Share

5 - Do You Have Any Clue Who's Missing You So Badly?

Tidakkah semuanya terasa begitu menyakitkan;

saat rindu tak kunjung tersampaikan?

Risau mendekap dengan selimut tebal;

padahal di luar sana, badai kemarau mengamuk besar.

Tidakkah kau mau mengurangi beban gelisah,

yang kian merajalela di lubuk dada?

***

SMA 1 Perwira, 

Semarang.

Pertengahan September, 2018.

"Oh, mati!" umpatnya agak keras sembari menepuk dahi.

Di tengah lapangan dengan terik mentari yang merajalela, Fira ditarik-tarik lalu dihentikan mendadak saat teman berwajah orientalnya mungkin mengingat sesuatu. Gadis berkucir tinggi itu menghela napas. "Kenapa lagi?"

April menoleh dengan wajah berkerut khawatir yang tampak kentara. "Gawat, aku belum balikin buku Kimia ke perpustakaan. Tenggatnya hari ini."

"Nggak bisa nanti pulang sekolah?"

April, si gadis yang matanya sudah sipit itu, makin sipit saja. Rambut pendek bergaya bob-nya beterbangan terkena angin yang berembus gerah. Memandang Fira dengan pandangan cemas yang cukup kentara. "Nggak bisa. Cuma buka sampai jam istirahat habis."

Fira menghela napas, menaikkan sebelah alisnya. "Ya udah, sana."

Entah harus bersyukur atau tidak, Fira juga tidak tahu. Bel istirahat baru berbunyi kian menit lalu, April menarik tangannya untuk menemani membeli bakpao isi ayam di salah satu stand kantin yang katanya unlimited. Untungnya, April ingat untuk mengembalikan buku. Fira tak harus menahan pengap berada di kantin.

Akan tetapi, sekarang temannya itu akan meninggalkannya. Seperti April memang suka begitu. Saat pulang sekolah beberapa hari lalu ia juga tak kelihatan batang hidungnya. Andai saja saat hujan itu April bersamanya, mungkin Fira takkan sendirian di halte. Atau harus menahan pengap akibat tawa orang asing yang seolah ingin melesak masuk dalam kehidupannya.

Ah, ngomong-ngomong soal Arya. Lelaki itu tak lagi dilihatnya beberapa hari terakhir. Tepatnya setelah hujan di halte itu. Tidak tahu apakah Fira yang tak melihatnya atau memang Arya yang sengaja tak memunculkan diri.

"Mau nemenin, nggak?"

April membuyarkan Fira. Cepat-cepat ia menoleh dengan pandangan bingung sekaligus menimbang.

Ke perpustakaan? Itu artinya ia akan bertemu Arya? Mungkin sebaiknya tidak saja. Fira tidak siap. Lebih tepatnya, akan selalu tidak siap menubrukkan manik mata dengan milik Arya yang semisterius danau.

"Oh, nggak usah, ya." April berucap cepat. "Aku sendiri aja. Tungguin aku. Di sini atau di kelas juga nggak pa-pa." Gadis berwajah oriental itu memutar tumit menuju kelas, tetapi tak lama wajahnya menoleh lagi pada Fira. "Inget, nanti kita beli bakpaonya. Pokoknya harus beli."

Kemudian, punggung April menjauh pergi. Sesekali Fira dapat melihat jika temannya itu menghentakkan sepatunya ke tanah dengan kesal. Wajar, April sudah membicarakan tentang bakpao itu sejak pagi. Bayangkan harus menahan untuk makan makanan lembut itu lebih lama lagi.

Diam-diam, gadis itu bernapas lega. April tak lagi menariknya. Setidaknya ke perpustakaan itu. Ia tak siap, atau mungkin takkan pernah siap.

Fira memutar tumit, hendak berjalan menuju taman. Semoga saja tidak sangat-sangat ramai mengingat sekarang adalah jam istirahat. Namun, ke mana lagi gadis itu akan pergi? Kelasnya pasti akan begitu sumpek, di tempatnya berdiri sekarang hawanya membakar. Jangan tanyakan kantin, Fira benci berdesakan. Apalagi hanya untuk duduk sendirian di sana seperti orang bodoh.

Akan tetapi, langkahnya terhenti mendadak. Fira hampir terhuyung ke belakang saking kagetnya. Seseorang yang lebih tinggi darinya tiba-tiba berada di sana, seperti hantu. Sayangnya, mungkin hantu tak ada yang serapi itu, apalagi senyumnya.

