Share

BAB 7

“Aku sudah melihat beritanya,” ujar Yumna. menyesap Americano dingin miliknya. Matanya menelisik Frada dalam. 

Gadis yang baru saja datang kembali ke Indonesia itu memasang wajah datar dan cenderung tak peduli. “Apakah kamu memang memiliki hubungan yang buruk dengan keluargamu?”

Frada menghela napas dalam. Dia meletakkan Moccacino miliknya ke atas meja. Menyandarkan punggung pada dahan kursi, matanya mengedar sekitar di café ini. café terakhir di mana Frada berkunjung dengan Yumna. Tepatnya dua hari yang lalu.

“Rada?” tanya Yumna kembali. seperti sudah tak sabar mendengar jawabn orang yang katanya sahabatnya ini.

“Seperti itulah.” Frada memasang wajah datar. Apalagi ketika mendapati beberapa tatapan yang mengarah aneh padanya. Tentu saja, wajahnya sudah menjadi trending selama beberapa hari negeri ini. Sudah tak terhitung banyaknya berita yang bermunculan selama dua hari ini. bahkan infotaimen di televise pun juga turut memberitakannya.

“Jadi apakah benar jika kamu adalah … anak haram?” Yumna bertanya hati-hati. Dari wajahnya jelas terlihat kalau gadis itu nampak canggung dan tak enak.

Frada menyeraingai. Dulu Yumna tak pernah membahas hal seperti ini, karena Yumna sudah tahu segalanya tentangnya. Hanya saja, sekarang Yumna bagaikan orang asing juga untuknya. Ingatan perempuan itu yang tereset setiap tahun mungkin juga mengubah cara pandang gadis itu. 

“Iya. Benar. Apa kamu merasa terganggu?” Mata Frada berpendar sinis. 

Yumna menghela napas dalam. Ada kelegaan yang terpancar. Frada sampai bingung. Kenapa?

“Aku nggak merasa terganggu. Bagiku semua anak itu sama. Akan menjadi manusia yang selalu berbuat salah. Jadi tidak ada bedanya anak haram dan bukan.”

Mata Frada sekejap melemah. Awalnya mungkin hatinya terlalu menerka dan berprasangka. Ia berpikir jika Yumna bisa saja telah berubah. Frada salah. Salah besar. Biarpun ingatan Yumna tentangnya telah terhapus, Yumna masihlah Yumna ia kenal. Seorang gadis yang tidak akan termakan dengan omongan orang.

“Terima kasih.”

Frada kembali menikmati Amricano miliknya. Tangannya mengulur mengambil jamur crispy yang mereka pesan bersamaan kopi.

“Untuk apa?”

“Karena kamu masih melihatku dengan pandangan yang sama.”

“Aneh.” Yumna tidak mengerti maksud Frada. Namun lebih memilih untuk tidak menggubrisnya. “Apakah kamu membutuhkan bantuanku untuk menyelesaikan ini?”

Alis Frada terangkat sebelah. Meletakkan kembali minumannya dan menelan jamur yang tengah dikunyah. “Kamu … ingin memberikan bantuan?”

Yumna mengangguk pasti. “Tidak banyak sih. Tapi aku kenal beberapa asisten rumah tangga di kediaman itu. mereka adalah salah satu orang tua murid di sekolah.”

“Orang tua murid?” Frada bingung. Bukankah tempat Yumna mengajar adalah taman kanak-kanak khusu untuk orang-orang elit?

“Iya. Sekitar dua puluh anak. Apa kamu mau kukenalkan? Mungkin mereka bisa menjadi bantuan untukmu.”

“Yumna, aku hanya ingin bertanya.”

Yumna mengangguk dan memperhatikan dengan seksama. Kira-kira apa yang hendak Frada katakan sampai memasang wajah seperti itu?

“Bukankah sekolah di mana kamu mengajar itu khusus untuk anak-anak yang mampu?”

Yumna menggeleng spontan. Dan Frada malah menjadi takjub. Padahal gedung dan infratukstur taman kanak-kanak itu sangat lengkap dan terkesan … mewah. 

Bukan apa-apa. Frada sudah lama tinggal di luar negeri dan kenalannya dari kalangan atas itu cukup banyak. Jadi Frada tahu mana sekolah yang memang untuk anak-anak mampu dan kalangan biasa. 

“Kamu bingung, ya?” Yumna tertawa. “Tapi itu memang sekolah untuk umum, kok. semua kalangan. Memang ada beberapa anak yang berasal dari keluarga berada. Bamun lebih banyak di dominasi oleh keluarga yang berada dalam garis menengah ke bawah.”

