Share

Bali!

Tania P.O.V.

Matahari pertama di tahun baru. Cukup hangat mengingat semalam langit menumpahkan segala isinya seakan tidak mengizinkan manusia untuk merayakan malam pergantian tahun. Aku cukup setuju untuk tidak merayakan malam pergantian tahun dengan menyalakan berbagai jenis bunga api. But, ok, aku setuju dengan acara peniupan terompet, setidaknya itu hanya membuat sedikit pencemaran suara, tidak seperti bunga ataupun kembang api. Itu bukan hanya membuat pencemaran suara, tetapi juga pencemaran udara. Oh ayolah, kita tidak akan membahas soal pencemaran lingkungan terus, bukan?

Seperti yang aku katakan tadi, bahwa matahari saat ini cukup hangat, kami -aku dan sahabatku- ingin berlibur di pantai. Apakah aku sudah mengatakan bahwa kami sedang berada di Bali? Oh maafkan aku karena belum memberitahukannya. Kami sedang berada di Bali untuk liburan akhir sekaligus awal tahun. Dan hari ini adalah waktu yang sangat pas untuk bermain di bibir pantai yang indah, menatap buih lautan yang tak pernah ada habisnya, dan menatap langit biru yang tak ada ujungnya. Ah, aku sudah tidak sabar ingin segera bermain pasir.

"Sunblock?" aku mengecek barang yang akan dibawa oleh Sekar.

"Sudah." Singkat, padat, dan jelas.

"Makanan ringan?"

"Ayolah, di sana banyak penjual makanan," Sekar mulai sewot dengan pertanyaanku.

"Jangan lupakan pakaian renang!"

"Jangan bilang kalau kita bakal berenang! Udah berapa kali gue bilang kalau kita ngga akan berenang. Kita hanya main di sekitar bibir pantai. Hari ini sangat ramai, kita ngga akan bisa berenang, Tania. Pulang dari sini kita bisa berenang sepuasnya. Bukannya di rumah lo ada kolam renang?"

Dari awal, bahkan dari sebelum kami menginjakkan kaki di tanah Bali ini pun Sekar sudah tidak ingin berenang. Berbeda denganku yang dari awal sudah sangat ingin untuk menceburkan diri di pantai yang paling terkenal di Indonesia ini. Sekar, bisakah kau mengerti daku sejenak? Aku sangat ingin berenang di pantai ini. Setidaknya aku ingin melupakan mimpi-mimpiku belakangan ini.

***

Yeay, Pantai! Inilah sebenarnya tujuan utama ku berada di sini. Setelah sekian lama membujuk Sekar untuk berenang di pantai, akhirnya ia tetap tidak mau. Oke, no problem. Setidaknya aku sudah bisa menginjakkan kaki di pantai ini. Mau aku beri tahu sesuatu? Sebenarnya ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di Pulau Dewata ini. So, forgive me if I'm so happy now.

Suasana pagi menjelang siang di pantai ini sangat menghiburku, setidaknya sedikit melupakan masalah kuliahku yang sangat menumpuk di Jakarta. Yah walaupun pantai ini sangat ramai pada hari libur dan ternyata Sekar ada benarnya juga, tapi ini tetap menjadi marvellous place. Aku tengah menyusuri bibir pantai, menatap indah buih buih ombak yang mengenai kakiku, dan menatap jengkel kepada turis turis asing yang berkejaran dengan menggunakan bikini seksi. Huh! Apa tidak ada tempat lain untuk bermesraan selain di pantai ini?

Aku sudah mulai bosan jika harus menyusuri bibir pantai ini terus menerus. Kaki ku sudah hampir patah karena itu, baiklah aku akan berhenti dan mencari dimana Sekar berada. Dan, Ya Ampun! Ponselku dimana? Tuh kan, mulai deh muncul sifatku yang satu ini, suka lupa meletakkan barang. Pernah dulu aku hampir putus asa mencari kunci mobilku. Aku bahkan sudah tiga kali mengeluarkan isi tasku. Dan hasilnya tetap nihil. Aku sudah bertanya kepada semua temanku, dan mereka hanya menggeleng tidak tahu. Sekar, ya, Sekar lah yang menyadarkanku bahwa kunci mobil itu aku titipkan padanya karena aku mau ke toilet dan tas nya aku tinggal di kelas. Astaga! Aku masih sangat muda untuk mengalami kepikunan seperti ini.

