Elena menatap batu nisan di hadapannya. Itu benar-benar makam Gilang, dan Gilang benar-benar sudah meninggal. Astaga, Elena bahkan tidak percaya jika hal ini terjadi.
“Bagaimana dia bisa pergi?” tanya Elena pada Nanda yang kini masih berdiri di sebelahnya.
“Dia sedikit gila ketika tiba-tiba kamu pergi.”
“Gila? Maksud kamu?”
“Dia suka uring-uringan, ngomel sendiri, dan dia tidak berhenti memanggil nama kamu.” Elena tampak ngeri membayangkan hal itu.
“Orang tuanya khawatir, akhirnya membawanya kepada seorang psikiater, Gilang ternyata mengalami depresi, dan dia harus di rawat.”
“Dia seorang psikopat. Dia memiliki penyakit jiwa.”
“Elena, kamu tidak bisa menghakiminya seperti itu.”
“Tapi itulah yang kurasakan selama aku mengenalnya. Dia membuatku takut, dan hingga kini dia meninggalkan efek buruk pada diriku.”
“Aku tidak tah
Elena keluar dari dalam kamar mandinya dengan wajah yang lebih segar dari sebelumnya. Setelah menunjungi makam Gilang tadi, Elena lantas berendam di dalam kamar mandinya. Pikirannya berkelana, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.Gilang sudah benar-benar pergi meninggalkannya. Lalu sekarang apa lagi? Seharusnya ia sudah berhenti ketakutan ketika mengenang tentang masa lalu buruknya. Hanya saja, Elena tidak bisa. Ia masih takut jika hal itu terulang lagi.Elena melirik ke arah jam dindingnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. tidak ada tanda-tanda Yogie menghubunginya. Apa lelaki itu masih marah dengannya? Yang benar saja. Harusnya ia yang marah karena lelaki itu sudah terlalu banyak tahu tentang kehidupan pribadinya.Elena mengembuskan napas dengan kasar. Yogie, lelaki itu jelas sudah mempengaruhi hidupnya. Beberapa hari terakhir lelaki itu menampakkan sikap lain, seperti suka mengatur, suka seenaknya sendiri, suka memaksa dan sikap lainnya yang anehnya Ele
Yogie benar-benar melakukannya.Besok sorenya, setelah pulang dari kantor, Elena terkejut mendapati Yogie yang datang ke apartemennya dengan membawah seikat bunga mawar dan juga sekotak cokelat. Oh, menggelikan sekali. Tapi sepertinya bukan masalah jika mereka harus bersandiwara seperti ini.“Jadi, jadwal kita kemana?” tanya Elena yang kini sedang mengganti pakaiannya.“Nonton, mungkin.”“Nonton? Aku tidak suka nonton, itu sama sekali bukan tipeku.”“Hei, ingat tujuan kita adalah mengubah kebiasan buruk kita.”“Jadi kamu akan menjadi lelaki romantis?”“Ya, kita benar-benar sedang berkencan, Elena.”Elena tersenyum. “Oke, aku akan melakukan apapun maumu.”“Bagus.” Dan akhirnya keduanya memutuskan untuk nonton bersama.***Di dalam bioskop.“Apa serunya nonton seperti ini? Membosankan sekal
Elena kembali berkutat dengan pekerjaannya setelah ia menyempatkan diri membalas email dari Megan, sahabatnya. Ya, hingga kini, hanya Meganlah tempat dimana Elena mengadu. Megan selalu mengerti apa yang di inginkan dan di rasakan Elena.Elena juga sudah bercerita semua tentang Gilang. Tentu saja Megan terlihat sangat shock ketika menghubunginya dengan video call. Temannya itu tidak menyangka jika dirinya pernah mengalami masalalu sepahit itu.Tentang Yogie, Elena juga sudah bercerita pada Megan. Elena terlalu bingung dengan perasaannya sendiri hingga membuatnya tidak mampu membendung semua yang di rasakannya pada Yogie.Yogie semakin aneh dan itu membuat Elena semakin gila.Bukan aneh dalam hal buruk, hanya saja, lelaki itu semakin bersikap manis terhadapnya. Bukannya Elena tidak suka, hanya saja Elena masih merasa tidak nyaman.Megan berkata jika Elena harus membiasakan dengan hal tersebut, karena itulah hubungan normal
Sampai di apartemen Yogie, Elena hanya mampu mengamati seluru isi apartemen tersebut. khas laki-laki, pikirnya. Tidak ada barang yang istimewa, hanya peralatan sehari-hari yang di butuhkan lelaki tersebut. Apartemen itu juga lebih sederhana dari pada apartemennya. Apa Yogie memang orang yang sederhana?“Kenapa? Kecewa karena ini bukan apartemen mewah?”Elena menggeleng. “Tidak, aku malah suka dengan suasananya.”“Suasananya? Yang benar saja. Di sini sangat sepi dan membosankan. Aku bahkan sudah bosan tinggal di sini sendirian.”“Kalau begitu, kenapa tidak pulang?”“Kamu tahu bukan, kalau aku sedikit ada masalah dengan orang tuaku, jadi, kupikir di sini lebih baik.”Elena hanya menganggukkan kepalanya. Ia tidak ingin membahas terlalu jauh tentang keluarga Yogie, karena ia yakin jika lelaki itu tidak ingin membahasnya.“Oke, kamu boleh duduk di sana, aku akan menyiapkan m
