Home / Romansa / Forbidden Lover / Chapter 7: Pertemuan Kembali

Share

Chapter 7: Pertemuan Kembali

Author: Romaneskha
last update Last Updated: 2021-03-05 06:25:16

Garis jingga yang menembus dinding kaca membuat Julian terusik. Sejak Ana meninggalkannya begitu saja, Julian memilih merebahkan dirinya di atas satin putih, menenggelamkan wajahnya hingga kadang ia benar-benar tidak bisa bernapas. Ia berharap kenyataan yang baru saja dialaminya, sejenak menjadi mimpi indah, di mana Ana tersenyum padanya. Bukan kata-kata Ana yang mengganggunya, atau tamparan gadis itu yang membuatnya merasa sakit. Tapi, kenyataan Ana menyimpan perasaan marah yang amat besar padanya, itu membuat Julian tidak tenang.

Julian semakin terusik ketika telepon di samping tempat tidurnya berbunyi.

"Ya. Ada apa?" sahut Julian.

"Seseorang ingin menemui Anda, Tuan!"

"Antarkan saja ke kamarku," Julian tidak sanggup lagi berpikir bagaimana mengatakan bahwa ia ingin sendiri sekarang. Ia tak ingin berspekulasi tentang siapa yang datang. Apakah keluarganya, atau teman lamanya. Tidak. Julian tak punya hal-hal seperti itu. Selain Ana, hanya Nara yang tahu keberadaannya. Sudah seharusnya Julian tak menolak siapa pun sekarang, karena tidak akan banyak waktu ia habiskan di Indonesia.

Daun pintu berderak, "Ana!" Julian tampak terkejut.

Ana mencoba tersenyum meski agak canggung, "Maaf, kukira reaksiku tadi terlalu berlebihan. Dan aku hanya ingin memastikan Kakak sudah makan," Ana memperlihatkan sesuatu yang ia bawa. Sebuah kotak makanan.

"Masuklah!" Julian melebarkan daun pintu dan membiarkan Ana masuk ke dalam kamarnya. Julian menyesal tidak menanyakan pada resepsionis soal siapa yang datang. Ia akan berpikir tujuh kali untuk membiarkan perempuan masuk ke wilayah paling pribadi seorang laki-laki. Ada baiknya jika mereka bertemu di lobi saja. Tidakkah perempuan selalu protes jika melihat sesuatu yang berantakan. Dan lebih dari itu, Julian takut orang-orang berprasangka buruk pada Ana, meski status Ana adalah adiknya sendiri.

"Duduklah! Sebentar aku ambil baju dulu!"

Ana mengangguk saja. Ia kemudian meletakkan kotak makanan di meja dan melihat-lihat sekelilingnya. Ada koper hitam di sudut tempat tidur, dari besar koper itu Ana mengira Julian tidak akan bertahan lebih dari tiga hari di kota itu. Dan benar saja, ada sebuah tiket menuju Paris. Lusa Julian akan terbang ke Paris.

"Bagaimana kau bisa tahu aku di sini? Padahal di sini ada puluhan hotel," Julian mengusap wajahnya yang basah.

"Apa aku mengganggu istirahat Kakak?" Ana malah balik bertanya. Seakan-akan Ana tak peduli dengan apa yang dikatakan Julian dan itu membuat Julian melongo.

Julian tertawa kecil, "Kau ini," katanya. Ia kira Ana tak pernah berubah, gadis itu tak bisa fokus dengan suara, dan hanya peduli dengan apa yang ia lihat. Julian berusaha menghilangkan sayu matanya dan membuat Ana percaya bahwa dirinya samasekali tidak terganggu dengan kehadiran Ana.

"Aku tidak tahu kenapa Kakak datang kemari? Tapi, apa tidak terlalu cepat?" tanya Ana lagi. Ada kesedihan yang coba ia sembunyikan dengan senyumnya.

Julian berpaling ke Ana, ia ingin tahu jawaban apa yang diharapkan adik perempuannya itu. Ana yang memperlihatkan sebuah tiket dan menggoyang-goyangkannya.

"Apa yang Kakak lakukan di Paris?"

Kali ini Julian dibuat heran. Ia kira Ana yang menelpon ke kantornya beberapa hari lalu.

"Apa Paris kota yang indah?" tanya Ana lagi. "Apa kau akan mengajakku ke sana?"

Julian diam saja. Ia merasa tak ada yang penting dari dirinya untuk dibahas, dan entah kenapa ia merasa Ana tak benar-benar ingin mendengar jawaban darinya. "Katakan! Apa ada sesuatu?" Itulah yang sebenarnya ingin ditanyakan Julian pada Ana, yang membuatnya datang ke Indonesia. Tapi, jika itu benar-benar bukan Ana, seharusnya Julian bersyukur karena tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada Ana. Julian sampai pada kesimpulan bahwa dia sudah gila dengan kerinduannya selamanya ini, reaksinya terlalu berlebihan hanya karena sebuah telepon. Sia-sia, sejenak kata-kata itulah yang terlintas di benaknya. Namun, kemudian semua itu akan menjadi lebih buruk. Enam tahun tidak cukup untuk memalingkan pikirannya dari Ana. Dan sekali lagi mereka bertemu, Julian mengira tak akan cukup seumur hidup mengeluarkan Ana dari pikirannya.