Ah! Fira merutuki yang terakhir itu.

Gadis itu menghela napas pelan, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdentum hebat. Entah apa artinya, pun Fira tak tahu. Lantas, ia melayangkan tatapan jengah. "Untung aku nggak punya penyakit jantung. Kamu dateng kayak hantu."

Tawanya berderai. Fira bisa melihat jika Arya sampai menyipitkan mata. "Mana ada hantu seganteng gini. Semua hantu di Indonesia itu jelek, pakaiannya lusuh."

Sejujurnya, Fira tak dapat menampik jika ucapan itu benar adanya. Akan tetapi, apakah saat ini waktu yang tepat untuk memamerkan kepercayaan diri?

Gadis dengan rambut dikucir tinggi itu tersenyum tipis, hampir tak terlihat. Lantas berjalan melewati Arya yang senyumnya perlahan memudar bekas sisa tawa. Seperti keputusan awalnya, ia akan pergi ke taman. Jika tak ada bangku yang tersisa, duduk di bawah pohon pun tak apa. Rasanya, kemarau mengamuk hari ini, hendak membakar seluruh pelataran sekolah.

Lihatlah, mengapa lelaki itu datang di saat yang tak terduga? Sudah berapa kali Fira mengatakan di dalam hati kalau ia tak siap, tak siap, entah kapan siap untuk bertemu Arya? Namun ... argh! Skenario apa sebenarnya yang disisipkan semesta di antara mereka berdua?

Dari sudut matanya, ia bisa melihat bahwa Arya mengikutinya. Seperti pacar? Ah, tidak! Jangan berpikir absurd, hei!

Sebenarnya, Fira sedikit penasaran mengapa Arya hari ini menyembunyikan tangannya di balik punggung tegap itu. Biasanya, tangan lelaki itu selalu berada di dalam kantong celana abu-abunya. Apakah ada yang ia sembunyikan?

Sayangnya, gadis itu malah mengharapkan kalau-kalau Arya membawakannya sesuatu. Coklat, es krim, atau air mineral juga boleh. Eh, apa, sih?

Fira mengerutkan bibir sekaligus mengerjab lama. Siapa dia berharap dibawakan hadiah? Haduh.

Langkah-langkah itu tepat berdiri di tempat yang lebih berwarna. Lebih dominan hijau sebab, hampir seluruh lokasi ditumbuhi rumput jenis gajah, pohon ketapang, pohon mangga, juga pohon cemara laut. Tempat paling menakjubkan di SMA 1 Perwira. Itu bagi Fira.

"Oohh, jadi kamu emang rencanain bawa aku ke sini, ngomong berdua biar romantis gitu?" celetuk suara bariton di sebelahnya.

Fira yang baru saja menapaki langkah di bawah pohon cemara lantas menoleh heran. "Kapan aku bilang gitu?" Kedua insan itu lantas saling memutar tumit ke sisi lawannya. Mereka saling berhadapan.

Arya balas menatap heran. Alis tebalnya bertaut. "Enggak, ya? Terus kita ngapain ke sini?"

Gadis itu menghela napas. Tiba-tiba ia pening. Bukan karena April yang seharusnya menarik Fira saja ke perpustakaan, bukan juga sebab Fira tak memilih langsung saja membelah keramaian di kantin untuk langsung membelikan April bakpao, pun bukan pula karena Fira belum memakan bekalnya. Lelaki ini ... seolah bertingkah untuk dipuja, ditakuti, juga untuk dihindari kehadirannya sekaligus saat sekali tatap.

"Aku memang mau ke sini. Seharusnya aku yang nanya, kenapa kamu ngikutin?" Fira menaikkan dagunya sedikit.

Arya tersenyum gugup diiringi dengan kekehan lirih yang terdengar canggung. Manik gelapnya itu berlarian kesana-kemari. Seolah memang memandang langsung pada Fira adalah tanda bahaya. "Aku mau tau nama kamu."

Sungguh tak menyerah lelaki ini ternyata. Dari kemarin tidak habis-habis ingin tahu nama Fira. Gadis itu hanya mengulas senyum tipis sebelum akhirnya helai daun cemara laut di atas mereka berjatuhan. Seperti gumpalan rambut, tetapi lebih tebal.

"Aku masih orang asing, ya?" Bibirnya melengkung sedikit ke bawah. Fira hampir tergelak. Namun ia menahannya dan berakhir mengulas senyum.

