“Aku sudah melihat beritanya,” ujar Yumna. menyesap Americano dingin miliknya. Matanya menelisik Frada dalam.
Gadis yang baru saja datang kembali ke Indonesia itu memasang wajah datar dan cenderung tak peduli. “Apakah kamu memang memiliki hubungan yang buruk dengan keluargamu?”Frada menghela napas dalam. Dia meletakkan Moccacino miliknya ke atas meja. Menyandarkan punggung pada dahan kursi, matanya mengedar sekitar di café ini. café terakhir di mana Frada berkunjung dengan Yumna. Tepatnya dua hari yang lalu.“Rada?” tanya Yumna kembali. seperti sudah tak sabar mendengar jawabn orang yang katanya sahabatnya ini.“Seperti itulah.” Frada memasang wajah datar. Apalagi ketika mendapati beberapa tatapan yang mengarah aneh padanya. Tentu saja, wajahnya sudah menjadi trending selama beberapa hari negeri ini. Sudah tak terhitung banyaknya berita yang bermunculan selama dua hari ini. bahkan infotaimen di televise pun juga turut memberitakannya.“Jadi apakah benar jika kamu adalah … anak haram?” Yumna bertanya hati-hati. Dari wajahnya jelas terlihat kalau gadis itu nampak canggung dan tak enak.Frada menyeraingai. Dulu Yumna tak pernah membahas hal seperti ini, karena Yumna sudah tahu segalanya tentangnya. Hanya saja, sekarang Yumna bagaikan orang asing juga untuknya. Ingatan perempuan itu yang tereset setiap tahun mungkin juga mengubah cara pandang gadis itu. “Iya. Benar. Apa kamu merasa terganggu?” Mata Frada berpendar sinis. Yumna menghela napas dalam. Ada kelegaan yang terpancar. Frada sampai bingung. Kenapa?“Aku nggak merasa terganggu. Bagiku semua anak itu sama. Akan menjadi manusia yang selalu berbuat salah. Jadi tidak ada bedanya anak haram dan bukan.”Mata Frada sekejap melemah. Awalnya mungkin hatinya terlalu menerka dan berprasangka. Ia berpikir jika Yumna bisa saja telah berubah. Frada salah. Salah besar. Biarpun ingatan Yumna tentangnya telah terhapus, Yumna masihlah Yumna ia kenal. Seorang gadis yang tidak akan termakan dengan omongan orang.“Terima kasih.”Frada kembali menikmati Amricano miliknya. Tangannya mengulur mengambil jamur crispy yang mereka pesan bersamaan kopi.“Untuk apa?”“Karena kamu masih melihatku dengan pandangan yang sama.”“Aneh.” Yumna tidak mengerti maksud Frada. Namun lebih memilih untuk tidak menggubrisnya. “Apakah kamu membutuhkan bantuanku untuk menyelesaikan ini?”Alis Frada terangkat sebelah. Meletakkan kembali minumannya dan menelan jamur yang tengah dikunyah. “Kamu … ingin memberikan bantuan?”Yumna mengangguk pasti. “Tidak banyak sih. Tapi aku kenal beberapa asisten rumah tangga di kediaman itu. mereka adalah salah satu orang tua murid di sekolah.”“Orang tua murid?” Frada bingung. Bukankah tempat Yumna mengajar adalah taman kanak-kanak khusu untuk orang-orang elit?“Iya. Sekitar dua puluh anak. Apa kamu mau kukenalkan? Mungkin mereka bisa menjadi bantuan untukmu.”“Yumna, aku hanya ingin bertanya.”Yumna mengangguk dan memperhatikan dengan seksama. Kira-kira apa yang hendak Frada katakan sampai memasang wajah seperti itu?“Bukankah sekolah di mana kamu mengajar itu khusus untuk anak-anak yang mampu?”Yumna menggeleng spontan. Dan Frada malah menjadi takjub. Padahal gedung dan infratukstur taman kanak-kanak itu sangat lengkap dan terkesan … mewah. Bukan apa-apa. Frada sudah lama tinggal di luar negeri dan kenalannya dari kalangan atas itu cukup banyak. Jadi Frada tahu mana sekolah yang memang untuk anak-anak mampu dan kalangan biasa. “Kamu bingung, ya?” Yumna tertawa. “Tapi itu memang sekolah untuk umum, kok. semua kalangan. Memang ada beberapa anak yang berasal dari keluarga berada. Bamun lebih banyak di dominasi oleh keluarga yang berada dalam garis menengah ke bawah.”