"Kau ingin ke sana?" Julian menengadah pada Ana yang saat itu berdiri di bawah lukisan abstrak besar yang menempel di dinding kamar hotel.

Ana berpikir sejenak. Ia tak tahu apa ia benar-benar ingin ke Paris. Tapi kemudian Ana menggelengkan kepalanya. "Aku tak mau jauh-jauh dari Vanessa," katanya.

"Tapi, aku akan tetap membawamu ke Paris," sahut Julian.

Mata Ana membulat. Ia melihat Julian beranjak dari tempat duduknya dan menghampirinya. Seketika Julian meraih tangan kanan Ana dan melingkarkan tangan satunya di pinggang Ana. "Tutup matamu!" perintah Julian. "Dengarkan hanya suaraku!" kata Julian lagi.

"Bayangkan kau berada di sebuah restoran yang indah dengan dihujani cahaya lampu jingganya. Seseorang memutar musik, dan seorang pria mengulurkan tangan padamu, memintamu untuk berdansa. Kau mulai menari, menari dengan sangat indah. Semua mata tertuju padamu. Dan orang-orang yang berada luar, di jalanan yang basah karena sisa-sisa hujan, juga bisa melihatmu dari jendela besar restoran itu."

Julian melakukannya. Ia membuat Ana menari dengan mata terpejam. Wanita itu terlihat bahagia dengan senyumnya yang indah. Julian kira Ana mengerti apa yang ia maksudkan, tentang Paris dan keindahannya. Julian sering berhenti di pinggir jalan kemudian menengadah ke sisi jendela kaca besar di sebuah restoran terkenal di Paris. Hanya ada kebahagiaan di sana, yang hanya bisa dilihat Julian dari sudut yang sepi. Sesuatu yang membuatnya pesimis, bahwa ia akan merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan pasangan di atas sana.

Saat itu Julian bisa memandangi Ana dengan leluasa. Rambut cokelat yang tergerai indah, bibir Ana yang merah, bahkan tubuhnya yang putih dan berisi, dibalut dengan sifon berwarna hijau muda yang panjangnya hanya menutupi setengah pahanya, semuanya tak lepas dari perhatian Julian. Bahkan desahan napas hingga denyut nadi perempuan itu, Julian bisa merasakannya. Untuk sesaat Julian bisa menjadi sangat jahat, ia ingin sekali memeluk Ana dan melepaskan hasratnya pada wanita itu.

"Paris yang indah! Aku pasti sudah gila!" pikir Julian yang tiba-tiba saja menghempaskan Ana ke dadanya dan semua tentang Paris tiba-tiba saja runtuh seperti menara Pentagon.

"Ada apa?" tanya Ana heran.

"Sudah hampir malam. Nara dan Vanessa mungkin menunggumu di rumah," kata Julian yang sebenarnya lebih ditujukan untuk dirinya sendiri.

"Tidak apa-apa, aku di sini saja. Boleh, ya!"

Kening Julian mengerut. Kata-kata Ana barusan terdengar seperti rengekan.

"Aku tak percaya kau sudah punya suami dan sudah punya satu anak," ungkap Julian kemudian.

Ana hanya tersenyum mendengarnya. Sepertiga hidupnya adalah dididik oleh Julian. Dan sudah seharusnya Julian bertanggung jawab atas sikap manja Ana hari ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Forbidden Lover    Chapter 53: Epilog (END)

    Namaku Juliana Segovia. Ayahku seorang desainer terkenal dunia, namanya Julian Andreas Segovia. Ibuku, maksudku... ibu tiriku adalah model terkenal bernama Isabel Clara Denova. Sepanjang ingatanku, aku tidak pernah meninggalkan Paris kecuali untuk berlibur. Itu pun terbatas hanya negara-negara di Eropa saja. Tahun ini usiaku 18 tahun, akhir-akhir ini aku sering bertengkar dengan ayah karena urusan laki-laki. Aku dan ayah, kami bertengkar seperti sepasang kekasih. Dia bilang dia cemburu melihatku dengan laki-laki lain yang tak jelas kepribadiannya. Kutanyakan padanya tentang alasannya yang tak masuk akal itu. Tentang untuk apa ia cemburu? Dan dia diam saja. Namun, sehebat-hebatnya pertengkaran kami, aku tidak pernah memenangkan orang lain karena aku tahu ayahku adalah orang yang paling meyayangiku. Dulu, sebenarnya aku tidak berpikir seperti itu. Sampai usia sembilan tahun, ayah jarang b

