Share

8.

POV Rengga

          Aku buka mata perlahan. Ternyata aku tidak bermimpi soal semalam, memang kenyataan. Didepanku adalah bidadari yang sudah dikirimkan tuhan untukku. Lama aku menatapnya. Aku lihat dia menggeliat didalam pelukanku. Bergerak menggesek juniorku, yang entah kapan sudah menegang. Berusaha diam, tapi aku sudah tak tahan. Akhirnya, aku tenggelamkan juniorku didalam vagina Bella hati-hati. Dia berangsur bangun, karena pergerakanku didalamnya.

          “Mas...” erangnya. “Ah..”

          “Iya sayang, maaf membuatmu terbangun,” Aku tambah kecepatan hujamanku.

          “Ah, ah, ah...” desahnya.

          Suara kecipak benturan tubuh mengiringi pagi kami. Semakin kasar pergerakanku didalamnya. “Ah...Mas”, racaunya

          “Sebentar sayang,” aku kejar kenikmatan yang terasa kian dekat.

          “Bella udah mau keluar Mas,” ucapnya. “Ah....”

          “Bersama sayang,” kataku cepat.

          “Ah.... Mas,” lenguhnya.

          Nafasku memburu di penggungnya. Posisi Bella memunggungiku. Karena sejak semalam, pelukan dari belakang tubuhnya tidak aku lepas barang sedikirpun.

          “Lanjut di kamar mandi ya,” kataku disisi telinganya.

          “Mas..”, panggilnya pelan.

          Belum dia melanjutkan. Sudah aku gendong Bella menuju kamar mandi. Aku letakkan dia di bath up. Yang sudah aku penuhi dengan air hangat. Aku tuang sabun vanila, sesuai dengan aroma kesukaannya. Kemudian aku bergabung dengannya, ke dalam bath up. Aku posisikan dia, berada diantara kakiku. Seraya memeluknya dari belakang.

          “Bagaimana apakah sudah lebih baik?”

          “Hem, lebih baik Mas,” ujar pelan.

          “Maaf ya, melihatmu secantik ini aku langsung khilaf,” ujarku seraya meremas payudaranya lembut.

          “Mas tangan-nya,” desahnya tertahan.

          “Bukankah ini adalah pahalamu sebagai istri hem. Menyenangkan suami,” kataku.

          Dia hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia mencengkeran pinggiran bath up,  untuk menyalurkan rasa nikmat.

          “Ahk...”

          “Kita lanjutkan sayang,”

          Aku posisikan juniorku memenuhinya. Selanjutnya, beberapa waktu kedepan. Kamar mandi hanya diisi desahan kami berdua.

POV Bella

          Setelah pergulatan panas dikamar mandi tadi. Aku kumpulkan tenagaku untuk memasak sarapan. Yang aku pikir sudah kesiangan ini.

          Mas Rengga yang aku ketahui tidak semesum ini. Malah begitu mesum setelah menikah. Aku pikir itu wajar, apalagi pasangan yang baru saja menikah. Seusai mandi tadi, dia sempat membicarakan beberapa peraturan jika berada dirumah

Flash back on

           “Sayang,” panggilnya seraya menghampiriku ke dekat meja rias.

           “Kenapa Mas?” tanyaku menatap kearahnya.

           “Ada sebuah peraturan untukmu jika sedang dirumah. Tapi juga akan berlaku diluar rumah sesuai keinginanku,”

           “Ada peraturan seperti itu?” tanyaku heran.

           “Dengar ya,” ujarnya serius. Seraya menatap wajahku dari cermin. Begitu pula denganku, juga melakukan hal yang sama. “Pakai dress tipis saja ketika dirumah. Tidak perlu memakai celana dalam dan jangan menggunakan make up, ujarnya. “Sudah itu saja, bisa kamu pahami kan,” ucapnya secara memelukku dari belakang.

           “Baiklah tapi hanya jika, tidak ada tamu yang berkunjung ya Mas. Tidak mungkin kan, aku memakai baju yang kurang sopan saat ada Papa, Mama atau temanmu,”

           “Iya itu pengecualian,”

           “Baiklah kalau begitu,” aku berbalik menatapnya. Mata biru itu selalu memandangku penuh damba dan aku bahagia karenanya.

