3 minggu kemudian
Di sebuah masa di siang hari, Darryl sedang duduk di kursi. Dengan kaki yang digoyang-goyangkan, ia mulai merasa agak bosan. Lalu ia mengambil ponselnya untuk melihat-lihat media sosialnya saat pintu kayu tersebut terbuka.
Sosok kakak perempuannya muncul di hadapannya yang kini begitu tidak bersemangat. Di wajahnya tidak ada kebahagiaan, dan ia sudah jarang tersenyum. Tetapi kali ini, ia tersenyum saat melihat adiknya yang tampan itu dengan sabar menunggu di sana.
“Kerjakanlah sesuatu yang menyibukkanmu, itu akan menolongmu agar dapat lebih produktif dan bersemangat,” kata seorang wanita paruh baya berkacamata yang menyusul Anna di belakangnya.
“Terima kasih ibu Purnama,” kata Anna sambil memeluk ibu itu. Orang tua ini telah menjadi orang yang cukup dekat dengan Anna. Dia adalah seorang psikolog yang membantu Anna agar mentalnya bisa pulih. Meski belum ada perubahan berarti, Anna adalah pasien yang cukup rajin
Beberapa hari kemudian, Anna mendapat panggilan dari kejaksaan terkait dengan sidang yang akan dijalaninya atas kasus penyekapan dan pemerkosaan yang Rian lakukan beberapa minggu yang lalu. Secara pribadi, Anna tidak pernah berpikir untuk sampai ke tahap ini. Ia selalu meyakinkan hatinya bahwa akan lebih baik kalau ia tidak pernah bertemu muka dengan muka dengan Rian lagi. Tetapi karena perkara ini diawali oleh delik aduan, maka tidak ada hal yang dapat Anna lakukan lagi selain menghadapi semuanya. Mereka sudah ada di dalam ruang sidang. Anna dikelilingi oleh Darryl, Paman Rudy, Gina dan juga Jonas yang duduk di posisi agak jauh. Sidang itu sendiri mengenai pembacaan surat dakwaan. Semua orang yang berkompeten telah duduk di tempatnya masing-masing. Ada kira-kira 3 orang hakim yang duduk di depan tepat di tengah. Di samping kiri dan kanan, terdapat beberapa orang yang duduk. Anna sendiri tidak begitu mengerti posisi mereka dalam sidang, yang j
Ketika Anna telah sampai di rumah sakit, seorang perawat dan seorang dokter cepat-cepat menangani Anna secara profesional dan menyuruh semua orang untuk menunggu di luar kecuali seorang pendamping.“Tidak bisakah aku di dalam juga,” protes Jonas.Gina menahan Jonas yang bersikeras ingin ke dalam menemui Anna. “Jonas, aku akan menunggui Anna. Kau bisa menunggu di sini. Hari ini sudah cukup berat untuk Anna. Kemunculanmu tidak akan membantu banyak.”Sambil memegangi kepalanya, Jonas lalu duduk dengan pasrah. Darryl memegang lengan kakaknya lalu ikut duduk di sampingnya.Di dalam, Gina memperhatikan semua tenaga kesehatan yang merawat Anna. Dokter wanita telihat dengan cekatan memeriksa Anna dan memberikan catatannya pada perawat sebelum ia menjelaskannya pada Gina.“Untuk sementara, Nona Anna akan diobservasi terlebih dahulu.”“Kira-kira kenapa Anna jadi begini dok?”“Mungkin karena
Sore itu, sekitar jam 6 sore, setengah jam setelah jam besuk akhirnya dibuka, Jonas dan Darryl kembali ke rumah sakit sambil membawa baju ganti milik Anna dan menyerahkannya pada Gina yang menungguinya di kamar. Tepat saat kedatangan mereka, sebuah mobil ambulance berwarna cokelat gelap milik kepolisian datang dan membuka pintu belakang mobilnya. Dari sana, beberapa petugas mengeluarkan sebuah tandu yang berisi sosok seorang pria yang telah mengenakan oksigen. Mata pria itu terpejam dan ia seperti tidak sadarkan diri. Jonas tidak dapat membendung rasa penasarannya, ia lalu maju sedikit untuk mendekat. “Itu… Rian?” kata Jonas dengan mata memicing saat para perawat memindahkan tubuh Rian ke ranjang rumah sakit dan segera dibawa masuk ke dalam hingga sosoknya menghilang saat pintu IGD tersebut di tutup. Jonas memanggil supir ambulance itu dan bertanya, “apa yang terjadi? Kenapa Rian dibawa ke sini?” “Pak Rian tiba-tiba pingsan di penjara,
Setelah satu bulan mengenal kakak laki-laki satu-satunya itu, Darryl sudah bisa membaca gerak-gerik kakaknya mulai dari saat tidur hingga bangun pagi. Rata-rata, kakaknya itu akan tidur pukul 11 hingga 12 malam. Kali ini, ia berharap kalau rencananya akan berhasil, dan ia akan membebaskan kakak perempuannya dari semua perih yang dia rasakan. Seseorang harus bertanggung jawab akan hal ini, dan ia tahu kemana harus mencarinya. Darryl memakai sneakers, celana jeans biru dan jaket dengan hoodie cokelat tua. Ia mengambil beberapa peralatan yang diperlukan dan ia masukkan dalam tas, berjaga-jaga siapa tahu ia harus menggunakan alat nantinya. Darryl mengambil ponselnya dan mengendarai mobil Gina menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, Darryl memperhatikan bentuk rumah sakit itu terlebih dahulu. Rumah sakit itu besar dan luas, desainnya sederhana namun dipenuhi banyak taman. Semua bangunan hanya terdiri dari satu lantai. Darryl melihat banyak
