POV Bella.
Setelah beberapa hari cuti, aku mulai bekerja seperti biasa. Bedanya hanya, sekarang aku tidak lagi berangkat ke kantor sendirian.
Mas Rengga sempat menyinggung soal bulan madu. Tapi kemudian dia berkata, kalau masih terlalu banyak pekerjaan yang menumpuk. Aku mewajarinya dan tidak memaksa. Karena aku juga tidak begitu tertarik, dengan yang namanya bulan madu.
Sekarang sebagai seorang istri. Tugasku bertambah, dari mulai menyiapkan makan, keperluannya, hingga urusan ranjang. Sebenarnya aku tidak merasa terbebani. Hanya saja, menuruti nafsu Mas Rengga. Yang aku pikir, sedang menggebu setelah menikah. Begitu memforsir jam tidurku.
Kadang aku berpikir, kenapa dia bisa jadi sekuat itu saat bercinta. Seakan tidak ada tenaga yang terpakai secara ekstra untuk itu. Sedangkan aku, demi bisa mengimbanginya. Bekerja ekstra keras, agar dapat mempertahankan staminaku saat bercinta dengannya.
Seakan mengerti akan kondisiku. Vitamin dari Dokter Andre pun bertambah. Bukan hanya menjaga kesehatan. Melainkan juga menjaga staminaku dan memang itu cukup membantu.
Karena aktivitasku itu. Akhirnya, aku menyetujui usul Mas Rengga untuk resign dari perusahan. Sebelumnya aku sudah menceritakan ini kepada rekan-rekanku.
Terutama pada Elli, yang notabene dekat denganku. Hanya dia yang tahu bahwa aku sudah menikah. Bahkan aku juga baru tahu. Bahwa Mas Rengga ialah pemilik tempatku bekerja. Cuma menurutnya, diriku ini terlalu cuek. Sampai tidak mengetahui perihal tersebut.
Jadilah, aku sekarang hanyalah ibu rumah tangga biasa. Yang menunggu kepulangan suami dirumah. Walau kadang bosan, tapi aku salurkan semua itu untuk berkebun digreen house belakang rumah. Menanam, merawat bunga-bunga yang pada awalnya tidak terurus.
Tidak terasa, sudah 2 minggu pasca acara pernikahanku. Bahkan aku tidak percaya sudah jadi istri. Di minggu ketiga ini, aku banyak merasakan kejanggalan. Mulai dari mual di pagi hari, hingga aku dapati diriku yang sering mengantuk dan selalu ingin bermalas-malas.
Mas Rengga seringkali menemaniku dirumah. Dia hanya ke kantor jika ada pertemuan dan meeting yang tidak bisa diwakilkan. Kebanyakan dia membawa pekerjaannya kerumah. Seperti sekarang, dia sedang disampingku. Sambil memandangi tablet dipangkuannya. Walau diam seakan tidak memperhatikan. Tapi aku tahu dia mendengarkan, ketika aku bercerita.
Hari ini dia bilang Dokter Andre akan kesini. Untuk memeriksaku, karena dia cemas akan keadaanku.
POV Rengga
“Bagaimana Dre?”
“Selamat ya Ga, kamu bakal jadi seorang ayah,” Kata Andre dengan senyum dibibirnya.
“Serius Dre,” ucapku terkejut.
“Iya,” jawabnya yakin.
“Sayang kamu mengandung,” ucapku antusias. Seraya mengambil tempat disisinya lalu meraih tangannya. Andre hanya tersenyum melihat kebahagiaanku.
“Ini obat yang harus dikonsumsi, agar janin dalam rahimnya senantiasa sehat. Dan untuk vitamin itu, tidak perlu dikonsumsi lagi. Tetapi aku ganti dengan viamin ini,” Sambil menunjukkan sebuah botol penuh kapsul. “Umurnya masih satu minggu. Jadi jaga pola makan baik-baik ya. Banyak makan sayur dan buah serta protein,” kata Andre menjelaskan. “Baiklah Ga, aku pamit undur diri dulu kalau begitu,” katanya mengakhiri pemeriksaan.
“Biar aku antar ke depan,” ujarnya. Sambil mengikuti langkah Andre keluar kamar. “Bagaimana Dre?”
“Vitamin itu aku berikan untuk menambah bobot janinnya. Tidak akan berbahaya, karena hanya dikonsumsi ditrimester pertama,” kata Andre menjelaskan.
