Berjalan dari area parkir menuju rumah, Jasmine kebingungan memperhatikan para pelayan berlalu-lalang. Dia juga melihat sejumlah orang asing di antaranya tengah mengangkat semacam dekorasi. Mereka sibuk bergerak, mengatur bunga, dan menyusun tempat duduk.Jasmine bisa membayangkan betapa indahnya ketika malam menjelang dan cahaya lembut lampu gantung berpadu dengan lilin-lilin dan bunga-bunga segar. Hangat dan romantis, tapi mampu membuat hatinya campur aduk.Dengan langkah berat, dia menghampiri suara Jelena yang mengalun di ruang keluarga sejak tadi. Di sana dia melihat Jelena tersenyum bahagia, tampaknya sangat menantikan momen spesial di dalam hidupnya.Jasmine hendak mencari topangan untuk tubuh yang tiba-tiba terasa rapuh, pada saat itu pula dia melihat foto-foto Jelena dan Xavier berbaris di atas meja. Mereka tersenyum dalam bingkai kebahagiaan.Rasa sakit yang mendalam menusuk hatinya. Waktu seakan berputar mundur, mengingatkannya pada saat-saat kebersamaan mereka yang penuh c
Suasana di dalam ruangan itu kental akan aroma bunga segar. Xavier begitu tampan dengan balutan setelan jas hitamnya yang rapi, berdiri di tengah-tengah para tamu yang ikut berbahagia atas pertunangannya. Di sebelahnya, berdiri sosok cantik berbalut gaun putih mewah, Jelena.Sesaat setelah musik pengiring berhenti, Xavier tidak sengaja menatap ke satu arah yang sukses membuat perasaannya berkecamuk, cemburu segera menyiksanya seolah-olah di dalam hati telah tercipta badai emosi yang tak terbendung. Sorot mata yang lembut langsung berubah menjadi tajam, tangannya mengepal kuat.“Ugh, Xavier …?”Xavier mengepalkan tangan dengan erat, tetapi dia tidak sadar kalau kini tengah memegang tangan Jelena. Melihat Jelena kesakitan, dia pun segera melepaskannya.“Maaf, Jelena. Aku tidak sengaja.”Jelena tersenyum, meskipun rasa sakit masih sangat terasa di pergelangan tangannya. “Kau pasti gugup, ya? Apa ingin pergi sebentar dari keramaian ini?”“Aku tidak apa-apa. Kau bilang teman-temanmu akan s
Sinar matahari perlahan merayapi taman yang indah tempat digelarnya garden party di kediaman keluarga Welsh. Suara riang tawa dan percakapan mengalun di antara para tamu undangan sambil menikmati hidangan lezat dan minuman segar yang disajikan di meja-meja buffet.Di sebuah sudut taman, Jasmine berdiri canggung bersama Bernard. Dia merasa telah melakukan kesalahan, apalagi saat tatapan Xavier tertuju padanya. Tidak seharusnya Jasmine merasa seperti itu di saat Xavier sudah lebih dulu mengkhianatinya dan bertunangan dengan wanita lain yang tidak lain adalah kakak kandung Jasmine sendiri.Kalau saja Jasmine tidak ada, mungkin mereka akan tetap bersama tanpa sepengetahuannya, bukan? Membayangkan ketidaktahuannya membuat hatinya ngilu. Berapa banyak tangisan yang harus dia berikan pada Xavier?Kepingan memori tentang masa-masa kelam, menimbulkan rasa sesak di dada. Sekarang Jasmine bisa berdiri tegak, berusaha tegar karena dirinya telah berusaha untuk berdamai dengan kenyataan.Akan tetap
Meja makan panjang dihiasi hidangan lezat yang menggugah selera. Johan, duduk di ujung meja dengan senyum lebar, menunggu anggota keluarga lainnya untuk duduk di sekitar meja. Pemandangan di meja makan itu penuh dengan kebahagiaan. Namun, di balik suasana yang terasa akrab itu tersimpan perasaan campur aduk bagi Jasmine dan Xavier.“Bagaimana rasanya menjadi bagian dari keluarga Welsh, Xavier?” tanya Johan dengan nada penuh wibawa.“Aku merasa sangat beruntung dipertemukan dengan keluarga yang hangat ini. Kalian menyambutku dengan tangan terbuka.” Xavier berkata dengan raut wajah tulusnya.“Aku benar-benar senang untuk kalian berdua,” bisik Mila pada Jelena yang mana suaranya masih terdengar oleh telinga orang lain.Jelena tersenyum. “Terima kasih, Mommy.”Mila mengalihkan pandangannya dari Jelena ke Xavier, teringat akan suatu hal dia pun berkata, “Xavier, Mommy dengar dari Jelena bahwa orangtuamu tidak dalam kondisi yang baik.”Jelena menyentuh tangan Mommy-nya yang ada di atas meja
Hari itu, suasana pagi begitu cerah memukau di kota metropolitan terbesar di Britania Raya—menciptakan sinar cahaya yang menerangi bumi. Sorotan matahari pagi memancar di balik langit-langit kaca gedung-gedung tinggi di sekitarnya, mencerminkan suasana hati Jasmine yang sebenarnya tengah berkecamuk.Jasmine nampak sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, wanita itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan banyak orang. Dia baru saja turun dari mobil mewah, dikawal oleh Bernard yang kontras tampak bersemangat, tersenyum lebar saat membukakan pintu mobil untuknya.“Terima kasih sudah mengantarku,” ucap Jasmine datar seraya merapikan rambutnya ke belakang.“Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku senang bisa mengantarmu. Kau tahu kan kalau aku selalu ingin meluangkan waktu bersamamu, Sayang?” Bernard tersenyum lembut, sambil membelai pipi sang kekasih.“Ya, aku tahu itu.” Jasmine balas tersenyum.“Ingat, aku akan menjemputmu lagi nanti. Kau tidak membawa mobil hari ini, bukan?”