Dan sekarang ponselku yang menghilang, bukan menghilang, lebih tepatnya menjadi korban kepikunan ku. Oh ayolah, itu ponsel keluaran terbaru yang baru saja aku beli dengan hasil kerja kerasku selama sebulan. Eh, sebenarnya bukan kerja keras sih, aku hanya berusaha mengumpulkan uang jajanku selama sebulan penuh untuk bisa membeli ponsel keluaran terbaru itu. Ah sudahlah! Lebih baik aku mencari Sekar terlebih dahulu. Siapa tahu ponselku sedang bersamanya.

Itu dia, tidak susah menemukannya di tempat ramai seperti ini, karena dia memiliki rambut yang jarang dimiliki oleh orang lain, yaitu kriting seperti mie dan berwarna cokelat. Sudah berapa kali aku mengatakan padanya untuk me-rebonding rambut kebanggaannya itu, tetapi dia terus saja menolaknya dan berkata bahwa ini adalah kebanggaannya. Oke, kita tidak perlu membahas rambut Sekar terus menerus.

"Lihat ponsel gue ngga?" tanyaku kepada Sekar yang sedang makan mie gelas dengan lahapnya.

"Yaiyalah, ponselnya tadi jatuh pas lo lari ke arah pantai. Makanya gue ambil terus gue simpen. Untung aja lo ke sini sama orang yang baik kayak gue. Kalau nggak? Pasti ponsel baru lo itu sudah lenyap dalam sekejap. Dasar!" Dia menjawab dengan sangat cepat tanpa menggunakan titik ataupun koma. Setelah menjawab pertanyaanku dan mengembalikan ponselku, dia kembali meneruskan kegiatan yang terhenti olehku tadi.

"Wah Sekar, lo memang sahabat terbaik gue dari dulu. Thank you so much."

Aku refleks memeluk Sekar, namun terhenti karena ada yang mengamati kami dari kejauhan. Sebenarnya aku sudah dari tadi melihat dia memandangi kami sebegitu tajamnya. Sekarang dia malah mendekat ke arah kami. Dan bahkan jarak kami hanya tinggal beberapa langkah saja.

"Diana?" tanya seseorang, lebih tepatnya pria tadi. Oh astaga! Lelaki ini tampan sekali. Hidung mancung, alis tebal, mata tajam serta badan sixpack yang sangat jelas terlihat. Hei Tania, sempat sempatnya kamu memikirkan ketampanan pria ini.

"Maaf, lo salah orang. Gue bukan orang yang lo maksud," jawabku dengan senyum paling manis. Ya ampun Tania, masih sempat ya kamu tebar pesona sama orang yang belum kamu kenal ini.

"Oh iya, mungkin gue salah orang. Maaf ya."

Belum sempat aku menjawabnya, Sekar sudah menarikku untuk menjauh dari pria tadi. Dia memang selalu begitu jika melihat orang asing. Aku sendiri tidak habis pikir dibuatnya.

"Cukup Tania, ayo kita balik ke hotel. Lo nggak capek jalan-jalan mulu dari tadi?" Sekar yang sudah mulai bosan dengan pantai dan seisinya ini mengajakku untuk kembali ke hotel. Baiklah, aku juga sudah mulai capek untuk bermain di pantai, masih ada hari esok untuk melihat kembali buih lautan yang memanjakan mata ini.

Jarak hotel dengan pantai yang kami datangi tadi cukup dekat, sehingga dengan berjalan kaki pun sudah cukup untuk menjangkaunya. Selama perjalanan menuju hotel, pikiranku tidak pernah berhenti memikirkan sosok lelaki tadi. Matanya sangat familiar untukku. Hidung dan alisnya mengingatkanku dengan.. Lelaki di mimpiku!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status