Radit melihat seorang Lelaki tua tergeletak di pinggir jalan akibat terpental sejauh tiga meter akibat tabrakan sebuah pick up dengan kecepatan kencang. Radit tergopoh gopoh menghampiri lelaki tua yang sudah bersimbah darah. Radit segera membawa lelaki tua itu ke rumah sakit dengan menghubungi Ambulance.
Sesampai di rumah sakit, lelaki tua itu segera mendapatkan tindakan dan perawatan karena darah terus mengucur deras dari tubuhnya akibat benturan keras.
"Dengan keluarga pasien kecelakaan?" Seorang perawat memanggil Radit selaku orang yang membawa lelaki tua tadi.
"Iya, Sus."
"Pasien harus segera dioperasi karena mengalami patah tulang dan pendarahan begitu banyak. Tolong segera diurus administrasinya supaya pasien segera mendapat tindakan selanjutnya."
"Baik, Sus," Radit segera mengambil uang dari atm yang dimiliknya. Untung saja dia masih punya uang simpanan yang lumayan karena mendapat bonus sebelum fitnah tersebar dan berakhir dia dipecat. Dia mendapat uang bonus dari bos karena keuletan kerjanya, harusnya uang bonus tadi akan dibuat membeli perhiasan akan tetapi dirinya terkena fitnah dari pihak keluarga istrinya.
Usai mengambil uang, Radit segera menuju ke bagian administrasi supaya lelaki tua tersebut mendapat pengobatan selanjutnya.
Radit menunggu di depan ruang operasi berharap jika ada keluarga lelaki tua itu yang datang dan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan olehnya. Akan tetapi sampai larut malam tidak ada seorangpun yang datang menjenguk lelaki tua tersebut.
Dokter keluar dari ruang operasi dan memberikan kabar jika lelaki tersebut masih bisa ditangani dan tinggal menunggu siuman saja. Selanjutnya, perawat membawa brankar lelaki itu menuju ke ruang rawat inap. Radit mengekor di belakang perawat yang mendorong brankar lelaki tua itu.
Sesampai di ruang rawat inap, Radit segera beristirahat di sofa yang tersedia untuk pendamping pasien. Radit tertidur karena lelah dan letihnya hari ini.
Dalam mimpinya, Radit melihat Lita sedang bersama lelaki lain bersanding pelaminan. Bahkan Lita dengan bangganya bersanding dengan lelaki lain tepat di depan kedua matanya.
"Lita!" Radir terbangun karena mimpi mengenai istrinya. Air mata meleleh begitu saja karena kehidupan rumah tangganya hancur berantakan akibat sebuah fitnah yang ditujukan padanya.
Lelaki tua itu mengerjabkan kedua matanya dan melihat Radit sedang menangis di sofa.
"Cu, kemarilah!" Radit terkejut melihat lelaki tua itu sudah siuman dan memperhatikannya sedang menangis.
Radit berdiri dan menghampiri lelaki tua tersebut. Lelaki berusia kurang lebih tujuh puluh tahunan.
"Iya, Kek."
"Cu, bisakah Kakek pinjam ponselmu?"
"Boleh, Kek," Radit memberikan ponselnya kepada Kakek tersebut. Meski terlihat kumal namun Kakek itu lihai memainkan ponsel layar sentuh. Kakek tersebut terlihat menghubungi seseorang.
"Ini Cu, Kakek sudah selesai," Kakek itu mengembalikan ponsel milik Radit.
"Jangan kemana - mana ya, Cu. Sebentar lagi ada orang yang mau kesini?" Radit mengangguk dan duduk di samping Kakek.
"Namamu siapa, Cu?"
"Radit, Kek."
"Terimakasih sudah mau menolong dan mengurus Kakek. Panggil saja saya Kakek Yusman."
"Baik, Kakek Yusman. Oh ya, keluarga Kakek kemana?" Radit memberanikan diri bertanya mengenai keluarga Kakek Yusman karena sedari tadi tidak ada satupun pihak keluarga yang datang.
"Keluarga Kakek cuma kamu, Cu," Radit semakin tidak mengerti dengan jawaban Kakek Yusman barusan.
"Maksud Kakek?"
"Sudah jangan banyak tanya, Kakek mau tidur."
Kakek Yusman kembali beristirahat sembari menunggu orang suruhannya datang. Radit juga kembali ke sofa untuk kembali merebahkan bobot tubuhnya.
