit, ini untuk Pak Radit." Deni memberikan sebuah ponsel yang sudah dipesannya untuk Radit. 

"Pak Radit sebaiknya pakai ponsel ini. Ponsel Pak Radit sudah tidak layak pakai," seketika Radit merasa malu, memang benar apa kata Deni. Ponselnya sudah beberapa kali diservis ditambah lagi bagian layar sudah retak.

"Terimakasih, Pak Deni," Radit menerima ponsel yang dipesan oleh Deni kemarin. 

"Oh ya, nanti sore kita belajar berjalan layaknya bos besar. Saya lihat cara berjalannya Pak Radit perlu diperbaiki biar lebih terlihat berwibawa," Radit tak menyangka jika Deni begitu memperhatikan cara dirinya saat berjalan.

"Iya, Pak. Saya tunggu," Deni kemudian berlalu meninggalkan Radit di ruang kerja. Selanjutnya Deni kembali ke perusahaan Kakek Yusman untuk memantau pekerjaan karyawan.

Radit jenuh di kediaman Kakek Yusman sehingga Radit mrnyempatka diri untuk masuk ke ruang kerja Kakek Yusman.

Tok tok tok

"Masuk, Nak," terdengar suara Kakek Yusman dari ruang kerjanya. Radit segera membuka pintunya dan melihat Kakek Yusman memandang foto seseorang. 

"Apa Radit mengganggu, Kek?" 

"Tidak, Nak," Kakek Yusman kembali meletakkan bingkai foto tersebut.

"Kamu ingin tahu siapa yang ada di dalam foto ini?" Radit mengangguk ingi tahu dengan siapa sosok di balik foto tersebut.

"Dia mantan istriku yang sangat kucintai, pergi meninggalkan aku karena permintaan Kakeknya Lita. Keluara mantan istriku meminta kami bercerai dan akan menjodohkannya dengan Kakeknya Lita. Hanya saja tidak sampai sebulan pernikahan mereka, mantan istriku ditemukan tewas di kamar mandi," air mata Kakek Yusman mengalir deras ketika mengingat kisah cintanya di masa lalu.

"Kek, Radit turut berduka cita," Radit tidak enak karena keingin tahuannya membuat Kakek Yusman sedih.

"Kini sudah berlalu, Nak. Tak ada yang bisa disesali karena sudah terjadi. Saatnya kita waktunya memandang masa depan dan membuktikan pada semua orang yang telah menghina kita semua," Kakek Yusman menasehati Radit supaya tidak mengalami kejadian yang sama dengannya.

"Baik, Kek. Radit mengerti," sahut Radit.

Usai berbincang - bincang, Radit meminta ijin ke kamarnya untuk beristirahat. Sebuah pesan masuk ke ponsel Radit.

[Surat cerai sudah aku kirimkan ke rumahmu namun tidak ada orang. Aku harap kamu tidak perlu datang supaya cepat selesai. Cukup datang saat ikrar talak saja, Semua bukti sudah masuk ke pengadilan] sebuah nomor tak dikenal masuk ke ponsel Radit. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status