Arya mengangguk beberapa kali. "Baiklah. Izinkan orang asing ini mendekatimu agar tak jadi orang asing lagi." Ia tersenyum, tulus. Tak tampak sama sekali gurat geli atau jenaka di wajahnya. "Mohon terima hadiah dari orang asing ini, Nona yang selalu tersenyum."

Dua bunga berwarna dominan merah jambu tersodor di antara keduanya. Bunga kamboja. Kemungkinan diambil dari pohonnya langsung yang berada di antara perpustakaan dan kelas X IPS-1. Hanya di sana satu-satu pohon kamboja di sekolah.

Fira penasaran, mengapa tanaman yang katanya angker itu ditanam di sana. Penasaran juga apakah Arya berasal kelas X IPS-1. Yang lebih penasaran, mengapa Arya malah menghadiahinya bunga kamboja di saat lelaki lain lebih memilih mawar.

Gadis dengan rambut berkucir tinggi itu bingung, tetapi tak urung juga mengulas senyum. Matanya menatap Arya, lalu beralih pada bunganya, begitu beberapa kali. "Kamboja? Apa aku keliatan kayak kuntilanak?"

Derai tawa mengisi ruang di antara mereka. Suasana di taman itu yang tak bisa dikatakan sepi membuat beberapa pasang mata menatap kebingungan. Akan tetapi, Fira masih tak paham apa maksudnya.

Arya membuat Fira menerima dua bunga yang hampir melayu. Gadis itu memandaginya lamat-lamat, sedangkan Arya mengulas senyum sedikit lebar.

"Iya, kamu mirip kuntilanak kalau rambutnya digerai acak-acakan, pake baju putih lusuh, terus melayang-layang," kelakarnya lalu tertawa lagi. Fira hanya memandangi saja sampai Arya selesai dengan tawanya.

"Kamu nggak pernah baca filosofi bunga kamboja, ya?" Arya tersenyum saat maniknya dengan Fira saling bertubrukan. "Atau mungkin kamu taunya cuma, pohon kamboja itu dihuni makhluk halus, contohnya kuntilanak?"

Fira menggeleng sembari mengulum senyum. Itu yang biasa ia dengar dari orang-orang sekitarnya. Gadis itu hanya menyampaikan opini mereka. Lagipula, sedikit aneh juga Fira kurang kerjaan mencari hal itu di internet.

Lelaki jangkung itu mengangguk, tetapi senyumnya malah menunjukkan kegelian. Mungkin tak habis pikir mengenai Fira. "Dalam budaya orang Cina, kamboja itu maknanya cinta. Biasanya mereka memberikan bunga ini untuk mengungkapkan ...."

Keduanya menatap lama, saling menyelami manik milik lawannya.

"... perasaan."

Jantung Fira mungkin berhenti berdetak selama dua detik, lalu memompa darah lebih cepat. Membuatnya agak pening dan sesak napas. Fira kehilangan asupan oksigen yang seharusnya bisa membuat ia berpikir lebih cepat. Membuang muka dari wajah yang sudah mematri senyum yang sialnya malah membuat Fira semakin terpaku.

Tolong ingatkan Fira, apakah masih terlalu cepat untuk jatuh cinta?

Arya melangkah mundur, masih dengan senyum yang tampaknya tak urung meluntur. Tak seberapa jauh, tumitnya lantas memutar, lalu meninggalkan Fira yang masih terpaku dengan tangan menengadah berisi dua bunga Kamboja merah jambu. Kelopaknya tertiup semilir angin, membawa kembali kesadaran Fira.

Tunggu, tadi lelaki itu bilang apa?

Mengungkapkan perasaan?

Anak-anak rambut Fira yang bebas terbang tertiup angin yang entah sejak kapan malah berubah sedikit sejuk. Mengembuskan aroma musim semi yang penuh warna ke dalam dadanya. Gadis itu menunduk, mengadu pandang pada kelopak merah jambu di tangannya. Kedua sudut bibirnya perlahan naik malu-malu.

Fira ingin menggantung harapnya tinggi-tinggi. Setinggi cemara tempat ia bernaung, atau lebih tinggi juga tak apa. Akan tetapi, ia masih takut. Kalau-kalau harapnya terhempas lalu melesak ke dalam tanah, terkubur, dan tak bisa keluar lagi, bagaimana?