Tak berapa lama, seorang lelaki berpakaian rapi memasuki ruang rawat inap Kakek Yusman dan beberapa perawat mendorong brankar Kakek Yusman untuk pindah ke ruang VIP. Radit bingung antara ikut atau tidak karena uang di rekeningnya semakin menipis. Takut jika disuruh membayar lagi karena pindah kamar yang lebih bagus.
"Mari Pak Radit, kita ke ruang sebelah!" Lelaki berpakaian rapi itu mengajak Radit ke ruang sebelah yaitu ruang VIP. Radit berdiri dan mengekori lelaki berpakaian rapi tersebut menuju ke ruang Kakek Yusman.
"Uruslah pemuda itu," Kakek Yusman meminta asisten pribadinya untuk mengurus Radit. Lelaki itu sangat tunduk dengan perintah Kakek Yusman.
"Pak Radit, saya mau bicara."
"Baik, Pak," Radit duduk berhadapan dengan lelaki berpakaian rapi.
"Sebelumnya panggil saya dengan nama Deni," Deni mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Radit, begitu juga dengan Radit menerima jabatan tangan Deni.
"Jangan kaget kalau saya tahu nama Pak Radit. Pak Radit ini suaminya Lita anak dari Pak Dodi dan Bu Fatma, bukan?" Radit terkejut dengan seseorang yang mengetahui latar belakangnya apalagi dikenal dengan menantu Bu Fatma dan Pak Dodi.
"Kami sudah tahu semua apa yang menimpa Pak Radit sekarang. Termasuk niat kedua orang tua Lita yang menjebak anda tidur dengan wanita lain." Radit terperangah dengan pernyataan Deni. Ternyata Deni tahu semua dengan apa yang terjadi dengannya saat ini.
Kakek Yusman adalah saudara dari kakeknya Lita yang tinggal terpisah dengan keluarga besarnya karena Kakeknya Lita beserta seluruh anaknya sangatkah serakah sekali dengan warisan bisnis yang turun temurun. Oleh karena itu Kakek Yusman lebih suka membangun usaha sendiri tanpa melibatkan mereka semua.
"Jadi tugas Pak Radit sekarang yaitu bergabung dengan kita dalam perusahaan Kakek Yusman. Kami sudah mempertimbangkan jika Pak Radit akan menempati jabatan sebagai Direktur perusahaan Kakek Yusman karena kami semua sudah tahu dengan kinerja Pak Radit."
Radit seakan tak percaya dengan jabatan barunya yang akan ditempati. Jabatan sebagai Direktur yang tak pernah dia sangka selama ini, apalagi dengan latar belakang berasal dari keluarga sederhana dan pendidikan juga dari hasil beasiswa.
"Jadi, Saya akan menempati jabatan itu. Tapi mohon maaf sebelumnya, biarkan masalah ini saya akan mengurusnya. Saya tidak ingin pihak lain ikut dalam masalah rumah tangga saya dengan Lita," Radit merasa tidak enak jika harus melibatkan orang lain dalam urusan kehidupannya.
"Saya mengerti dengan pemikiran Pak Radit, tetapi bagaimana anda bisa mengalahkan orang sombong karena kekayaan, jika Pak Radit sendiri seperti ini. Yang ada Pak Radit akan menjadi bahan hinaan. Kakek Yusman meminta Pak Radit berubah dan atur siasat untuk membongkar kebusukan mereka semua," Deni meyakinkan Radit agar tetap mau mengikuti alur yang sudah di atur oleh Kakek Yusman.
Radit kembali berpikir ulang dengan ucapan Deni mengenai cara membalas orang tua Lita lebih tepatnya membongkar kebusukan orang tua Lita.
"Baiklah, saya terima," Radit akhirnya setuju dengan ucapan Pak Deni.
Kakek Yusman sebenarnya sudah merencanakan hal ini namun belum menemukan situasi yang tepat. Hingga akhirnya pertemuannya dengan Radit di saat yang tepat sekali untuk membantunya balas dendam pada keluarga Lita. Deni segera mengumumkan kepada seluruh karyawan perusahaan atas penempatan Direktur baru perusahaan milik Kakek Yusman.