“Tapi aku ingin melihat tubuhnya lebih berisi lagi,” ucapku.
“Vitamin itu, juga akan berpengaruh ke berat badan istrimu. Tenang saja,” jawabnya.
“Bukan begitu, tapi kandungan yang besar dan bulat. Itu akan menambah kecantikannya,” ucapku membayangkan.
“Baiklah di trimester kedua akan aku berikan vitamin itu lagi,”
“Lalu untuk berhubungan, apakah masih aman Dre?” tanyaku.
“Aman, karena aku memberinya penguat kandungan,”
“Oke terimakasih,” jawabku puas.
“Aku pergi dulu, jaga dia,” pesan Andre.
“Tentu saja,”
Setelah mobilnya menghilang, aku kembali masuk kedalam. Menghampiriku Bellaku. Tidak aku sangka obat yang diberikan Andre bisa semanjur itu. Aku tak sabar, melihat bentuk tubuh Bella yang semakin berisi. Fantasiku sudah melantur kemana-mana.
.
Setelah Bella resign. Aku memang lebih banyak bekerja dirumah. Tapi tentu saja juga sambil bermain. Bella tidak aku biarkan berlama-lama tanpa aktivitas. Walau dia sekarang mulai suka berkebun. Tapi selalu kurecoki, dengan mengajaknya bermain alias berhubungan intim.
Bagaimana aku tidak tergoda. Kalau dia hanya berbusana tipis. Walau didalam green house, terpaan sinar matahari malah semakin menambah kecantikannya. Aku perhatikan pergerakannya menanam. berjongkok dan lain-lain. Semua terlihat olehku dan aku seringkali tidak kuasa untuk menahan hasrat. Melihatnya saja sudah membuatku menegang.
Aku bangkit menghampirinya, yang masih menyiram bunga-bunga. kemudian meraih pinggangnya.
“Sayang aku ingin bermain,” lirihku disamping telinganya.
Dia yang semula tersentak kaget, berangsur biasa,“Tinggal sedikit lagi Mas.”
Jawabnya, namun aku yang tidak sabar. Segara aku matikan kran air. kemudian menggendongnya ala bridal. “Mas” pekiknya kaget. Namun tidak aku hiraukan.
Aku langkahkan kaki menuju kamar. Sesampainya dikamar aku rebahkan dia dikasur. Mencium bibirnya lembut, menghayatinya. Lama kelaman ciuman itu berubah dalam penuh hasrat. Sudah aku lepaskan dress dan branya, begitupun dengan pakaianku. Aku meremas, menghisap buah dadanya rakus, seakan tiada hari esok. Dia hanya mendesah dan melenguh dibawahku. Lalu aku masukkan kejantananku ke intinya yang sudah basah.
“Ah.. Mas pelan,” katanya lirih.
“Aku akan menjaga kalian tenang saja,” kataku meyakinkannya. Aku mainkan dengan tempo lambat dan semakin cepat menghujam.
“Mas..uhggg” desahnya.
“Tahan sayang,” dia menggeleng.
“Ahhh.. aku keluar,” ucapnya. Dia memang lebih cepat keluar daripada aku.
Aku buat dia keluar berulang kali. Hingga aku juga mencapai puncak. Semakin dalam dan cepat tempo yang aku berikan. Terasa puncak kenikmatan itu semakin dekat.
“Ah, ah, ah Mas...”
“Sebentar sayang,” kataku. Ranjang ini, selau porak-poranda. Setiap kali aku bermain dengannya. “Bersama sayang.”
“Arghhh, huh, huh,” teriak kami bersamaan.
Aku tekan dalam dalam juniorku. Menyalurkan banyak benih ke rahimnya. Dengan masih menyatu, aku berbaring disampingnya. Menatapnya yang masih menata nafas. Aku elusi permukaan perutnya, yang sudah sedikit menonjol di usia kandungan 9 minggu.
“Aku belum menyiapkan makan siang Mas,” ucapnya pelan. “Apakah kamu ada pertemuan di kantor?”tanyanya. Aku menggeleng sebagai jawaban.
“Aku hari ini hanya dirumah, menemanimu,” ujarku. Sambil tanganku yang lain mengelus pipinya.
