Share

Bab 3

"Apa yang telah kau lakukan dengan kabur dengan penjara seperti itu?" Mikael menarik rantai yang melilit leher Lucifer kuat hingga Lucifer terjatuh di atas tanah neraka tempat mereka berpijak saat ini.

Lucifer tertawa meski ia jatuh. "Apa lagi? Menatap dunia yang akan aku lihat lagi, mungkin?" Lucifer mendongak lalu menyeringai, ia menatap Mikael yang menatap geram kepadanya.

"Siapa yang membebaskan mu?" tanya Mikael lagi dengan geram, ia tidak tahu siapa yang membebaskannya dan Mikael yakin Iblis yang satu ini pasti berbuat ulah.

Seringaian tidak hilang dari wajah Lucifer, ia tidak peduli dengan leher dan sayapnya yang terikat. Yang penting ia sudah berhasil membuahi seorang gadis manusia. "Kenapa kau ingin tahu, bukankah saat ini kau harus menghukum ku?"

"Kau benar-benar iblis yang terkutuk, tidurlah kau dalam waktu yang panjang." Beberapa malaikat lain menarik tubuh Lucifer dan mengikatnya dalam posisi berdiri, mereka abaikan suara tawa Lucifer yang membahana. Mereka pun memulai proses untuk membuat Lucifer tertidur itu.

"Sampai bertemu lagi."

~~~

Sudah beberapa hari ini Ambera merasa tidak enak pada tubuhnya, ia sering merasa pusing, mual, bahkan terkadang ia merasakan sesuatu yang aneh pada perutnya. Sesuatu yang terasa bergerak-gerak. Seperti sekarang ini, Ambera sedang berada di toilet sekolahnya. Ia mual dan ia kembali memuntahkan sarapan paginya.

Uhuk

Uhuk

Ambera memutar keran dan air langsung mengucur dari sana, langsung saja Ambera menampung air itu dengan tangannya dan mencucikan ke mulutnya. "Hah ... Hah ...." Ambera menyandarkan dirinya ke dinding kamar mandi, tubuhnya terasa lemas dan Ambera rasa ia membutuhkan tidur sesaat. "Sepertinya aku sakit, aku lelah sekali."

Selalu seperti itu, ketika Ambera selesai memuntahkan makannya ia akan merasa lelah. Di rumah pun begitu, Ambera akan beristirahat ketika pekerjaannya sudah selesai. Meski sepupunya -Jonathan- sesekali mengganggunya.

Ambera mengambil air kemudian mencuci wajahnya, setelah itu Ambera menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia terlihat pucat dan kuyu, seperti orang sakit meski nyatanya Ambera memang merasa tidak enak badan. "Apakah aku harus ke dokter?"

Ambera menggeleng kepala. "Tidak, tidak ada uang untuk itu." Bibinya memang membiayai sekolahnya, tapi tidak dengan uang jajan dan kebutuhan lainnya seperti buku, seragam, dan lainnya. Ambera harus bekerja waktu untuk mendapatkan sendiri yang jajannya.

Setelah memperbaiki penampilannya, Ambera keluar dari kamar mandi. Ia harus segera ke kelas dan belajar lebih giat mengingat ini adalah semester terakhirnya di sekolah ini.

~~~

"Kenapa kau pulang lama sekali?" Jonatan berdiri di ambang pintu masuk rumah, menyambut Ambera yang baru pulang dari sekolahnya. Ah, lebih tepatnya memarahi Ambera, memang apalagi yang bisa ia lakukan?

"Maaf, kak. Aku ada sedikit urusan di sekolah." Sebelum pulang sekolah, Ambera mendapatkan jadwal piket kelasnya. Jadi ia agak terlambat pulang, di tambah dengan kebutuhan kondisi tubuhnya yang tidak terlalu sehat.

Jonathan mendecih. "Cepat, kau masak makan siang untuk ku." Setelah mengatakan itu Jonathan pergi dari ambang pintu setelah itu barulah Ambera masuk dan menaruh tasnya di atas meja sebelum akhirnya ia pergi ke dapur untuk memasak.

Ambera mengambil bahan masakan di dalam kulkas, mencucinya, kemudian memotongnya. Karena sudah terbiasa mendapat didikan keras sejak kecil membuat Ambera menjadi lebih rajin, namun karena hal itu jugalah membuat Ambera bisa memasak. Apalagi dulu ibunya juga suka mengajarinya memasak.