Deni mulai mempersiapkan mental Radit dan juga perlengkapan termasuk setelan jas untuk Radit memimpin di perusahaan. Kakek Yusman sengaja meminta Radit untuk tinggal di rumahnya supaya lebih mudah ketika komunikasi mengenai perusahaan yang akan dipimpin Radit.
"Kek, Radit bahagia menerima semua pemberian Kakek. Tetapi suatu saat nanti ketika sudah bisa membongkar kebusukan keluarga Lita maka Radit akan mengembalikan semuanya," Seketika wajah Kakek Yusman begitu murung saat Radit mengucapkan kata tersebut.
"Jadilah cucuku," Mulut Radit tercekat ketika Kakek Yusman memintanya menjadi cucunya.
"Maksud Kakek?"
"Kakek pernah memiliki anak seusiamu dan meninggal saat kecelakaan. Kakek ingin mengangkatmu sebagai cucu Kakek," Tatapan penuh harap tersirat di kedua bola mata Kakek Yusman.
"Baiklah, tapi Radit mohon jangan terlalu memperlakukan Radit dengan perlakuan istimewa, Kek. Radit tidak pantas diperlakukan istimewa, terlebih lagi Radit berasal dari keluarga yang sederhana," Kakek Yusman mengusap tangan Radit. Tatapannya begitu teduh menandakan jika beliau sayang pada Radit.
"Baiklah, mulai sekarang tinggalah di kediaman Kakek. Biar Deni yang mengurus semuanya," Radit kembali duduk di samping brankar Kakek Yusman. Sedangkan Deni melakukan tugasnya seperti yang Kakek Yusman perintahkan.
Perjalanan dari Ranukumbolo kini dilanjutkan ke bukit cinta. Bukit yang dikenal karena mirip seperti gambar hati."Sepertinya kita hanya bisa sampai di sini saja! Cuaca sedang tidak bagus. Dari pada nanti ada kejadian yang tidak diinginkan diatas sana lebih baik kita turun saja." Langit terlihat sangat gelap dan tidaklah mungkin melanjutkan pendakian hingga ke Arcopodo. Radit dan Sherly setuju dengan instruksi Deni yang lebih peduli dengan keselamatan daripada melanjutkan tanpa tahu ancaman yang menghadang mereka."Baiklah. Tapi kita foto dulu ya!" Sherly mengambil gambar dan foto bertiga di depan Ranukumbolo dan foto di area bukit cinta bersama Radit. Malam ini mereka bermalam di area ranukumbolo sebelum kembali perijinan esok hari. Meski kecewa tidak bisa sampai puncak namun Sherly cukup senang bisa kembali hiking seperti dulu.Pagi menjelang, mereka mempersiapkan sarapan dan bekal. Sarapan terakhir yang dinikmati mereka bertiga sambil menatap indahnya danau di atas ketinggian. Tak
TingSebuah pesan dari Lusi terkirim ke ponsel Candra. Lusi mengirimkan foto kebersamaan Candra dengan Lita di teras rumah kediaman Lita dalam foto itu juga terdapat Fatma sedang asyik mengobrol bersama mereka. "Kau tahu apa yang akan kulakukan dengan kedua wanita ini Candra?" Candra sangat marah ketika membaca pesan yang dikirim oleh Lusi"Awas kamu, Lusi! Aku akan membuatmu menyesal jika sampai melukai mereka berdua!" Di seberang sana Lusi sangat puas sekali melihat Candra marah setelah membaca pesannya. Lusi merencanakan sesuatu supaya kita keluar sendirian dan membunuh Lita saat itu juga. " Lita sebentar lagi aku akan mendekatkan kamu kepada pemilik alam ini. Kamu tidak pantas bersanding dengan Candra. Dia adalah lelaki idamanku sejak dulu" "gumam Lusi disertai seringai licik ke arah foto LitaReno datang sambil membawa sekilas pistol yang nantinya akan digunakan untuk menembak Lita dari jarak jauh. Reno termasuk penembak yang sangat handal sehingga profesinya menjadi pembunuh