Flash back off

            Masakanku hampir selesai, tinggal memindahkannya ke meja makan. Saat hendak memindahkan makanan dari wajan ke piring. Aku rasakan ada tangan memelukku. Aku sempat terkejut, namun setelah paham pelakunya aku berusaha biasa saja.

            “Masak apa sayang?”  tanyanya lalu menciumi leherku.

            “Ayam rica-rica, cumi balado dan sayur sop Mas. Lepaskan dulu aku akan memindahkannya ke meja makan,” pintaku.

            “Bukankah sudah ada bibi dan pelayan, tapi kenapa kamu yang repot?” tanyanya.

            “Bibi tadi baru saja pamit pulang kampung Mas, anaknya sakit,”

            “Hem begitukah,”

            “Ini lepaskan dulu, aku tidak bisa begerak leluasa,” kataku meminta. Dia meraih piring yang aku bawa, kemudian diletakkannya di dekat kompor.

            “Bagaimana kalau kita bermain dulu sebelum makan,” katanya. Dengan senyum nakal disusdut bibirnya.

            “Mas kita belum sarapan dari tadi pagi. Ini sudah hampir jam sepulu,” ujarku memberitahu.

            “Hanya sebentar sayang,” ucap merayu. Membalik badanku, lalu menciumku lembut.

            Aku yang awalnya menolak, akhirnya ikut dalam permainannya. Dia masih menyesap, melumat bibirku. Tangannya sudah masuk kedalam dressku. Melepas kaitan braku. Membuangnya entah kemana, lalu meremas kuat buah dadaku.

            “Engghh.. Mas,” erangku tertahan.

            Lama dia menciumku, hingga tanpa aku sadari dia sudah membuka celananya. Dia membalik badanku. Memposisikanku sedikit menungging. kemudian dengan cepat memasukiku. Aku berpegang pada kichen table, agar tidak luruh karena perlakuannya.

            “Ehm Mas Rengga,” desahku.

            Saat dia bermain dengan tempo cepat. Dan semakin cepat, kala kami sudah mendekati puncak. aku pegangi tangannya yang berada disekitar pinggangku.

            “Uohh ah, ah” racauku.

            Menerima hujaman kerasnya. Dapur ini, sudah dipenuhi oleh suara percintaan kami.

            “Mas..” panggilku lirih.

            “Tahan sayang, kita keluar bersama oke,” pintanya. Aku menggeleng pelan. Sudah tak kuat menahan desakan gejolak ini.

            “Ahkkk, ah” teriakku saat  keluar bersama Mas Rengga.

            “Ah, hah, hah,”

            Dia masih menahanku, dengan posisi menungging. Sambil masih menciumi belakang kepala serta leherku.

            “Sekarang aku bantu menyiapkan sarapannya ya,” tuturnya. Dengan nafas yang masih memburu. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

            Perlahan dia melepaskan penyatuan kami. Setelah dirasa benihnya sudah keluar semua. Meskipun begitu, dia tidak pernah menyia-nyiakan benih itu. Benihnya harus tertampung dalam rahimku. Jangan sampai ada yang menetes keluar, walau itu hanya sedikit. Jadilah aku saat ini, tanpa menggunakan dalaman apapun. Karena braku yang sudah dibuang entah kemana. Nanti akan aku ingat untuk mencarinya.

            Dimeja makanpun, dia masih saja berusaha meraih vaginaku untuk digodanya. Aku tepis tangan itu.

            “Makan dulu Mas,” ujarku penuh penekanan. Kemudian dia dengan lahap menghabiskan makanannya.

            “Sayang apakah vitaminmu masih ada?” tanyanya.

            “Seingatku ada. Terakhir aku minum siang kemarin. Karena malamnya aku sudah lupa makan malam,”

            “Maaf ya,” ujarnya merasalah bersalah.

            “Tak apa Mas, kenapa memangnya?” tanyaku balik.

            “Tidak ada, aku kira sudah habis. Kalau memang sudah habis, biar kusuruh Andre untuk mengirim lagi,” beritahunya.

            “Ya nanti Mas sampaikan saja padanya,”

            “Oke sayang,” jawabnya seraya mengusap puncak kepalaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status