Untuk bibinya sendiri -Evelyn- sedang tidak ada di rumah, mungkin sedang nongkrong bersama teman-temannya. Yah, dengan adanya Ambera di sini Evelyn tidak perlu memikirkan urusan rumah tangganya. Ada Ambera yang mengerjakan semuanya. Termasuk mencuci pakaian.

Terkadang Ambera lelah dengan itu semua, tapi ia harus bertahan. Karena hanya beberapa bulan lagi ia akan segera lulus, Ambera berencana untuk keluar dari rumah ini dan kuliah. "Hanya sebentar lagi, Ambera."

"J-jangan, kumohon. Jangan lakukan ini, ahh ...."

"Sebentar, ini hanya sebentar. Kau tahan saja, Manusia."

"Hah?" Ambera nyaris saja menjatuhkan pisau yang ada di genggamannya. "Apa itu tadi?" Ambera meletakan pisau itu kemudian memegangi kepalanya, tiba-tiba ia mengingat sebuah suara. Itu hanya samar-samar dan Ambera juga tidak tahu itu apa. "Akh."

Ambera memegangi perutnya, sesuatu di dalam sana terasa bergerak-gerak. Terkadang itu juga terasa ngilu. "Aduh." Hal itu semakin terasa nyata, Ambera bahkan harus berlutut seraya memegang perutnya. "Apa ini? Apa yang terjadi?" Beberapa hari ini ia hanya merasa aneh dengan perutnya, tapi ia semakin merasakan ada hal lain dalam perutnya itu.

Ambera mencoba berdiri lagi ketika ia sesuatu yang bergerak-gerak itu diam, tidak ada lagi gerakan dan rasa ngilu. Ambera menatap perutnya itu. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, dan ingatan apa tadi itu?"

"Hei, masih lama?! Aku sudah sangat lapar." Tiba-tiba saja Jonathan berteriak di pintu dapur, Ambera sampai terkejut di buatnya, gadis dengan bola mata warna hitam itu hanya bisa mengusap dadanya.

"Iya, tunggu sebentar."

"Ck, lakukan dengan cepat! Kau mau membuatku mati kelaparan?" Sepertinya Jonathan sangat suka berteriak, bahkan jaraknya ke Ambera tidak terlalu jauh.

~~~

Setelah selesai menghidangkan makanan untuk Jonathan, Ambera kembali ke kamarnya dan berganti pakaian. Ya selama memasak tadi ia mengenakan seragam sekolahnya, jika ia berganti pakaian dulu maka itu akan membuatnya lama. Di tambah dengan Jonathan yang suka sekali mendesaknya.

Ambera melepaskan seragamnya dan ketika seragam itu lepas ia bisa melihat dengan jelas sesuatu yang seperti bekas tancapan yang berada di pundaknya. Hanya ada empat dan Ambera tidak tahu itu bekas apa. Ia baru tahu ketika ia mandi pada hari kedua setelah ia menemukan keanehan pada tubuhnya itu.

"Sebenarnya apa ada sesuatu yang aku lupakan?" gumam Ambera seraya menyentuh luka itu.

Sejak hari di mana ia membeli rokok untuk Jonathan, Ambera memang merasa keanehan dan itu terus berlanjut sampai sekarang. Ambera rasa ia melupakan sesuatu pada malam itu, jadi ia memutuskan bertanya kepada Jonathan. Namun, jawaban Jonathan yang ia dapatkan dari Jonathan ....

"Cih, kau pikun, ya? Padahal kau sendiri yang memberikan rokok itu kepadaku dan kau langsung masuk kamar. Apa sekarang kau menjadi bodoh?"

Ambera menggelengkan kepalanya ketika mengingat perkataan Jonathan. Well, sepupunya itu memang selalu seperti itu. Tidak ada lembutnya sama sekali terhadapnya, tidak hanya sepupunya. Bibi dan pamannya juga begitu.

Ambera menatap dirinya di cermin, kemudian mengelus perut ratanya. Entah perasaannya saja ia merasa perutnya bertambah besar sedikit, padahal selama beberapa hari ini Ambera tidak nafsu makan dan sering memuntahkannya. Makanan yang masuk ke perutnya juga hanya makanan ringan, kadang roti dan itu hanya sesekali. "Kenapa bertambah besar, ya? Apa benar berat badanku naik?"

Ambera menggelengkan kepalanya lagi, ia mengambil baju gantinya karena setelah ini ia harus pergi bekerja paruh waktu lagi.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status