“Baiklah aku akan siapkan makan siangnya dulu,”
Kemudian dia beranjak keluar. Menuju dapur setelah merapihkan pakaiannya. Aku pandangi langit-langit kamar. Beruntungnya aku memiliki Bella. Begitu bersyukurnya aku akan hal itu. Apalagi sekitar 7 bulan lagi akan ada anggota baru.
Mama dan Papa sudah tahu kabar bahagia tersebut. Mereka ingin menjenguk pun dengan Ibu dan Ayah, tapi aku melarangnya. Aku berdalih ingin menikmati waktu berdua bersama Bella.
Aku bangun, memakai kaos dan celana. Kemudian melangkah ke ruang kerja. Mengecek pekerjaan sebentar saja, sebelum bermain kembali bersama Bella.
Kata Andre, ada kemungkinan Bella hamil bayi kembar. Tapi itu belum dapat dipastikan sebelum akhir trimester kedua. Aku percayakan saja pada Andre. Toh aku sudah menyiapkan segela keperluan pemeriksaan dan persalinan dirumah. Tidak ada yang perlu dikawatirkan. Walaupun Bella belum mengetahuinya. Nanti pada saatnya, aku akan memberitahunya.
Dirasa cukup, aku beranjak keluar ruang kerja. Beranjak mencari keberadaan Bella di dapur. Aku amati dia dari jauh. Begitu menggoda ,apalagi nanti dengan perut besarnya. Rasanya aku tidak sabar untuk itu.
POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,
POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad
POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung
71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.
POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te
POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men
POV Rengga Pagi ini aku merasa agak lega. Sebelum berangkat ke kantor, Bella ternyata masih memperhatikan penampilanku. Sudah beberapa hari ini, dia tak lagi menyiapkan setelan kantorku. Tetapi dari semua itu, dia masih peduli padaku. Walau tetap mengunci mulutnya. Hanya dengan berbicara pada orang lain saja. Aku dapat mendengarkan suaranya. Sebagai ganti ciuman, aku hanya puas dengan mengusap kepalanya. Aku sudah memesan rangkaian bunga mawar merah kesukaannya. Yang akan dikirimkan ke rumah. Aku harap dia dapat sedikit terkesan oleh perhatianku ini. Tidak banyak pertemuan hari ini. Jadi aku dapat langsung pulang. Setelah selesai berdiskusi bersama Reno. Mengenai beberapa file kerja sama yang harus aku pelajari.
POV Bella Aku tengah berbaring, sambil menyusui Alex. Ketika Mas Rengga masuk kamar. Setelah beberapa saat lalu, aku dengar suara mobilnya berhenti. Setelah meletakkan tas kerjanya disofa. Dia mendekat, dengan seulas senyum dibibirnya. Selanjutnya mencium Alex, lalu beralih mencium keningku. Kehangatan memenuhi dada, saat dia mencium keningku lama. Seakaan melepas rindu diantara kami. Atau mungkin, hanya aku yang berpikir seperti itu. Karena seharian ini, pikiranku terus dipenuhi olehnya. Walau aku sudah berusaha mengalihkan pikiranku. Dengan lebih sibuk, mengurus anak-anak. Namun tak dapat dipungkiri, pikiranku masih tersita olehnya. Awalnya aku puas membuatnya berharap. Bahwa aku akan tetap mau dicium. Dan memberikan ciumanku, sebelum dia berangkat ke kantor. Aku ta
POV Bella Akhirnya kami kembali ke Jakarta. Aku tidak sabar untuk berjumpa dengan anak-anak. Aku lihat jam dipergelangan tangan. Mungkin mereka masih disekolah saat ini. Hem, aku ingin memasakkan mereka makanan kesukaannya. Aku lihat Mas Rengga yang tidur di kursi depan. Dengan Arga yang juga lelap bersandar di dadanya. Dia seperti kurang tidur semalam. Karena dia berada diruang kerja, setelah selesai makan malam. Hem biar saja, aku memang sengaja mendiamkannya. Tidak aku hiraukan perkataan maafnya. Kali ini, aku tidak akan semudah itu memaafkannya. Dia harus diberi pelajaran. Supaya bisa mengendalikan keganasan burung besarnya itu. Seenaknya saja memperlakukanku. Dikira aku hamil besar seperti ini, karena perbuatan siapa. Aku akan membuatnya tersiksa lebih dala