Chandra datang ke kamar Lita mendapati Lita yang tengah termenung di depan jendela"Lita, Apakah kamu merasa khawatir dengan skandal ini?" Candra berharap Lita tidak mengkhawatirkan soal ini"Tenang saja, Candra! Aku yakin jika sebentar lagi berita ini akan hilang begitu saja." Perasaan Candra sedikit lebih tenang namun teringat ancaman Lusi, Candra lebih mengkhawatirkan keamanan Lita. Candra tidak mau jika Lusi sampai bertemu dengan Lita. Candra tahu jika Lusi bukanlah wanita sembarangan. Lusi akan melakukan apapun asalkan hatinya puas sekalipun itu harus menyingkirkan orang untuk selama-lamanya. "Kenapa wajahmu tegang Candra?" Lita tidak tahu dibalik ketegangan Candra saat ini. "Oh tidak ada apa-apa, Lita. Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu saja dari wartawan-wartawan yang nantinya akan mengejar kamu. Kau tahu sendiri kan bahwa aku salah satu lelaki yang tergolong pengusaha sukses, Meskipun aku tetap berkolaborasi dengan orang tuaku karena bagaimanapun aku adalah penerus usaha ke
Candra benar-benar berada di atas angin ketika Lita sama sekali tidak menolak pemberiannya bahkan ciuman di kening Lita tak ada penolakan sama sekali."Radit, kau pasti sakit melihat ini!" Candra meminta anak buahnya segera mengirimkan momen ini ke nomor Radit. Berharap Radit secepatnya bisa melupakan Lita sepenuhnya."Aku bahagia sekali, Candra." Candra begitu bahagia dengan kebahagiaan Lita saat ini. "Seandainya kamu sudah resmi bercerai maka aku akan melamarmu saat ini juga, Lita!" Lita terkesiap saat Candra membahas perceraiannya. Jujur saja Lita mulai jengah dengan perceraian ini meski ada rasa rindu kepada Radit."Tak perlu dibahas, Candra. Biarkan memgalir seperti air!" Lita merasa bersalah kepada Candra karena membuat Candra menunggu kepastian darinya."Baiklah, Maafkan aku!" Candra kembali mengulurkan tangannya dan kembali berdansa bersama Lita. Alunan musik syahdu menambah suasana romantis mereka berdua. Beberapa wartawan berdatangan dan mengambil gambar kebersamaan Lita d
'Ternyata kamu masih menyimpan nama Radit dalam hatimu, Lita!" Gumam Candra dalam hati."Yuk, kita jalan-jalan!" Candra menggandeng tangan Lita menuntunnya masuk ke dalam mobilnya. Candra tetap saja belum bisa mendapatkan Lita seutuhnya, Lita masih menyimpan kenangan tentang Radit meski sudah difitnah habis-habisan oleh keluarganya.Candra mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sesekali bercanda dan bergurau dengan Lita. Tak berapa lama, Candra dan Lita sudah sampai ke taman kota. Meski hanya sebuah taman tapi Lita begitu senang."Mas Radit, apa kau tidak rindu dengan taman kota yang sering kita kunjungi ini?" Gumam Lita dalam hati."Nih, Es krim!" Candra mengulurkan sebuah es krim untuk Lita yang sedari diam menatap air mancur yang ada di taman kota."Apakah ada kenangan dengan air mancur ini?" Candra ingin tahu dengan arti tatapan Lita ke arah air mancur ini."Tidak ada apa-apa, hanya kenangan dengan .."Radit?" Lita tersenyum dan mengangguk pelan. Candra hanya menghela nafa
Fatma berjalan kesana kemari menunggu kedatangan Dodi malam ini. Sampai larut malam, Dodk belum juga pulang hingga membuat Fatma tidak bisa tidur. Dodi selalu menyimpan kebiasaannya rapat-rapat dari Fatma."Kemana dia?" Fatma mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu Dodi pulang dari rencananya merusak beberapa alat di lokasi pembangunan."Kenapa perasaanku tidak enak?" Fatma merasa sesak di dadanya, berharap tidak terjadi apa-apa pada suaminya.Hingga menjelang dini hari, Dodi belum juga menunjukkan kedatangannya dan semakin membuat Fatma khawatir. Fatma berusaha menghubunginya namun ponselnya sedang tidak aktif.Tepat pukul delapan pagi, mobil Dodi muncul dan penampilannya juga begitu kusam tidak seperti biasanya. Bahkan langkahnya begitu gontai karena akibat pengaruh minuman beralkohol."Mas, kamu darimana?" Fatma menghampiri Dodi namun Dodi memilih membuang muka dari Fatma."Mas, aku semalaman menunggumu!" Fatma terus saja mengekori Dodi sampai ke kamar mereka."Mas, jawab aku!