Home / Young Adult / Forever Hours / 6 - What are You Waiting For?

Share

6 - What are You Waiting For?

last update Last Updated: 2021-06-29 10:34:53

Asrama Putri No, 11,

Universitas Galang Udayana, Semarang.

Awal Oktober, 2021.

Tumpukan buku di atas meja belajar tersinari oleh cahaya yang berasal dari jendela. Tirai putih itu bergelombang terkena angin ringan, sesekali menyentuh lembut tumpukan itu. Sebelum akhirnya, sepasang tangan berkulit kuning langsat hendak mengangkatnya.

Akan tetapi, pemilik tangan itu mengurungkan niat. Manik kecoklatan milik Fira berlarian seolah memikirkan sesuatu. Ia lantas melirik benda persegi panjang yang masih terhubung dengan kabel berwarna putih.

Haruskah?

Rautnya tampak menimbang-nimbang. Masih cukup pagi dan Fira sudah dirundung kebimbangan. Dengan setelah celana capri panjang berwarna coklat dan atasan kemeja mocca, gadis itu tampak rapi. Rambutnya juga diikat lebih tinggi yang memberikan kesan agak formal.

Setelah berpikir cukup lama, tangannya kemudian menggapai ponsel pintar itu. Menekan tombol power di sisi kanan sebab kemarin malam ia belum sempat menghidupkan.

Fira mencari sebuah kontak di layar gawainya. Berpikir lagi cukup lama sebelum akhirnya menghela napas panjang dan menekan tombol 'panggil'. Ia mendekatkan ponsel itu ke telinga dengan dada yang bergemuruh. Gadis itu menggigit bibir bawahnya cemas. Meskipun seolah tahu jika jawaban yang ia dapat sama seperti kemarin-kemarin.

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Mohon periksa kemb-"

Fira menarik ponsel dari telinganya dan mematikan sambungan begitu suara operator yang selalu didengarnya itu berbicara. Ia menghela napas lelah. Lantas terduduk begitu saja di kursi meja belajar dengan jemari mengurut pelan pangkal hidungnya.

Bodohnya. Fira tahu apa yang akan ia dapatkan dan tololnya lagi, ia malah terus mencoba hal yang sama. Seolah tahu di depannya ada lubang, ia melewati begitu saja. Tidak peduli jika masuk ke dalam sana. Barulah setelahnya, ia menyesal telah melakukan hal tersebut. Yang paling tidak masuk akal adalah, gadis itu mencoba kembali esok harinya. Seperti tidak belajar dari kemarin.

"Ekhm."

Dehaman itu membuat Fira kalang kabut. Buru-buru ia bangkit kembali hendak mengangkat buku-buku di atas meja untuk dibawa ke kampus. Akan tetapi, sebelum hal itu terjadi, seseorang lebih dulu menahan agar tumpukan buku itu tak dibawa.

"Mau ke mana?" Nadanya terdengar mengintimidasi, seperti seorang ibu yang bertanya pada anaknya.

Fira menggigit bibir bawahnya. "Ke ... kampus." Sudah terbata, terdengar tak yakin pula. Gadis itu tidak tahu apa yang akan dipikirkan April terhadapnya.

"Jam tujuh?" April yang masih mengenakan piyama tidur, rambut sedikit berantakan, pun wajah tak kalah sama, menatap gadis di depannya itu dengan pandangan tak percaya. "Kamu pikir aku nggak tau jadwal kamu hari ini? Jam pertama itu nanti jam sembilan."

"Dosennya majuin jadwal." Sekarang, Fira malah terdengar mencicit. Seolah, ia tak mau lebih lama bersama dengan April, setidaknya untuk saat ini.

Fira hanya takut ditanyai. Terutama soal panggilan yang baru saja ia lakukan.

"Kamu bahkan baru hidupin HP."

Gadis berkemeja mocca itu mulai tahu ke mana arah pembicaraan mereka. Dari sudut matanya, Fira bisa melihat jika April bersedekap.