“Ah, begitu. Namun … untuk menjalankan fasilitas semua itu bukankah mengharuskan mendapatkan dukungan dan support dari orang tua?”

“Memang ada beberapa orang tua yang ikut menjadi donatur di sekolah. Namun tak lebih dari tiga persen dana. Aku tak mau mengambil banyak dari mereka. karena … jika aku mengambilnya begitu saja, mereka akan meminta hal yang lebih mahal. Cukup Kak Noval yang menjadi donator terbesar.”

“Hah? Kak Noval? Apa jangan-jangan itu sekolah milikmu sendiri?"

Yumna mengangguk dan Frada semakin ternganga. Memang tak perlu ditanyakan mengenai kekayaan keluarga Yumna. Seharusnya Frada tak perlu kaget. Namun tetap saja, mendengar semua itu membuatnya takjub.

“Pasti tidak mudah kan untuk menjalankan sekolah itu?”

“Tidak, Kak Noval dan Kak Lisa membantuku.” Ah, iya. Yumna memiliki keluarga yang mendukungnya. “Tapi bukankah lebih sulit untuk mengatur banyak butik di beberapa Negara sekaligus, Da?”

“Tak sesulit itu. aku mempunyai orang yang mendukung dan membantuku,” jawab Frada sembali mengingat Ghina dan keluarganya.

“Benarkah? Apakah itu laki-laki?”

Frada lantas menggeleng. Mana mungkin? “Tidak. Dia seorang wanita. Sama sepertimu, dia juga sahabat baikku.”

“Benarkah? Aku harus bertemu dengannya.”

“Tentu dia akan—“

BYUR!

Seseorang menyiramnya dengan minuman. Frada bisa merasakan aroma jeruk segar dari air itu. rasa dingin jelas terasa pada ulit kepala dan juga wajanya. Namun hatinya justru memanas di saat bersama.

“Apa-apaan kamu? Main nyiram orang, hah!” Yumna menyentak marah.

Frada mengusap wajahnya dengan tisu yang diberikan oleh Yumna. Perempuan itu hendak mengarah ke orang yang membuat masalah. Frada mencekal tangannya. Lantas menggeleng sebagai sirat untuk perlu melakukan apapun.

“Gue cuman mau nyiram sama dosa yang seharusnya nggak perlu ada,” suara itu adalah suara seorang wanita. 

Frada menyeringai. Dia mengambil gelas amricano miliknya dan berdiri. Menyerimkan cairan itu tepat beberapa detik setelahnya.

Wanita yang memiliki tinggi tubuh yang lebih pendek darinya. Itu adalah keuntungan bagi Frada. Karena intimidasi yang akan ia layangkan jelas lebih mengerikan.

Orang-orang di sekitar mereka berteriak heboh lalu mengeluarkan ponsel. Frada tak menghiraukan. Mau di upload ke media social sekalipun, Frada ta pedulli. Toh juga wajahnya sudah dikenal oleh banyak orang.

“Apa-apaan lo? Seenaknya basahin baju orang. Lo nggak tau berapa harganya? Huh!”

Frada tertawa kecil mendengar gerutuan itu. Harga baju? Ayolah, pakaian yang dikenakan Frada sekarang jauh lebih mahal dari itu.

“Kenapa? Apa kamu meminta ganti rugi? Baiklah, saya akan memberikannya.”

“Nggak perlu. Gue nggak miskin kayak nyokap lo sampai godain suami orang!”

Frada mengepalkan tangannya. Pandangannya menajam seketika. Perempuan itu melangkahi garis yang tidak perlu untuk didatangi.

“Oh iya? Mari kita lihat, apakah beneran lo orang yang memiliki harga diri setinggi itu?”

Kata-kata Frada berembus bagaikan ancaman. 

“Si—siapa takut?” Ada getar di suara itu.

“Oke. Let’s start the game.” Frada menyeringai angkuh. Lalu meninggalkan café itu bersama Yumna. “Yumna, aku menerima bantuan darimu."

Di kepala Frada sudah terancang sebuah rencana. Dia sudah menahan diri selama dua hari. Lantas sepertinya orang-orang mulai meremehkannya. Frada bersumpah untuk tidak akan membiarkan orang-orang itu mengejeknya.

“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Yumna penasaran.

Frada menoleh sekilas dan memberikan senyum misterius. “Entahlah. Tunggu dan lihat saja pertunjukkan apa yang akan kubuat.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status