“Ma, kamu sadar apa yang kamu lakuin?!”
Yudhistira Hardiyantara berteriak keras pada istrinya. Wajahnya merah padam dengan mata yang memicing tajam. Menatap Larasati dengan sorot penuh amarah.Larasati hanya bergeming. Dia sama sekali tidak merespon suaminya. Telinganya seketika menjadi tuli dan matanya hanya fokus pada layar televise di depannya. Yudhistira mengembuskan napas dengan kasar. Terdengar keras seolah memberitahukan pada dunia jika dirinya kini tengah tengah tidak bercanda.“Ma, kamu tahu apa yang kamu lakukan itu bisa merusak bisnis yang sudah kubangun dari nol. Kenapa kamu tidak bisa duduk diam dengan manis dan beremu dengan perempuan-perempuan sosialita itu?!”Larasati berdecak. Sungguh, Yudhistira saat ini benar-benar menyebalkan. “Aku sudah tidak mau berkumpul dengan orang-orang rendahan itu.”“Orang rendahan katamu?”Mata Yudhisti
“Amazing. Wow. Kamu memanfaatkan media dengan baik. bahkan, hei, lihat komentar-komentar di setiap video maupun artikel yang mengaitkan tentang dirimu. Isinya nyaris semuanya bagus semua. Kamu … benar-benar luar biasa, Fafa.”Frada bisa mendengar suara Ghina yang berdecak puas. Ia sudah memperkirakannya jika gadis itu pasti akan meresponnya demikian.Hal yang paling Ghina sukai ketika Frada melakukan pembalasan adalah, berbalik menyerang dengan menggunakan media sama yang telah digunakan musuh.“Tapi, Fa. Kamu mendapatkan dari mana orang-orang itu? Apakah kamu menyuap mereka?”Menyuap?Ayolah, Frada tak sepicik itu. meskipun ia bisa melakukannya namun jika bukan keadaan yang begitu mendesak, Frada tak akan menggunakan cara kotor hanya untuk menjalankan rencananya.“Tidak. Temanku meminjamkan mereka.”“Teman? Kamu masih mempunyai teman di sana?”G
Frada menoleh kea rah Yumna sekejap sebelum berjalan menuju balkon. Dia menghindari telinga sahabatnya itu. mengingat katanya Yumna tak ingin mendengar apapun tentang kakaknya. Dan Yumna tengah menerima telepon dari orang itu.“Iya, Kak. Yumna berada di sini,” jawan Frada setelah jantungnya tenang.“Syukurlah. Apakah kamu bisa membujuknya ntuk keluar dan pulang? Saya akan segera ke sana.”Frada malah gelagapan sendiri. Noval mau kemari? Tapi penampilan Frada saat ini sangat berantakan. Make up-nya sudah tidak terpasang di wajah dan dia juga telah mengenakan piyama.Namun ….Hei! Sadarlah Frada Adelia!Noval mau ke sini untuk menjemput adiknya! Untuk apa kamu ribut mengurusi penampilanmu yang tak akan digubris olehnya?!“Halo, Rada. Apakah kamu masih di sana?” tanya Noval setela lama tak mendengar jawaban darinya.“Ah … oh itu
“Nilai saham perusahaan sudah merosot sampai dua puluh persen, Tuan Muda.”Lelaki itu hanya menyeringai setelah mendengar laporan dari bawahannya. Memaikan lidah di dalam mulut, tatapan matanya yang tajam disertai dengan senyum bengis bak iblis, mampu membuat bulu kuduk orang-orang di sekitanya meremang.“Apakah ayahku sudah melakukan sesuatu?”“Sejauh ini beliau hanya berusaha menarik investor dan membereska masalah-masalah terkait isu masalalunya yang dikulik oleh media.”“Lelaki tua itu, sama sekali belum mau menyerah, ya?”Dasar.Padahal memiliki dua anak lelaki yang telah dewasa, mengapa tidak menyerahkan perusahaan kecil itu pada salah satu dari mereka? Ayahnya itu sudah tua. Rambutnya bahkan sebagian telah memutih. Seharusnya Yudhistira tahu kapan dia akan berhenti. Ck!Arkana Hardiyantara berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju jendela
“Siapa kau?” tanya salah satunya.“Ah, bukankah kau Tuan Muda Hardiyantara?” Arkana menoleh pada asal suara yang menyebutkan namanya.“Kau mengenalku?”“Ya. Ada urusan apa Anda datang kemari?”Arkan tak lekas menjawab, hanya mengamati dua orang yang masih saja berdiri menghadangnya. Padahal mereka tahu siapa dia, bukankah harusnya menyingkir dan memberinya jalan?“Adikku tinggal di sini. Aku hanya ingin menemuinya. Apa ada masalah?”“Tentu saja masalah. Anda ingin menemuinya di jam fajar seperti ini? Seperti yang dirumorkan, Anda benar-benar tak tau tata karma, Tuan Muda Arkana.”Satu suara datang menjawab pertanyaan yang tadi dia ajukan pada dua pengawal itu. mereka bertiga serontak menoleh dan menemukan Noval tengah berjalan menghampiri mereka.Kedua pengawal itu menunduk sejenak sebelum berjalan menja