Atau kalau-kalau harapnya memang sudah naik, bagaimana jika ternyata Arya hanya sekedar mengatakan filosofi aneh kepadanya?

***

Asrama Putri No. 11

Universitas Galang Udayana, Semarang

Awal Oktober, 2021

Matanya tiba-tiba membuka. Gadis itu terjaga dengan titik-titik keringat yang membasahi dahi. Padahal, telinganya sendiri mendengar dengan jelas jika angin di luar sana tengah mencoba mengguncang pepohonan hingga membuat dedaunan bergemerisik berisik.

Dari balik tirai putih itu, nabastala tampak gelap. Mungkin masih tengah malam. Sayangnya, Fira tak dapat lagi menutup mata akibat mimpi yang berasal dari masa lalu.

Sebenarnya itu bisa disebut mimpi. Sebab, semua itu adalah kejadian nyata di masa dulu. Fira menggigit bibir dalamnya, menatap ranjang di atasnya dengan pikiran mengawang. Mengapa mencoba melepaskan harus selalu diiringi dengan langkah dari masa lalu?

...

Aku terjaga sepanjang malam

Benakku menerawang,

ketika kau berada di dekatku

Apa kau tahu,

siapa yang begitu sangat merindukanmu? 

...[1]

...

Ia beringsut, mendudukkan diri di ranjang dengan selimut krem yang masih menutup tubuh. Kakinya ia tekuk, bersamaan dengan itu, tangannya memeluk lutut.

Fira tidak tahu mengapa tiba-tiba rasa rindu menyakitkan itu menjangkitinya kembali. Seolah, rasa itu berubah menjadi selimut tebal dan memeluk Fira erat-erat-tak membiarkan gadis itu untuk melepas dengan mudah begitu saja.

Helaan napas panjang menguar. Tiba-tiba saja malam terasa begitu sepi. Padahal, jelas-jelas tadi Fira mendengar angin tiba-tiba mengamuk mengguncang pepohonan. Juga, sepertinya April sudah pulas. Ada dengkuran halus yang ia dengar dari ranjang atas.

Fira memeluk dirinya sendiri. Ternyata kamu pergi, nggak sekedar pergi. Kamu ninggalin semua ingatan itu untuk aku tanggung sendiri.

Mengapa ingatan-ingatan itu tak henti menggangunya? Fira seolah punya dosa masa lalu sehingga memori yang seharusnya hanya hantu di sudut pikiran, malah memutari seisi kepalanya. Membayangi lalu membungkusnya dengan selimut yang amat membekukan.

...

Tiap kali aku menutup mata, 

tiap kali kuhendak terlelap,

pikiranku selalu berkelana tentangmu

Aku tak bisa beristirahat,

sebab aku terasa seperti hilang dalam pikiranmu.

...[1]

...

Gadis itu bersandar pada dinding di belakangnya. Mencoba menutup mata perlahan-berharap bisa kembali terlelap. Sayangnya, hal itu sama sekali tak berguna.

Tiap kedipnya terasa sepertinya membawa kepingan puzzle wajah lelaki itu. Wajah yang tak urung pergi dari kepalanya sebab janji sepuluh ribu jam. Terkadang Fira berpikir, apakah pernah sekali saja Arya merindukannya? Atau setidaknya mengingat jikalau dulu mereka pernah sama-sama tersenyum dengan alasan tak masuk konyol?

Lantas, jikalau rindu suatu hari membludak, tak dapat tertampung, pada siapa harus disampaikan? Siapa yang harus dipersalahkan?

...

Kuberharap kau ada di sini,

bersisian denganku walau itu terasa tak mungkin

...[1]

...

Andai saja. Andai berharap semudah angin menjatuhkan dedaunan kering di atas rerumputan, andai berasa semudah membalik telapak tangan, maka akan Fira lakukan.

Ah, tidak! Bukan berharap yang sulit, menunggunya terkabul.

Entah kapan. Mungkin dua detik kemudian, besok, seminggu, sepuluh ribu jam, atau bahkan tak mungkin.

Sayangnya, Fira tak berhenti sampai di situ. Meskipun kepalanya bilang jangan lagi berharap, hatinya diam-diam berbisik pada bintang, menggantung harap di ujung bulan sabit, lagi-lagi bersemoga agar pintanya lekas terkabul.

***

[1] Terjemahan bebas untuk penggalan lirik milik Nanon Korapat - มองกี่ทีก็น่ารัก (Cute Cute), dengan gubahan sedikit olehku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status