Dua hari kemudian, Anna sudah diperbolehkan pulang. Ia dijemput oleh Gina, Darryl dan Paman Rudy untuk dibawa langsung ke apartemen Gina. Menyadari kalau mereka tidak membawanya menuju jalan yang seharusnya ditempuh menuju kontrakannya, Anna bertanya. “Kita mau ke mana?” Darryl mengelus tangan kakaknya. “Kita akan tinggal di rumah Kak Gina.” “Hah?” mulut Anna terbuka tetapi setelah itu kepalanya menggeleng-geleng. “Tidak, aku tidak mau tinggal di rumahmu, Gina.” Gina memandang Anna dari pantulan rear vision mirror tepat di langit-langit mobilnya. “Kenapa kau tidak mau? Kau tidak akan merepotkanku sama sekali.” “Tapi…” “Pakaian kakak juga sudah kami pindahkan ke apartemen Kak Gina,” imbuh Darryl. “Tapi…” “Laptop dan semua keperluanmu selain pakaian juga sudah ada di sana,” kata Paman Rudy dengan mata yang melihat ke jalan, yang membuat Anna tidak bisa lagi membantah. “Atau kau ingin tinggal dengan paman?” “Papa,
Baru saja Anna keluar, ia harus masuk lagi ke rumah sakit yang sama untuk membawa Gina. Jonas menepikan mobilnya tepat di depan pintu IGD. Tak sampai hitungan detik, pintu IGD terbuka dan dua orang perawat pria mendorong ranjang rumah sakit itu keluar dari dalam menuju pintu mobil Jonas yang telah terbuka. Mereka bekerja sama menggotong Gina yang sedang pingsan itu dan meletakkannya ke atas ranjang sebelum para perawat mendorong ranjangnya masuk ke dalam. “Apa yang terjadi?” tanya seorang dokter jaga pada Anna. Anna meremas tas selempang yang dia kenakan. “Aku tidak begitu tau, dok. Yang ku ingat, teman saya terpeleset di kamar mandi, dan tak lama kemudian, dia sudah pingsan. Ada darah yang mengalir dari pangkal pahanya, dok.” Dokter wanita itu melihat pendarahan yang dialami Gina dan mengerutkan keningnya. “Apa dia hamil?” “Hah?” saking kagetnya mendengar pertanyaan dokter itu, rahang Anna terbuka selebar-lebarnya dan hampir menyentuh
Keadaan Anna maupun Gina semakin membaik dalam seminggu ini, Anna sudah mau lebih banyak berbicara. Sedangkan Gina telah diizinkan pulang setelah 2 hari dalam perawatan. Kejadian tersebut hanyalah Anna dan Jonas yang tahu. Telah beberapa kali Gina mencoba meyakinkan mereka kalau dia akan baik-baik saja. Memang saat ini, Gina sangat terluka karena kehilangan calon bayi sekaligus ditinggal pasangan yang tidak bertanggung jawab. Namun, Gina adalah sosok kuat dan tangguh. Dan keesokan harinya, Gina langsung kembali bekerja. Staminanya itu membuat Anna heran. Dia pergi ke kantor seperti tidak mengalami sakit apa pun. “Hei, kau harus membawa bekal du…” omongan Anna terputus saat Gina mengambil kunci mobilnya dan memutar gagang pintu. “Aku sudah telat. Bye!” kata Gina dengan bersemangat dan menghilang dari balik pintu. Mungkin kepindahannya ke sini adalah ide terbaik. Anna jadi punya teman bicara, dia juga dapat merasa sibuk dan sedikit lebih bersema
Meski mereka sudah kembali bersama, mental Anna tidak semerta-merta langsung membaik. Anna masih mengalami masa-masa sulit dan terkadang tidak mau bertemu dengan Jonas. Tetapi pria itu tetap sabar menghadapi mood Anna yang selalu berubah-rubah. Kejadian itu memang membuat Anna menjadi pribadi yang berbeda. Lebih pendiam, cenderung pemarah, dan masih sering bermimpi buruk. Jonas dan Darryl menginap di apartemen Gina selama akhir pekan setiap jumat malam dan sabtu malam. Selama mereka di sana, Jonas beberapa kali pergi ke kamar Anna ketika wanita itu bermimpi buruk dan menangis dalam tidur. Pria itu juga dengan setia mendampingi Anna saat terapi. Ibu Purnama mengatakan bahwa keberadaan Jonas rupanya sangat membantu, tetapi untuk sembuh dari luka batin memang memerlukan waktu dan mereka harus bersabar. Malam itu, Jonas membawakan masakan China untuk mereka makan bersama di rumah. Anna menyiapkan semua di atas meja mulai dari mie, ayam asam manis, capcay