Yogie masih tercengang dengan apa yang baru saja di ucapkan Elena. Kakinya ingin bergerak menyusul wanita itu, tapi rasanya sangat berat, tubuhnya terasa kaku, rasa shock benar-benar mengambil alih tubuhnya.Jantungnya tidak berhenti berdebar kencang, dan sedikit senyum terukir begitu saja pada wajahnya.Elena mencintainya? Wanita itu mencintainya? Apa benar? Lalu kenapa Elena malah memutuskan hubungan mereka? Atau, jangan-jangan Elena memang sengaja mengucapkan kata cinta supaya hubungan mereka berakhir?Yogie mendengus sebal. Ya, tentu saja, mana mungkin wanita itu jatuh hati padanya. Elena pasti cuma mengada-ada, membuat alasan seperti itu untuk putus darinya. Sialan! Wanita itu sangat pintar, pintar dan licik.***Baru kali ini Elena menangis sesenggukan karena seorang lelaki. Dulu ia pernah menangis, tapi itu karena kekasaran yang ia peroleh dari guru les privatnya yang gila. Kini, tangisnya jelas berbeda, tangis seorang w
Hampir Dua tahun berlalu….Kaki jenjang itu menuruni anak tangga demi anak tangga pesawat jet pribadi dengan begitu anggunnya. Uraian rambut itu terlihat begitu indah ketika tertiup semilirnya angin. Elena membuka kacamata hitam yang ia kenakan, menghela napas panjang kemudian menatap jauh dimana matanya dapat menatap beberapa pesawat yang terparkir dengan rapi di hadapannya.Hari ini ia telah kembali, kembali setelah dua tahun lamanya ia lari seperti seorang pengecut yang takut dengan penolakan.Oh, berterimakasihlah pada Megan, sahabatnya yang mau mendengar semua keluh kesahnya selama dua tahun terakhir. Bukan hanya itu saja, Megan bahkan tidak berhenti untuk menyadarkan Elena, jika tidak ada yang salah dengan jatuh cinta.Jatuh cinta dan mendapat penolakan itu hal yang wajar. Ia tidak perlu takut atau bahkan lari seperti seorang pengecut.Megan juga berkata. “Jika kamu mencintainya, maka kejarlah, buat dia
Elena tidak berhenti tersenyum, karena malam ini ia akan bertemu dengan sosok yang ia rindukan. Siapa lagi jika bukan Yogie. Setelah pulang dari Boston beberapa hari yang lalu, Elena lantas meminta bawahannya untuk mencari tahu semua tentang Yogie. Dan Elena terkejut mendapatkan hasilnya.Lelaki itu berubah.Berubah total!Lelaki itu kini menjelma menjadi pengusaha muda. Bukan lagi seorang pengangguran yang hobbynya Clubing di kelab malam atau balapan motor layaknya anak muda. Elena bahkan sempat tertarik melihat profil Yogie di internet. Dan banyak sekali ia mendapatkan foto-foto lelaki itu dengan setelan resminya.Oh, Elena benar-benar ingin kembali bertemu dengan lelaki itu. Apa sikap Yogie masih sama dengan dulu? Atau kini lelaki itu lebih arogan seperti pemimpin-pemimpin perusahaan pada umumnya? Elena tersenyum ketika membayangkan kearoganan Yogie, ah, mungkin akan lucu sekali.Tapi kemudian senyumn
Setelah cukup lama tercengang dengan apa yang baru saja ia lihat, Yogie mulai dapat mengendalikan dirinya lagi. Dengan santai ia duduk di kursi tepat di hadapan Elena, sedangkan Elena sendiri ikut duduk kembali di kursinya saat tidak mendapat respon yang baik dari Yogie.“Jadi kamu, investor baru perusahaan kami?” Yogie bertanya dengan nada yang di buat sedingin mungkin.“Ya, kuharap perusahaan kalian mau menerima investasi yang aku berikan.” Elena menjawab setenang mungkin, padahal kini hatinya sedang bergejolak karena sikap yang di tampilkan Yogie padanya.“Kenapa kamu mau berinvestasi di perusahaan keluarga kami?”“Hanya ingin, tidak ada alasan spesifik lainnya.”“Kalau aku menolak?”“Aku akan memaksa.”Yogie tersenyum miring. “Jangan mentang-mentang kamu lebih kaya di bandingkan denganku, lalu kamu bisa memaksa sesuka hati kamu.”“Aku