Sepanjang perjalanan, Jasmine tak henti-hentinya meloloskan umpatan kasar dalam hati. Sialnya ancaman Xavier membuat Jasmine sama sekali tidak bisa berkutik. Mulut bajingan pria itu ingin sekali dia robek.Jasmine membenci dirinya berada di ambang kerumitan, hingga membuatnya tak berdaya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membuat Jasmine berada di ambang kerumitan. Hanya Xavier Coldwell yang sialnya membuatnya terbelenggu di dalam kerumitan ini.“Wajah cantikmu tidak akan terlihat cantik jika kau memasang wajah geraman.” Xavier yang tengah mengemudikan mobil, melirik sekilas Jasmine yang nampak menahan rasa kesal.Napas Jasmine memburu, menatap tajam Xavier. Tidak ada kata yang terucap di bibirnya. Hanya sepasang iris mata tajam, membendung kemarahan. Dalam hati, dia berharap segera bebas dari Xavier. Tapi sialnya, kenapa malah pria itu semakin mendekat?Mobil yang ditumpangi Jasmine berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Bernard. Jasmine mengetahuinya dengan jelas. Wajah wanit
Di dalam restoran mewah di London, lampu-lampu gantung berpendar dengan gemerlap, menciptakan suasana romantis untuk candle light dinner. Lampu-lampu kota menyala dengan cantik, tower bridge turut mengambil bagiannya, bangunan bersejarah dan modern berpadu harmonis menciptakan latar belakang yang indah.Suasana romantis itu hanya berlaku bagi pasangan yang datang dengan senang hati, saling setuju menikmati waktu kencan bersama. Xavier akan dipandang sebagai pria hebat karena dapat mempersiapkan keperluan kencan dalam waktu singkat untuk menyenangkan hati pasangan. Tidak perlu memikirkan soal tempat, menu, atau bahkan bertikai agar bisa mendapatkan jawaban dari dua hal itu, karena Xavier sudah mengaturnya dengan sangat baik. Seperti Jasmine yang hanya tinggal membawa diri.Sosok Xavier pastinya akan dikagumi oleh mata Jelena atau wanita lain yang mungkin sangat mengharapkan perlakuan romantis dari pasangannya. Bertolak belakang dengan Jasmine, dia menganggap bahwa rencana Xavier adalah
Jam terus bergerak-gerak, menandakan hari semakin malam. Sepulang dari makan malam yang tidak terduga itu, Jasmine dilanda rasa cemas dan khawatir yang menyelimuti dirinya. Ada rasa kecemasan berlebihan, namun dia berusaha sekeras mungkin mengatasi perasaan cemasnya.Jasmine terpaksa harus melewati pintu berbeda untuk masuk ke rumah agar kebersamaan dirinya dan Xavier tidak terlihat. Pun dia membiarkan Xavier disambut hangat oleh Jelena. Pasangan yang sudah bertunangan itu saling berpelukan dengan mesra bagaikan dunia milik berdua.Ya, inilah ironi fakta yang harus Jasmine hadapi. Makan malam bersama calon kakak iparnya, berujung membuatnya merasa cemas ketakutan. Rasa khawatir dalam diri Jasmine timbul akibat diam-diam pergi bersama dengan calon suami kakaknya.Jasmine yang melewati pintu belakang, melihat jelas bagaimana Jelena menyambut Xavier dengan sambutan hangat dan mesra. Bisa dikatakan memang Xavier selalu mendatangi rumahnya setiap hari demi Jelena. Tentu bukan karenanya.Ja