Perjodohan tiba-tiba antara Arabella Swastika dan Rengga Aditama. Mendapat tanggapan yang berbeda dari keduanya. Rengga Aditama seorang pewaris dengan kecenderungan yang tidak diketahui banyak orang termasuk keluarganya sekalipun. Sempat frustasi oleh paksaan menikah dari Mamanya. Akhirnya menyetujui rencana tersebut setelah melihat foto gadis yang akan di jodohkan dengannya. Sekilas perhatian Rengga teralih pada gadis dalam foto tersebut. Membuat dirinya benar-benar tertarik dan antusias dengan rencana perjodohan tersebut. Lain halnya dengan Arabella yang lebih di kenal dengan sebutan Bella. Terkejut bahkan ingin menentang rencana orang tuanya. Namun setelah pertemuan pertama dengan Rengga. Berhasil mengubah pikiran Tika akan sebuah perjodohan. Berpikir mungkin inilah saatnya untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Dengan menerima perjodohan ini. Rencana pernikahan berjalan, tanpa diketahui oleh Bella. Bahwa Rengga memiliki sebuah kecenderungan seksual yang menyimpang. Hal ini menjadi tantangan dan kepuasan tersendiri untuk Rengga. Stelah mengetahui perasaanya berkembang untuk Bella. Rengga sering kali menjadi bimbang dan plin plan akan sikapnya. Di satu sisi dia ingin menadapatkan kepuasan dengan terus membuat Tika hamil tapi juga tidak tega untuk menyakiti Bella. Sedangkan Bella, dengan segala sikap baik hatinya. Mampu menerima Rengga apa adanya tanpa mengetahui penyimpangan seksual suaminya. Akankah Bella bisa bertahan atau Rengga memilih untuk menekan kecenderungannya. Hingga sembuh dari penyimpangan tersebut.
View MoreHari senin yang cerah menyapaku diawal minggu ini. Perkenalkan namaku Arabella Swastika biasa dipanggil Tika. Aku bekerja di perusahaan penerbitan di bagian editor. Hari-hariku berjalan seperti biasa hingga dihari pimpinan timku harus diganti, karena dia yang naik jabatan. Padahal aku sudah cocok dengan kepemimpinannya yang menurutku fleksibel. Kembali ke acara perpisahan, hanya makan-makan yang lebih non-formal serta kekeluargaan disebuah restoran yang terletak disebrang restoran.
“Kenapa Pak Hari harus pindah cabang si pak?” tanya Elli salah satu temanku.
“Itu sudah ketentuan perusahaan, lagipula posisi Bapak besok sudah terisi dengan bos baru kalian santai saja,” kata Pak Hari santai.
“Bukan masalah itu pak, kami memang sudah cocok dengan sistem kepemimpinan Bapak!” timpal Restu.
“Kalian akan cocok dengan bos yang baru gaesss. Tidak perlu kawatir buat yang ciwi-ciwi juga Bapak dengar bos yang ini masih muda dan single,” Tuturnya menatap kami dengan nada menggoda diakhir kalimat.
Aku hanya menyimak obrolan mereka. Sesekali menimpali karena memang sifatku yang agak pendiam. Sebelum acara makan-makan usai, Pak Hari sempat memberi masukan padaku. Agar tidak perlu risau dengan pergantian pimpinan. Aku mengangguk saja, kuyakin beliau juga paham bagaimana sifatku yang jarang bicara bila tidak diminta.
Pulang dari acara tersebut, aku menunggu bus di halte seperti biasa. Waktu masih menunjukkan pukul 20.00 malam. Biasanya masih tersisa satu bus, untuk sampai kedaerah dekat komplek apartemenku. Setelah hampir setengah jam menunggu. Akhirnya bus yang aku tunggu datang juga. Dijam seperti ini, bus sudah agak sepi. Tidak seperti dijam berangkat dan pulang kantor.
Setelah mendapat tempat duduk, kurasakan hanphoneku bergetar. Langsung aku ambil saja. Takut ada keperluan kantor atau kepentingan lainnya. Setelah aku lihat ternyata, panggilan dari Ibuku. Batinku berkata, tumben Ibu menelpon dijam segini biasanya juga jam sibuknya kantor hemmm.
“Iya Bu,” jawabku pelan.
“Lama sekali terima panggilan dari Ibu Bell,” Jawab ibu setengah menggerutu.
“Iya maaf tadi Bella naik ke bus jadi baru bisa angkat panggilan ibu,” Jawabku pelan meredam kekesalan Ibu.