Arkana Hardiantara.Noval mengejanya dalam keremangan. Perasaannya mendadak tak enak. Entah mengapa, Noval merasa kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.Mendengus, Noval merebahkan kembali punggunya ke atas sofa. Tubuhnya letih. Seharian penuh ia harus bekerja namun sekarang ia malah begadang sebab mencemaskan adiknya yang tertidur di tempat kurang aman.Huh….Noval tak bisa membiarkan apapun menyakiti Yumna. Tidak lagi. Ia tak akan kecolongan kembali. Sebisa mungkin, Noval akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjaga adiknya. Salah satu sumber kabahagiaannya.“Kak Noval, aku mendengar keributan tadi.”Noval menolehkan kepalanya. Frada turun mengenakan gaun tidur. Cukup seksi. Bahkan dalam keremangan inipun, entah mengapa lekuk tubuhnya cukup jelas di pancaindera. Tapi meskipun begitu, bagi Noval, Frada hanyalah anak seumuran adiknya. Tak akan bisa membangkitkan nafsunya.
"Ugh." Frada memuntahkan isi perutnya. Rasanya sama sekali tidak enak.Pecah.Rasa-rasanya kepala Frada kini tengah ditikam oleh beribu jarum. Begitu pening dan menyakitkan. Ini pasti akibat dari menenggak minuman laknat itu.Hish, sebenarnya, apa sih yang dipikirkannya sampai-sampai mengonsumsi secara berlebihan? Padahal Frada bukanlah orang tipekal macam itu.Dia memang peminum namun tak sampai akan membuatnya mabuk hingga kehilangan akal.“Sudah baikan?” Yumna menunggu dibalik pintu toilet. Sahabatnya itu nampak cemas.Frada mengangguk, “iya. Lumayan.”Yumna menggiring Frada menuju sofa lantas menyerahkan satu gelas mug berisi jahe hangat untuk meredakan mabuk Frada. Dia sudah menyiapkan beberapa menit sebelum Frada bangun dan muntah-muntah. Kepulan asap menghiasi dan itu begitu menggoda untuknya.“Terima kasih.” Frada segera meraih gelas itu dan menyesap
Noval Adriyansyah sudah bertunangan.Itu adalah informasi yang Frada dapatkan dari Yumna. Adik Noval sekaligus sahabatnya. Tak mungkin kabar itu melenceng. Ia menyadari itu. Tentu saja. Makanya hatinya saat ini serasa ditusuk oleh puluhan ribu jarum. Sakit. Teramat sangat.Frada menyeka air matanya. Dua hari telah berlalu namun bayang-bayang kata-kata Yumna waktu itu masih saja melekat dan membuatnya perih.Oh, Tuhan! Mengapa dari dulu hingga sekarang Kau tak pernah membiarkannya bahagia sesuai dengan pilihan hatinya?!Tok! Tok!“Mbak Frada. Pak Agung sudah datang.” Frada menoleh pada asal suara. Seseorang dari balik pintu memberitahu sekaligus peringatan, bahwa ini bukan waktunya untuk bersedih dan menangisi laki-laki.Ya, Frada harus lekas bangkit. Untuk apa ia sampai harus menangisi pria yang bahkan tak pernah menaruh hati padanya?Lucu. Benar-benar lucu. Apalagi ketika menyadari
[Muncul saksi baru terkait penyiksaan yang dialami oleh Frada Adelia ketika masih kecil. Saksi berikut merupakan dua mantan pekerja di kediaman Hardiyantara. Saat ini, pihak Hardiyantara tengah mengupayakan jangan tengah berupa mediasi.]PYAR!Seketika, layar televise yang tengah memberitakan perihal masalahnya telah mati dan rusak sepenuhnya. Serpihan pecahan beling gelas juga kaca pelindung televise berhamburan. Para pembantu yang melihat kejadian itu hanya bergidik malang. ‘Yah, padahal itu adalah televise ketiga yang baru saja dipasang.’Begitulah kira-kira ungkapan hati mereka. Betapa tidak, barang mahal yang baru dibeli kini sudah rusak total berkat ulah sang nyonya. Larasati Hardiyanta menggeram marah. Berani-beraninya anak haram itu membalasnya telak! Seharusnya anak tak tau diri itu hanya diam dan menonton. Lalu mendengar dunia menghujatnya.Argh! Kini posisinya berbalik. Media dan masyarakat yang semula simp