“Ah, begitu. Namun … untuk menjalankan fasilitas semua itu bukankah mengharuskan mendapatkan dukungan dan support dari orang tua?”“Memang ada beberapa orang tua yang ikut menjadi donatur di sekolah. Namun tak lebih dari tiga persen dana. Aku tak mau mengambil banyak dari mereka. karena … jika aku mengambilnya begitu saja, mereka akan meminta hal yang lebih mahal. Cukup Kak Noval yang menjadi donator terbesar.”“Hah? Kak Noval? Apa jangan-jangan itu sekolah milikmu sendiri?"Yumna mengangguk dan Frada semakin ternganga. Memang tak perlu ditanyakan mengenai kekayaan keluarga Yumna. Seharusnya Frada tak perlu kaget. Namun tetap saja, mendengar semua itu membuatnya takjub.“Pasti tidak mudah kan untuk menjalankan sekolah itu?”“Tidak, Kak Noval dan Kak Lisa membantuku.” Ah, iya. Yumna memiliki keluarga yang mendukungnya. “Tapi bukankah lebih sulit untuk mengatur banyak butik di beberapa Negara sekaligus, Da?”“Tak sesulit itu. aku mempunyai orang yang mendukung dan membantuku,” jawab Frada sembali mengingat Ghina dan keluarganya.“Benarkah? Apakah itu laki-laki?”Frada lantas menggeleng. Mana mungkin? “Tidak. Dia seorang wanita. Sama sepertimu, dia juga sahabat baikku.”“Benarkah? Aku harus bertemu dengannya.”“Tentu dia akan—“BYUR!Seseorang menyiramnya dengan minuman. Frada bisa merasakan aroma jeruk segar dari air itu. rasa dingin jelas terasa pada ulit kepala dan juga wajanya. Namun hatinya justru memanas di saat bersama.“Apa-apaan kamu? Main nyiram orang, hah!” Yumna menyentak marah.Frada mengusap wajahnya dengan tisu yang diberikan oleh Yumna. Perempuan itu hendak mengarah ke orang yang membuat masalah. Frada mencekal tangannya. Lantas menggeleng sebagai sirat untuk perlu melakukan apapun.“Gue cuman mau nyiram sama dosa yang seharusnya nggak perlu ada,” suara itu adalah suara seorang wanita. Frada menyeringai. Dia mengambil gelas amricano miliknya dan berdiri. Menyerimkan cairan itu tepat beberapa detik setelahnya.Wanita yang memiliki tinggi tubuh yang lebih pendek darinya. Itu adalah keuntungan bagi Frada. Karena intimidasi yang akan ia layangkan jelas lebih mengerikan.Orang-orang di sekitar mereka berteriak heboh lalu mengeluarkan ponsel. Frada tak menghiraukan. Mau di upload ke media social sekalipun, Frada ta pedulli. Toh juga wajahnya sudah dikenal oleh banyak orang.“Apa-apaan lo? Seenaknya basahin baju orang. Lo nggak tau berapa harganya? Huh!”Frada tertawa kecil mendengar gerutuan itu. Harga baju? Ayolah, pakaian yang dikenakan Frada sekarang jauh lebih mahal dari itu.“Kenapa? Apa kamu meminta ganti rugi? Baiklah, saya akan memberikannya.”“Nggak perlu. Gue nggak miskin kayak nyokap lo sampai godain suami orang!”Frada mengepalkan tangannya. Pandangannya menajam seketika. Perempuan itu melangkahi garis yang tidak perlu untuk didatangi.“Oh iya? Mari kita lihat, apakah beneran lo orang yang memiliki harga diri setinggi itu?”Kata-kata Frada berembus bagaikan ancaman. “Si—siapa takut?” Ada getar di suara itu.“Oke. Let’s start the game.” Frada menyeringai angkuh. Lalu meninggalkan café itu bersama Yumna. “Yumna, aku menerima bantuan darimu."Di kepala Frada sudah terancang sebuah rencana. Dia sudah menahan diri selama dua hari. Lantas sepertinya orang-orang mulai meremehkannya. Frada bersumpah untuk tidak akan membiarkan orang-orang itu mengejeknya.