“Hem baru mau pulang kantor?” tanya Ibu.
“Iya ini diperjalanan Bu,” ucap Bella. “Ada apa Ibu telfon malam-malam biasanya juga dijam kantor telfonnya?”.
“Ini ada hal penting yang mau disampaikan, kemarin ada keluarga tante winda datang kerumah,”
“Lalu?” ujarku menyela.
“Ck jangan menyela dulu ibu belum selesai bicara,” balas Ibu berdecak.
“Iya-iya,” jawabku sambil mengangguk.
“Beliau datang bersama suami dan anak lelakinya. Kamu masih ingat anaknya tante winda kan, yang sering main sama kamu waktu kalian masih SD?” tanya Ibu terdengar antusias.
“Yang mana ya bu,” balasku sambil mencoba mengingat. “Bentar Bu Bella turun dulu ya,” aku beranjak dari dudukku dan menempelkan kartu pas untuk pembayaran bus.
“Namanya Rengga aditama, kamu lupa ya?” kata Ibu terdengar mendesis. Aku bisa membayangkan wajahnya mengernyit lucu. Walau aku tidak dapat melihatnya.
“Entahlah Bu itu sudah lama sekali, memangnya ada apa dengannya?” kataku cuek sambil berjalan melewati lobi ke lift.
“Nanti kamu pasti ingat setelah ketemu sama dia Bel” katanya yakin. Ada jeda setelah Ibu berbicara demikian kemudian beliau berucapa kembali. “Om Gilang dan Tante Winda datang kerumah bermaksud untuk melamar kamu sayang”. Aku sempat terkejut sesaat tapi kemudian kulanjutkan langkahku masuk lift. “Jadi minggu depan ibu harap kamu bisa pulang untuk acara pertunangan kamu.” Kata Ibu membuatku lebih terkejut dari sebelumnya.
“Sebentar Bu, Bella masuk kamar dulu ya ini masih dilift,” sejenak kutahan percakapan ini, untuk berpikir mungkinkan Ibu sudah menerima lamaran itu. Sesampainya dikamar, aku segera melepas sepatu kemudian masuk ke kamarku.
“Bella..,” panggilnya. “Bella apa kamu masih disana?” tanyanya lagi memastikan keberadaanku.
“Iya Bu Bella dengar kok,”
“Nah itu, minggu depan kamu harus bisa menyempatkan waktu untuk pulang ya, awas kalau tidak Ibu cincang kamu,” serunya galak. Aku bergidik membayangkannya.
“Apa Ibu sudah menerima lamaran itu?” tanyaku ingin tahu.
“Iya. Ibu sudah menerimanya, toh Rengga anak yang baik dan sudah lama mengenal kamu Bel,” ujarnya santai membuatku kembali menata kesabaran.
“Tapi itu sudah lama sekali Bu, bahkan Bella sudah tidak ingat,” kataku sengit sarat ketidaksukaan.
“Setelah kalian bertemu, kamu pasti mengingatnya Bell. Sudah ya kamu harus istirahat dan jangan lupa minggu depan oke. Ibu tutup dulu telfonnya,” katanya sepihak.
Sambungan terputus, aku hanya menghela nafas. Seraya merebahkan tubuhku di ranjang. Ini terlalu mendadak, bahkan aku tidak pernah berpikir untuk mengakhiri usia lajangku secepat ini hufft.
Aku bangkit beranjak menuju kamar mandi, aku butuh berendam. Seharian ditempat kerja yang melelahkan. Dan lagi kabar buruk yang datang tiba-tiba. Hampir satu jam aku merendam diri, dengan aroma terapi yang menenangkan. Setidaknya aku masih dapat tidur nyeyak, setelah menghadapi dunia yang kejam.