"Kamu mau ketemu sama Arya?"

Tuhan, itu yang Fira harapkan.

"Andai semudah itu," lirih Fira dengan kepala tertunduk. Pandangannya kosong.

Maniknya jatuh pada tumpukan buku yang masih ia usahakan untuk diangkat. Lantas dibawa dari sana. Entah ke mana. Mungkin pergi ke tempat di mana tak seorang pun bisa melihat ia menumpahkan tangis entah untuk yang keberapa kalinya.

April menyuarakan helaan napas pelan. Sementara matanya menatap khawatir pada Fira, tangan gadis itu menarik temannya menuju ke tepi ranjang. Fira mengikut saja. Lantas keduanya duduk saling berhadapan.

"Aku bukannya nggak suka kalau kamu sama Arya," ucapnya pelan sembari terus menatap Fira yang tertunduk. Sepertinya pijakan di bawah kaki mereka kian menarik. "Tapi kalau kamu nangis terus karena dia nggak bisa dihubungin gitu, sama aja dengan kamu nyiksa diri sendiri. Belum tentu juga kan dia ngelakuin hal yang sama."

"Dia pasti juga rindu, kok." Fira bersuara lagi, tetapi lebih terdengar seperti lirihan tak yakin. Rasa-rasanya, mata memanas, dadanya bergemuruh saat mengatakan hal itu. Bahkan, Fira saja tak yakin dengan ucapan sendiri.

"Tau dari mana?" April terdengar menantang. "Sejak terakhir kali kalian ketemu, dia pernah ngehubungin kamu? Atau setidaknya pernah ngirim pesan singkat?" Jeda sebentar, seolah April hendak melihat ekspresi Fira. Seperti dugaannya, Fira tak bisa menampik. "Nggak pernah."

"Udah berapa lama?"

Fira mendongak, balas menatap April dengan kernyitan bingung. Tak seberapa lama ia akhirnya mengerti, lalu lantas menjawab. "1536 jam. Kira-kira."

"Ra ...." Nada bicara April terdengar memperingatkan.

Gadis berkemeja mocca itu menghela napas panjang. "Dua bulan lebih."

Lelaki itu seperti angin. Kedatangannya tanpa sebuah tanda, tetapi kepergiannya malah menyisakan sesuatu yang sudah terporak-poranda. Hatinya. Berbagai cara telah dicobanya untuk menghubungi Arya. Akan tetapi, sama seperti keberadaannya, bahkan semua akun media sosial lelaki itu bahkan juga ikut lenyap. Seolah, telah membuat kesepakatan cukup lama jika hal tersebut akan terjadi.

April mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Fira. "Ra ... aku cuma mau ngasih tau, Arya mungkin nggak bisa kasih kamu kepastian."

Dadanya terasa dihantam batu besar. Fira meneguk ludah susah payah. Entah mengapa, perkataan itu seperti sebuah kenyataan pahit yang menyedihkan. "Ini masih dua bulan."

"Masih." April menyuarakan tawa hambar. "Terus kamu mau nunggu berapa lama lagi? Lima bulan, sembilan bulan? Atau sepuluh ribu jam kayak yang pernah kalian lalui?"

Fira masih membisu. Diam-diam terus membenarkan ucapan April. Tidak ada yang terdengar salah. Akan tetapi, semua ucapan-ucapan itu terus mengikis pertahanannya. Mulai menggoyah pendirian bahwa harus terus mempertahankan yang sudah ia mulai sejak bertahun lalu.

Sayangnya, hati itu masih terus memegang janji untuk bertahan.

April menghela napas lelah. Masih cukup pagi, ia bahkan belum menggosok gigi. Tapi lidahnya sudah gatal ingin meluapkan wejangan pada sang sahabat. Kurang apa lagi.

"Kamu paham nggak makna seseorang yang pergi, terus ngilang tanpa tau jejaknya?"

"Arya nggak ngilang. Dia bilang, dia di London. Kuliah di sana."

"Kamu bisa pastiin?"

Fira terdiam lagi. Sejujurnya, bahkan ia tak yakin jika Arya-nya benar-benar di sana. Akan tetapi, apakah Arya setega itu berbohong padanya?

"Seseorang menghilang, berarti dia nggak mau diganggu."

Tepat setelah kata itu meluncur, ribuan jarum terasa seperti menusuk dadanya. Disertai dengan tindihan batu besar. Fira merasa perih, sekaligus sesak. Matanya memanas, ingin menangis, tetapi rasanya bahkan tak sanggup.

Apa Arya merindukannya?

Apa Arya pernah sekali saja berpikir tentangnya?

Apa Arya selama ini memang menganggap Fira seperti duri pada batang mawar?

Apa Arya ... mencintainya?

Genggaman di tangannya kian mengerat. April seolah memberikan suntikan semangat lebih banyak. Hal itu terbukti dengan raut April yang tidak segarang tadi-lebih hangat, dengan ulasan senyum tipis.

"Aku paham posisi kamu, Ra. Mungkin kamu bener. Nggak ada salahnya nunggu sampai sepuluh ribu jam itu dulu. Kalau dia juga nggak ada, langkah selanjutnya adalah merelakan. Percuma kalau terus digenggam, kamu yang tersakiti."

Pandangan tertunduk tadi kian mendongak, balas menatap April. Ya, dia akan menunggu. Sampai sebegitu lama. Yang jadi pertanyaan, akankah Fira sanggup?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Forever Hours   43 - If It's Ten Thousand Hours or Forever Hours, I'm Gonna Love You

    Juni, 2025.Di satu waktu, di lengang tempat yang dipenuhi orang-orang saling bercengkerama, seseorang pernah berkata kalau tidak ada akhir bahagia untuk siapa pun juga, semua tetap akan berakhir pada satu tempat, tanah.Dia berkata sembari tertawa ringan, tanpa beban. Padahal kita semua mengetahui bahwa tiap-tiap manusia pasti akan selalu mencari bahagia di sepanjang hidupnya. Jadi, kalau nanti memang sudah waktunya untuk pergi dari dunia, ada rasa tenang ketika tubuh memang benar-benar menyentuh tanah.Kesimpulannya semua memang tidak ada yang akan berakhir mengembirakan, tetapi pasti ada banyak persimpangan jalan yang menyediakan bahagia setelah menempuh terlalu banyak rintangan.Tiga tahun lalu, ketika Arya dan Fira saling berbagi peluk dan tangis haru sebab restu semesta berakhir menjadi temu, kedua insan itu tahu jika bahagia di situ bukanlah bahagia yang paling akhir yang b

  • Forever Hours   42 - It's About to Hold and Never Let You Go

    Juni, 2022.Jemari di genggaman tangan itu terasa dingin dan bergetar. Lorong panjang yang kebanyakan terbuat dari kaca tebal, nyatanya malah membubuhkan terlampau banyak kegelisahan dan gugup di satu waktu yang singkat. Arya Alvaro tahu sendiri, tindakannya untuk kembali ke London terburu-buru bukanlah hal yang pasti akan berakhir baik. Namun, menunda waktu lebih banyak lagi bukan berarti akan menunda hal-hal buruk lainnya.Langkah seseorang di belakangnya berhenti mengayun, mau tak mau memaksa laki-laki itu juga menghentikan langkah. Mereka hanya tinggal sedikit lagi saja, terhalang sebuah pintu kaca, menjemput restu semesta katanya. Akan tetapi, begitu tumitnya berbalik menghadap gadis berkucir itu, Arya merasa kalau kalut sedang membaur bersama dinginnya gugup yang semakin tak keruan saja.Zhafira Freya berdiri memaku di tempat, bahunya merosot sedikit, sepasang mata bermanik kecokelatan itu j

  • Forever Hours   41 - A Chance to Feel A Beauty of Falling

    April - Mei 2022.Langkah yang menjejak pelan mencumbui ubin kayu dengan ritme konstan. Hampir sampai, tetapi kakinya berhenti mengayun tepat di penghujung belokan. Dengan pandangan menunduk, laki-laki itu menatap segenggam kamboja di tangan sembari memangku wajah kelewat riang.Begitu banyak yang terjadi dalam berbulan terakhir. Sejujurnya, Arya tidak tahu bagaimana atau dari mana harus memperbaiki. Berjibun keping hati yang mesti dipasang kembali. Dan di sini Arya menapakkan kaki saat ini, berdiri di ujung lorong dengan asa untuk dapat mencoba mencuri hati lagi."Kamu ngapain di sini, Ya?"Segenggam kamboja buru-buru disembunyikan. Arya tidak punya pilihan lain selain saku celananya sendiri. Sore yang berangin hampir merangkak naik dan laki-laki itu sudah ketahuan meski belum mencuri.Arya Alvaro berdeham singk

  • Forever Hours   40 - Throwback August to Bring Back The Feelings

    April, 2022.Manusia adalah salah satu dari sekian banyak makhluk Tuhan yang aneh. Namun, menurut Arya, manusia tidak aneh. Sama seperti anasir pada umumnya, mereka hanya istimewa. Barangkali disebabkan punya macam-macam perasaan yang hampir sebagian besar berdasarkan pengendalian hati dan pikiran.Hari itu, cuaca berselimut panas menyengat. Bahkan angin yang bertiup saja malah menghantarkan gerah tak main-main. Di sana, di sebuah titik di mana Arya melihat suatu hal yang membuatnya kembali dilanda iri. Ketika langkah-langkah dijejak agak gegabah menuju meja bundar yang terbuat dari semen serta bangku yang terbuat dari kayu akasia, ia merasa sedang sesak napas. Bukan sebab rasa gembira yang terlukis di wajah Randi ketika menyapa teman satu jurusannya, tetapi sebab mimpi yang sedang berusaha dibangun di atas meja bundar itu.Instruktur bangunan dengan banyak lantai, barangkali sebuah perkantoran, a

  • Forever Hours   39 - A Truth About How Can't I Live Without You

    April, 2022.Ketika pertama kali bersemuka dengan gadis bernama Laura Cecilia--di hari ketika langit yang cerah terlampau cepat berubah mendung, serta momen saat kamboja yang rajin ia siangi dan sirami ternyata berakhir mati--Fira tidak membenci atau berpikir akan bersikap antipati kepadanya.Tidak pula di hari itu kala akhirnya ia menampakkan diri, melangkah terlampau anggun di atas rerumputan menuju satu-satunya pohon pinus yang umurnya sudah tua. Setelah sekian lama gosip tak mengenakkan tentang Fira menyebar, gadis setengah Eropa itu menggentaskan untuk duduk bersila bersama Arya dan Fira yang hampir perang dingin di depan kolam ikan yang ganggang hijaunya tak pernah dibersihkan.Mengingat apa saja yang telah Fira lewati, ia berhak untuk marah, benci, atau mengobarkan macam-macam emosi yang menggerogoti sebab janji yang berakhir teringkari. Kalau dipikir, Laura berhak menerima amarah Fira kare

  • Forever Hours   38 - Where Could I Move On to?

    but forgetting someonemay not be as simple as you'd imagine.to get you off my mindis not the same as just hitting delete.i need some timefor the wound to heal a bit.[1]***Maret - April 2022."Fira!" pekik seseorang dari kejauhan. Lantas kemudian, dengan cepat derap-derap langkah yang mencumbui paving block terdengar mendekat. "Fira ..., tunggu." Itu katanya ketika setelah berhenti berlari, memegangi pinggang, dan berusaha mengatur napas yang berantakan.Zhafira Freya mengembuskan napas terlalu panjang dan berat. Ia pusing sebab semalam mengerjakan tugas-tugas dengan tenggat mendadak dan belum cukup tidur. Ia pening dan laki-laki di depannya ini pasti akan berusaha mengacaukan hat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status