“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Yumna penasaran.Frada menoleh sekilas dan memberikan senyum misterius. “Entahlah. Tunggu dan lihat saja pertunjukkan apa yang akan kubuat.”“Ma, kamu sadar apa yang kamu lakuin?!”Yudhistira Hardiyantara berteriak keras pada istrinya. Wajahnya merah padam dengan mata yang memicing tajam. Menatap Larasati dengan sorot penuh amarah.Larasati hanya bergeming. Dia sama sekali tidak merespon suaminya. Telinganya seketika menjadi tuli dan matanya hanya fokus pada layar televise di depannya.Yudhistira mengembuskan napas dengan kasar. Terdengar keras seolah memberitahukan pada dunia jika dirinya kini tengah tengah tidak bercanda.“Ma, kamu tahu apa yang kamu lakukan itu bisa merusak bisnis yang sudah kubangun dari nol. Kenapa kamu tidak bisa duduk diam dengan manis dan beremu dengan perempuan-perempuan sosialita itu?!”Larasati berdecak. Sungguh, Yudhistira saat ini benar-benar menyebalkan. “Aku sudah tidak mau berkumpul dengan orang-orang rendahan itu.”“Orang rendahan katamu?”Mata Yudhisti
“Amazing. Wow. Kamu memanfaatkan media dengan baik. bahkan, hei, lihat komentar-komentar di setiap video maupun artikel yang mengaitkan tentang dirimu. Isinya nyaris semuanya bagus semua. Kamu … benar-benar luar biasa, Fafa.”Frada bisa mendengar suara Ghina yang berdecak puas. Ia sudah memperkirakannya jika gadis itu pasti akan meresponnya demikian.Hal yang paling Ghina sukai ketika Frada melakukan pembalasan adalah, berbalik menyerang dengan menggunakan media sama yang telah digunakan musuh.“Tapi, Fa. Kamu mendapatkan dari mana orang-orang itu? Apakah kamu menyuap mereka?”Menyuap?Ayolah, Frada tak sepicik itu. meskipun ia bisa melakukannya namun jika bukan keadaan yang begitu mendesak, Frada tak akan menggunakan cara kotor hanya untuk menjalankan rencananya.“Tidak. Temanku meminjamkan mereka.”“Teman? Kamu masih mempunyai teman di sana?”G
Frada menoleh kea rah Yumna sekejap sebelum berjalan menuju balkon. Dia menghindari telinga sahabatnya itu. mengingat katanya Yumna tak ingin mendengar apapun tentang kakaknya. Dan Yumna tengah menerima telepon dari orang itu.“Iya, Kak. Yumna berada di sini,” jawan Frada setelah jantungnya tenang.“Syukurlah. Apakah kamu bisa membujuknya ntuk keluar dan pulang? Saya akan segera ke sana.”Frada malah gelagapan sendiri. Noval mau kemari? Tapi penampilan Frada saat ini sangat berantakan. Make up-nya sudah tidak terpasang di wajah dan dia juga telah mengenakan piyama.Namun ….Hei! Sadarlah Frada Adelia!Noval mau ke sini untuk menjemput adiknya! Untuk apa kamu ribut mengurusi penampilanmu yang tak akan digubris olehnya?!“Halo, Rada. Apakah kamu masih di sana?” tanya Noval setela lama tak mendengar jawaban darinya.“Ah … oh itu
“Nilai saham perusahaan sudah merosot sampai dua puluh persen, Tuan Muda.”Lelaki itu hanya menyeringai setelah mendengar laporan dari bawahannya. Memaikan lidah di dalam mulut, tatapan matanya yang tajam disertai dengan senyum bengis bak iblis, mampu membuat bulu kuduk orang-orang di sekitanya meremang.“Apakah ayahku sudah melakukan sesuatu?”“Sejauh ini beliau hanya berusaha menarik investor dan membereska masalah-masalah terkait isu masalalunya yang dikulik oleh media.”“Lelaki tua itu, sama sekali belum mau menyerah, ya?”Dasar.Padahal memiliki dua anak lelaki yang telah dewasa, mengapa tidak menyerahkan perusahaan kecil itu pada salah satu dari mereka? Ayahnya itu sudah tua. Rambutnya bahkan sebagian telah memutih. Seharusnya Yudhistira tahu kapan dia akan berhenti. Ck!Arkana Hardiyantara berdiri dari kursinya. Dia berjalan menuju jendela