POV Bella Pagi hari sebelum matahari menampakkan cahayanya. Mas Rengga sudah membangunkanku dengan cara kesukaannya. Berjalan pelan ke tepi pantai. Kami bertelanjang kaki menikmati air laut. Yang menjilat kaki kami seiring deburnya yang menepi. Lalu sedikit menjauh, duduk diatas pasir. Tanpa meminta, Mas Rengga sudah mengerti. Dengan menarikku perlahan untuk duduk dengan nyaman. Sweternya sudah membukus setengah badanku. Melindungi dari terpaan hawa dingin dipagi hari. Semalam, dengan telaten dia membereskan pakaian kami, ke dalam lemari yang sudah disediakan. Dan diluar dugaanku, dia bertahan tanpa menyentuhku. Walau setiap kali bersama, dia hampir lepas kendali. Posisiku begitu nyaman,
POV Bella Hari selanjutnya, aku dikejutkan dengan kehadiran Dokter Brian saat makan siang. Mas Rengga juga memilih makan siang dirumah. Padahal jarak antara kantor kerumah ini, lebih jauh. Setelah berbincang santai dengan dokter Brian. Aku mulai paham, alasan kenapa dia datang. Bayangan yang memaksa hadir dalam pikiranku tersebut. Menjadi ketakutan tersendiri untukku. Setiap kali melihat ranjang dari sofa, yang berada bersebrangan. Selalu mengingatkanku, pada pesan Renita. Kemudian ulasan bayangan Rengga dan Renita. Bergumul dibawah selimut yang sama. Dengan tanpa satu helai kain yang menutupi tubuh mereka. Agaknya sering kali mengganggu pikiran dan mempengaruhi moodku. Selama sisa kami berad
POV Rengga Andre datang setelah 15 menit kami menunggu. Aku silahkan dia memeriksa kondisi Bella, yang masih belum sadar. Aku was-was, menunggu hasil pemeriksaan Bella. Melihat raut wajah tenang Andre. Kini terasa tampak lebih mengkawatirkan. Dia sudah merapihkan alatnya, memasukkan kedalam tas. “Apakah Bella pernah punya riwayat gangguan kecemasan?” tanya Andre tenang. Pertanyaan Andre jelas tidak biasa. Mengingat Bella selalu tampak tenang, diam juga ceria. “Dia pernah mengalami sedikit trauma dibangku SMA Dok. Apakah ada hubungannya dengan keadaannya saat ini?” tanya Ibu cemas. Andre masih terlihat mengamati Bella yang belum sadar. “Sejauh ini. Itu diagnosa yang bisa saya berikan. Mung
71 POV Bella Setelah perjalanan yang cukup lama. Karena dihadang kemacetan jakarta. Akhirnya kami sampai dikedai es krim. Yang biasa aku kunjungi bersama Mas Rengga. Dia membantuku turun dari mobil. Sedangkan kedua anak lelakiku, sudah gesit menarik kedua tanganku. “Hati-hati Aldo, Ares ingat kondisi Mama,” kata Mas Rengga dengan nada tegas. Aku usap kedua puncak kepala mereka. Berusaha mencairkan suasana, dengan senyuman lembut. Sedangkan Amira sudah digendong Mas Rengga, mengikuti dari arah belakang. “Papa hanya kawatir sayang,” ucapku menenangkan. Setelah kami sudah duduk didepan kedai.
POV Rengga Dilorong menuju ruang praktek Andre. Aku lihat, Renita sudah mengirimkan nama ruangan, tempat Mamanya dirawat. Apakah tepat, jika aku mengajak Bella untuk ikut menjenguk Mamanya Renita. Aku baru saja dimaafkan. Aku tidak mau lagi diacuhkan oleh Bella. Batinku cemas. Aku berjalan menghampiri Bella, duduk disebelahnya. “Maaf ya lama,” kataku sebelum mencium keningnya. “Em Mas, jangan menciumku seenaknya seperti itu,” ujarnya. Sambil mengusap bekas ciumanku. Aku abaikan itu, biar saja semua orang melihat. Orang sekitar akan tahu. Jika wanita yang tengah minum air disebelahku ini, adalah istriku. Te
POV Rengga Aku masih menggendong Arlan yang sempat rewel. Karena mulai tumbuh gigi, membuatnya tidak nyaman. Yang berakibat pada terpotongnya jam tidurku. Ayah sempat menengok ke kamar. Kemudian pergi, setelah mengetahui Arlan sudah ada dalam gendonganku. Beliau hanya tersenyum singkat. Lalu berlalu kembali ke kamarnya. Semenjak aku tak lagi menyentuh Bella, alias puasa diatas ranjang. Aku akan tertidur lebih malam dari biasanya, dan jarang sekali bisa nyenyak. Hal tersebut juga dikarenakan anak-anak. Yang mungkin terbangun dimalam hari. Jika ada sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman. Setelah jam lewat tengah malam, Arlan baru terlelap. Aku kembali ke kamar, mendapati Bella yang tengah tertidur. Masih sambil menyusui Arga. Aku lihat putraku satu ini masih men
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments