Share

Bab 5

Jam 2 malam, Ambera kembali merasakan ngilu di perutnya, angat sakit, bahkan Ambera meringis di dalam kamarnya ini. Ambera memegangi perutnya, ia bisa merasakan pergerakan samar di sana. "Sa-sakit." Ambera mencoba berdiri, rasa sakit ini benar-benar tidak tertahankan. Ia harus ke rumah sakit.

Dengan susah payah Ambera keluar dari kamarnya, mungkin ia akan meminta pamannya untuk mengantarkan dirinya ke rumah sakit. Ambera tiba di depan kamar Paman dan bibinya, gadis itu mengetuk pintu itu.

Tok

Tok

"Pa-paman. Tolong buka pintunya." Ambera bahkan harus bersandar di dinding dengan tangan yang tidak terlepas dari perutnya, keringat dingin telah mengalir di keningnya jatuh hingga dagu.

Tidak ada jawaban. Ambera kembali mengetuk pintu itu.

Tok

Tok

"Paman, bibi. Tolong buka pintunya." Ambera mengetuk lebih keras, matanya berkaca-kaca dan Ambera merosot ke lantai. "Buka, tolong ...." Ambera mengetuk lebih keras hingga akhirnya pintu itu terbuka dari dalam.

"Apa sih, berisik! Ganggu orang sedang tidur!" Evelyn langsung membentak Ambera yang duduk di lantai, ia berkacak pinggang menatap Ambera dengan marah karena telah mengganggu waktu tidurnya.

Ambera mendongak menatap Evelyn dan Jacob. "Paman, bibi. Tolong antarkan aku ke rumah sakit. Perutku sakit." Ambera memeluk perutnya yang terasa ngilu, memohon agar kedua orang di depannya ini mau membantunya. Padahal Ambera tidak harus memohon, hal ini adalah tanggung jawab mereka berdua sebagai wali.

Evelyn mengacak rambutnya. "Cih, apa kau tidak bisa pergi sendiri? Kau mengganggu tidur kami, ini jam 2 malam!" Evelyn sepertinya tidak peduli dengan wajah memelas Ambera, ia akan menutup pintu kamar tapi Ambera lebih dulu Ambruk.

Bruk. Ambera tidak sadarkan diri.

~~~

Ketika Ambera membuka mata ia melihat langit-langit putih, Ambera memutar matanya untuk melihat sekelilingnya dan ia juga mencium bau obat-obatan. Satu hal yang Ambera simpulkan adalah dirinya yang berada di sebuah rumah sakit atau klinik.

"Ugh." Ambera memegangi kepalanya yang terasa berat, ia juga merasa pusing. Di ruangan ini tidak ada siapa-siapa hingga akhirnya pintu di ruangan ini terbuka, paman dan bibinya masuk dengan wajah marah.

"Paman, Bibi, ada ap-"

Plak!

Ambera terkejut, kepalanya tertoleh paksa ke arah kanan secara paksa dan beberapa saat kemudian Ambera merasakan panas dan perih di pipinya. Tangan Ambera terangkat memegangi pipi kirinya yang baru saja mendapat tamparan dari Bibinya, dan juga pamannya yang menatapnya rendah. "Kenapa?" tanya Ambera lemah.

Evelyn berkacak pinggang. "Ada apa kau tanya? Aku susah-susah menyekolahkan mu tapi kau malah merusaknya!" Evelyn langsung menuding Ambera yang masih kelihatan linglung. Ambera benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.

"Bibi, sebenarnya ada apa?" tanya Ambera lagi.

Evelyn melemparkan sebuah foto USG kepada Ambera, foto itu mengenai tepat di wajah Ambera hingga akhirnya jatuh di pangkuannya. "Beraninya kau mempermalukan keluarga dengan mengandung anak haram!"

Ambera terkejut, ia memungut foto itu dan memperhatikannya. Ia menggelengkan kepalanya, merasa mustahil bagaimana ini bisa terjadi. "Bagaimana mungkin? A-aku ... Aku ...." Ambera tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi di saat ia tidak pernah dekat dengan pria.

Jacob bersedekap. "Kau benar-benar telah melemparkan kotoran ke wajah kami, bagaimana kau bisa hamil. Kau bahkan masih sekolah! Apa kau menjadi jalang?"

Perkataan itu langsung menusuk jantung Ambera, ia menatap Paman dan bibinya bergantian. "Paman, Bibi..aku benar-benar tidak tahu bagaimana ini terjadi, sungguh mungkin saja ini ada kesalahan." Ambera menggeleng tidak percaya.

Tidak lama kemudian seorang dokter masuk. "Kesalahan? Coba kau tanya kepada dokter ini!" Evelyn menunjuk dokter yang baru masuk itu.

"Dokter, i-ini tidak benar bukan? Pasti ini ada kesalahan."

"Tidak ada kesalahan, kau memang sedang mengandung 2 minggu." Dokter itu memberikan penjelasan yang malah membuat Ambera semakin terkejut. "Bayinya baik-baik saja dan sehat, kau hanya harus rajin mengkonsumsi buah-buahan."

~~~

"Kau telah membuatku malu, sekarang pergi dan bawa anak haram itu jauh-jauh dari sini."

Ambera tidak percaya jika malam-malam seperti ini ia akan diusir dari rumah yang beberapa tahun ini telah ia tempati, air mata Ambera keluar ketika ia ia memungut pakaiannya. Di depan pintu utama ini berdiri paman dan bibinya, juga Jonathan yang masih mengenakan pakaian tidurnya.

"Lagian kenapa kau harus berbuat seperti itu? Kami sudah menyekolahkanmu dengan baik, kau benar-benar tidak tahu terimakasih." Jonathan mengatakan itu seraya menguap, ia tidak percaya jika pagi-pagi buta ia mendapat drama seperti ini.

Dengan air mata yang bercucuran Ambera memungut pakaiannya. Hancur, Ambera hancur tanpa tahu siapa yang menyebabkan semua ini. Ia mengandung dan ia tidak tahu siapa ayah dari bayi ini. Ambera bingung kenapa semua ini terjadi padanya. Ambera berdiri, kemudian meninggalkan rumah Paman dan bibinya.

Ia telah memohon, tapi mereka tidak peduli. Mereka tetap dengan keputusannya yang mengusir Ambera keluar dari sana.

"Aku harus ke mana?" Ambera berjalan di jalanan sepi ini, udara subuh benar-benar sangat dingin. Ambera bahkan beberapa kali merapatkan jaketnya dan memeluk lebih erat tas yang berisi pakaiannya. Di tangannya ada foto USG dan Ambera menatapnya.

"Bagaimana kau bisa ada di sana?" gumam Ambera. Sungguh ia masih bingung akan semua ini, Ambera tidak percaya tapi bukti yang ia pegang sudah menjelaskan segalanya. Ambera menghapus air matanya. "Apa yang harus kulakukan?"

Nyonya Catelyn. Tiba-tiba saja nama itu terlintas di benaknya, Ambera tidak tahu kenapa tapi Ambera akhirnya memutuskan melangkahkan kakinya ke toko roti itu. Ambera merasa buntu dan satu-satunya yang dapat menolongnya hanya pemilik toko roti itu.

Ambera tiba di depan toko roti yang belum buka itu, mungkin beberapa menit lagi buka. Namun, lampu di sana telah menyala yang membuktikan ada orang di dalamnya, Ambera menebak Nyonya Catelyn sudah tiba dan mungkin saja saat ini ia sedang membuat beberapa roti. Ambera mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu itu, tapi terselip keraguan ketika ia akan melakukannya.

"Apa aku harus melakukannya?" Gadis cantik dengan tatapan teduh itu kembali menurunkan tangannya, Ambera menunduk menatap lantai di bawahnya. Ambera akan membalikkan tubuhnya, tapi pintu itu tiba-tiba saja terbuka dan suara Nyonya Catelyn menyapanya.

"Ambera? Apa yang kau lakukan di sini?" Nyonya Catelyn terkejut melihat Ambera yang berdiri kedinginan di luar, ia langsung menarik tangan Ambera untuk masuk ke dalam. Sekarang akan memasuki musim dingin dan udara lebih dingin dari biasanya.

"Tunggu di sini, aku akan mengambilkanmu secangkir teh." Setelah mengatakan itu, Nyonya Catelyn pergi ke belakang.

Ambera duduk di salah satu kursi kosong di sana, ia juga meletakan tas miliknya di atas meja di dalam toko roti ini. Selain membeli untuk di bawa pulang, pelanggan di sini juga bisa membeli roti dan memakannya dengan secangkir teh di sini, karena itulah Nyonya Catelyn menyediakan beberapa kursi dan meja di sini.

Tidak lama kemudian Nyonya Catelyn datang dengan secangkir teh dan roti yang telah ia taruh di atas piring, ia meletakkannya di atas meja Ambera dan duduk di hadapan gadis itu.

"Makanlah."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status