“Siapa kau?” tanya salah satunya.“Ah, bukankah kau Tuan Muda Hardiyantara?” Arkana menoleh pada asal suara yang menyebutkan namanya.“Kau mengenalku?”“Ya. Ada urusan apa Anda datang kemari?”Arkan tak lekas menjawab, hanya mengamati dua orang yang masih saja berdiri menghadangnya. Padahal mereka tahu siapa dia, bukankah harusnya menyingkir dan memberinya jalan?“Adikku tinggal di sini. Aku hanya ingin menemuinya. Apa ada masalah?”“Tentu saja masalah. Anda ingin menemuinya di jam fajar seperti ini? Seperti yang dirumorkan, Anda benar-benar tak tau tata karma, Tuan Muda Arkana.”Satu suara datang menjawab pertanyaan yang tadi dia ajukan pada dua pengawal itu. mereka bertiga serontak menoleh dan menemukan Noval tengah berjalan menghampiri mereka.Kedua pengawal itu menunduk sejenak sebelum berjalan menja
Arkana Hardiantara.Noval mengejanya dalam keremangan. Perasaannya mendadak tak enak. Entah mengapa, Noval merasa kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.Mendengus, Noval merebahkan kembali punggunya ke atas sofa. Tubuhnya letih. Seharian penuh ia harus bekerja namun sekarang ia malah begadang sebab mencemaskan adiknya yang tertidur di tempat kurang aman.Huh….Noval tak bisa membiarkan apapun menyakiti Yumna. Tidak lagi. Ia tak akan kecolongan kembali. Sebisa mungkin, Noval akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjaga adiknya. Salah satu sumber kabahagiaannya.“Kak Noval, aku mendengar keributan tadi.”Noval menolehkan kepalanya. Frada turun mengenakan gaun tidur. Cukup seksi. Bahkan dalam keremangan inipun, entah mengapa lekuk tubuhnya cukup jelas di pancaindera. Tapi meskipun begitu, bagi Noval, Frada hanyalah anak seumuran adiknya. Tak akan bisa membangkitkan nafsunya.
"Ugh." Frada memuntahkan isi perutnya. Rasanya sama sekali tidak enak.Pecah.Rasa-rasanya kepala Frada kini tengah ditikam oleh beribu jarum. Begitu pening dan menyakitkan. Ini pasti akibat dari menenggak minuman laknat itu.Hish, sebenarnya, apa sih yang dipikirkannya sampai-sampai mengonsumsi secara berlebihan? Padahal Frada bukanlah orang tipekal macam itu.Dia memang peminum namun tak sampai akan membuatnya mabuk hingga kehilangan akal.“Sudah baikan?” Yumna menunggu dibalik pintu toilet. Sahabatnya itu nampak cemas.Frada mengangguk, “iya. Lumayan.”Yumna menggiring Frada menuju sofa lantas menyerahkan satu gelas mug berisi jahe hangat untuk meredakan mabuk Frada. Dia sudah menyiapkan beberapa menit sebelum Frada bangun dan muntah-muntah. Kepulan asap menghiasi dan itu begitu menggoda untuknya.“Terima kasih.” Frada segera meraih gelas itu dan menyesap
Noval Adriyansyah sudah bertunangan.Itu adalah informasi yang Frada dapatkan dari Yumna. Adik Noval sekaligus sahabatnya. Tak mungkin kabar itu melenceng. Ia menyadari itu. Tentu saja. Makanya hatinya saat ini serasa ditusuk oleh puluhan ribu jarum. Sakit. Teramat sangat.Frada menyeka air matanya. Dua hari telah berlalu namun bayang-bayang kata-kata Yumna waktu itu masih saja melekat dan membuatnya perih.Oh, Tuhan! Mengapa dari dulu hingga sekarang Kau tak pernah membiarkannya bahagia sesuai dengan pilihan hatinya?!Tok! Tok!“Mbak Frada. Pak Agung sudah datang.” Frada menoleh pada asal suara. Seseorang dari balik pintu memberitahu sekaligus peringatan, bahwa ini bukan waktunya untuk bersedih dan menangisi laki-laki.Ya, Frada harus lekas bangkit. Untuk apa ia sampai harus menangisi pria yang bahkan tak pernah menaruh hati padanya?Lucu. Benar-benar lucu. Apalagi ketika menyadari