  • Forbidden Lover    Chapter 52: Good Bye My Love

    "Aku takut," ucap Julian sambil memegang tangan Ana. Julian menciumi tangan itu berkali-kali. Ana, dia tersenyum dengan wajahnya yang pucat. Perempuan itu masih terbaring di tempat tidur di ruang perawatan. Ia sedang menunggu giliran untuk operasi Caesar. "Anak kita akan baik-baik saja," ujarnya. "Tapi, bagaimana denganmu? Apa kau akan baik-baik saja?" tanya Julian dalam hati. "Aku hanya menginginkanmu," tegas Julian seolah-olah tidak peduli pada bayi dalam kandungan Ana. Sampai hari itu ia masih tak ikhlas menerima ada bayi di rahim Ana yang membuat perempuan itu harus menghentikan pengobatan kankernya selama hampir sepuluh bulan. "Julian, sayang! Dengarkan aku," Ana meminta Julian fokus kepadanya. "Berjanjilah padaku kau akan me

  • Forbidden Lover    Chapter 51: Aku, Kamu dan Kita

    "Sampai kapan kau akan merahasiakan ini dari Julian? Apa kau sadar, mempertahankan janin dalam kandunganmu bisa berarti membunuh dirimu sendiri, atau justru membunuh kalian berdua." "Ya. Aku dan bayiku, kami mungkin akan mati bersama, itulah kemungkinan terburuknya," Ana tersenyum. "Tapi, jika aku mati dan dia hidup, maka Julian akan hidup. Dan jika aku membunuhnya sekarang, maka aku, Julian dan bayiku, kami semua akan mati." Akhirnya Ruin mengatakan ia gila berkali-kali. Ana mengakui itu, ia menjadi tidak waras karena cintanya pada Julian. Tempat mereka tinggal sekarang, seperti vila yang berada di tepi danau yang indah. Tempat di mana mereka memupuk mimpi dan berusaha mewujudkannya berdua saja. Namun, saat ini tempat itu tertutup kabut. Gelap dan dingin. Julian bilang tidak apa-apa jika ia harus berada di sana, asalkan bersama Ana.

  • Forbidden Lover    Chapter 50: Pilihan

    Julian naik ke atas tempat tidur."Dari mana saja?" lirih Ana. Dia pura-pura tidak tahu apa yang Julian lakukan di bawah. Kata-kata Julian pada ayah yang tidak sengaja di dengarnya, membuat Ana merasa ngeri sendiri. Sesuatu yang membuat Ana yakin Julian tidak akan baik-baik saja jika suatu saat dirinya pergi. Dan Ana tak tahu harus berbuat apa agar orang itu berubah pikiran.Ruin memang berbohong, tapi Ana jauh lebih tahu tentang kondisi tubuhnya sendiri. Sakit dan perasaan lelah yang sangat, yang lebih banyak ia pendam. Julian tidak menyadari itu. Ana memeluk Julian dan Julian balas memeluknya lebih erat. Sekali lagi Ana berpura-pura tidak tahu, bahwa Julian gelisah dan mencoba meredam isakan tangisnya di bahu Ana. Ana berpura-pura tidak tahu betapa ketakutan akan kehilangan menyergap laki-lakinya sekarang. Ana terpikir satu kali

  • Forbidden Lover    Chapter 49: Bayangan Mengerikan

    "Kamu kelihatannya senang banget?" Julian menarik botol air mineral dari dalam kulkas. Ia menyandarkan pantatnya di meja makan sambil memutar tutup botol."Hari ini pulang cepat, nggak?" tanya Ana.Julian berpikir ada baiknya Ana langsung meminta padanya kalau memang menginginkan dirinya pulang cepat hari itu. Bahkan jika Ana memintanya tetap di rumah, Julian tidak akan menolak. Lagi pula, bukankah jam pulangnya jauh lebih cepat dari yang pernah perempuan itu ingat tentang siapa Julian. Seseorang yang pergi ke kantor di jam Ana remaja masih belum bangun dan pulang ketika Ana sudah terlelap. Sekarang, jadwal pulang terlambat bagi Julian adalah pukul enam sore lewat satu menit dan selebihnya."Memang kenapa?""Orang tua Dokter Ruin mau

  • Forbidden Lover    Chapter 48: Keluarga

    "Ada apa denganmu?" Ana menyentuh sudut mulut Julian. Perlahan jemarinya juga mengusap kening laki-laki itu dan menyingkap rambutnya. "Bagaimana mungkin kau tidur seperti ini?" pikirnya lagi sambil memperhatikan Julian yang terpejam dengan kening berkerut.Julian kelelahan. Tentu saja, ia seperti prajurit yang usai berjuang di medan pertempuran. Kemudian datang pada Ana untuk meluapkan stress dan rasa putus asanya. Ana masih ingat jelas bagaimana ia terengah-engah dan hampir menangis ketika mereka seharusnya berada di puncak kenikmatan."Apa aku terlihat hebat?" tanya Julian sesaat setelah ia bisa mengontrol napasnya lebih baik.Ana tersenyum. Ia kira Julian mencoba bercanda dengannya. Tapi, Julian tidak pintar berakting samasekali. Ana sadar ada yang membebani Julian saat itu. Sesuatu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status