Home / Romansa / From Your Eyes Only / 87 : Cinta sejati tak pernah tersesat; semesta akan selalu menemukan jalan untuk menyatukannya

Share

87 : Cinta sejati tak pernah tersesat; semesta akan selalu menemukan jalan untuk menyatukannya

Author: Netganno
last update Last Updated: 2025-10-18 07:55:08
Julio POV

Aku menunggu jawaban laras dengan hati berdebar, dia tampak binggung saat melihat aku berlutut dan mengeluarkan cincin lalu mengeluarkan kata-kata dengan sepenuh jiwaku “Laras, maukah kamu menemani hidupku, menemani setiap langkahku untuk menjadi istriku. Maukah kamu menikah denganku?”

Matanya membelalak tampak panik juga salah tingkah, aku tahu dia tidak menyangka aku akan melamarnya secepat ini. Hubungan kami masih belum ada satu tahun, dan aku tahu masih banyak yang ingin dicapainya. Kami ingin membuat usaha donat Labayo menjadi besar, lalu mengumpulkan uang supaya kami bisa menikah dan membentuk keluarga dengan usaha kami sendiri, dengan uang kami sendiri.

Kulihat kebingungan melintas di wajahnya , bibirnya bergetar saat ia menanyakan “Julio… apa-apaan sih ini? Kenapa mendadak melamarku?”

Aku menatap Laras dengan mata penuh cinta menunjukkan tekadku, lalu berkata dengan suara tegas untuk meyakinkannya “Ra.. aku serius ingin menikah denganmu, aku serius untuk menghabi
Netganno

karena aku lagi liburan, jadi double update aja hari ini. Happy weekend. Senoga sehat dan bahagia selalu untuk seluruh teman2 jelita, lolita, di manapun anda berada.

| 21
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (28)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Laras....yg terpenting bagi Julio, kau bersedia menikah dengannya walau baru. akan menerima Sertifikat Pernikahan Agar tak ada lagi yg mengganggu. hubungan kalian
goodnovel comment avatar
Yhara_18
yes....liyo akhirnya bisa menikahi Laras, gak apa2 Laras nikah massal dulu kan dicari sahnya aja tar resepsi belakang aja.
goodnovel comment avatar
Yhara_18
liyo pinter banget kalau urusan menjelaskan sesuatu ya, liyo menjelaskan keinginan menikah Krn apa dan untuk apa, walau tujuan awal agar Erika tidak menganggu lagi tapi smeua itu agar mereka lebih leluasa ya berdua ya kan. jadi gak takut2 lagi kalau mau berdekatan.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • From Your Eyes Only   126 : Kadang berkat terbesar tumbuh dari hal paling sederhana—dari niat baik, dari tangan yang mau bekerja, dari hati yang ingin berbagi

    Laras POV Papa Johan benar-benar menepati janjinya. Hari Jumat pagi, ketika aku membuka pintu dapur, aku terpukau. Dapur lamaku yang dulu hanya ruang kecil dengan kompor dua tungku, dan meja kayu tempat meniriskan donat kini telah berubah total. Semuanya tampak baru. Modern. Rapi. Berkilau. Udara di dalamnya pun terasa berbeda. Lebih terang, lebih segar, dan entah kenapa, seperti membawa semangat baru bersamanya. Lantai keramik putih mengilap, dindingnya bersih tanpa noda minyak sedikit pun. Di sisi kanan berdiri dua meja aluminium panjang dengan permukaan mengilap, tempat aku akan mencetak , menata adonan donat juga menghiasnya sebagai sentuhan terakhir. Di sudut ruangan berdiri mesin proofing setinggi dadaku berbentuk kabinet stainless steel dengan kaca bening di pintunya. Aku bisa membayangkan aroma adonan hangat yang akan mengembang sempurna di dalamnya. Tak jauh dari situ, mixer industri besar dengan mangkuk baja berkapasitas puluhan liter berdiri gagah. Bayangan tubuhku m

  • From Your Eyes Only   125 : Kadang, cinta tak butuh banyak kata,  cukup jadi istri yang tahu cara menenangkan hasrat suaminya dengan penuh cinta

    Warning Trigger : Mature content 21 ++ Saat Laras sedang mandi sepulang kami dari gereja untuk pemberkatan, aku duduk santai ngobrol bersama Mama dan Papa di meja makan. Kami menikmati seteko teh Melati. Kini wangi semerbak harum Melati yang menenangkan mengisi seluruh rumah dengan aroma khasnya. “Liyo,” kata Mama pelan, “tadi Pak Hutabarat telepon. Katanya pihak kejaksaan sudah menghubungi rumah dan kantor kita uda tidak lagi di segel . Hanya rekening yang harus tunggu beberapa saat lagi. Jadi besok Mama dan Papa mau pulang ke rumah kita. Rumah itu udah lama kosong, jadi harus dibersihin. Mama yang akan urus rumah, Papa langsung urus kantor.” Aku menaruh cangkir tehku. “Masalah dapur Labayo gimana, Pa?” “Nggak usah khawatir,” jawab Papa tenang, “itu udah hampir kelar. Nanti Papa tambah tukangnya, biar Jumat ini bisa segera selesai. Jadi Sabtu kalian bisa langsung mulai produksi.” Mama menyesap tehnya dan menatapku. “Nggak mau bikin upacara peresmian?” Aku tertawa kecil. “Lar

  • From Your Eyes Only   124 : Cinta bukan tentang seberapa indah tempat kita diberkati, tapi seberapa tulus hati yang berjalan bersama kita menuju altar kehidupan.

    Senin sore itu, Jakarta terasa lebih tenang dari biasanya. Matahari menggantung rendah di langit barat, menyapukan cahaya jingga ke atap-atap seng dan jendela rumah-rumah kontrakan di jalan kecil tempat Laras tinggal. Awan cumulus melayang seperti kapas besar yang sedang beristirahat membuat pemandangan sore itu tampak seperti lukisan mahakarya Sang Pencipta, seolah Tuhan ikut tersenyum, karena hari ini Laras dan Julio akan diberkati di gereja. Awalnya mereka mama Susan dan papa Johan. Riris dan Ario tentunya bersama kedua pengantin Julio dan Laras akan berangkat naik Avanza milik kantor Papa Johan. Tapi baru saja pagar rumah di buka, ternyata di luar sudah ramai. Warga tetangga berdiri di depan pagar, seperti rombongan yang menunggu pawai pengantin. Ada Bu Sri yang selalu kepo tapi baik hati, ada Bu Kus yang pemilik warung tempat Laras menitipkan donat pertamanya. Ada juga Pak RT dengan kemeja batiknya, juga Bu Pur mamanya Riris yang suka humor, cerewet tapi penyayang. “Laras!” s

  • From Your Eyes Only   123 : Kadang Tuhan nggak kasih kita jalan bebas badai, tapi kasih orang yang bikin kita kuat waktu badai datang.

    Julio POV Sore itu, langit Jakarta bersih seperti baru saja dicuci hujan. Udara hangat, dan sinar matahari berwarna oranye menembus di sela-sela gedung kaca di kawasan Mega Kuningan. Laras baru pulang dari kelas baking-nya di Bogasari saat kami memutuskan berjalan kaki menuju gereja tua di belakang kawasan Mega Kuningan. Gereja tempat kami berencana mendaftar kelas pranikah. Lokasi gereja itu tak jauh dari penthouse-ku dulu. Saat melewati gedung tinggi itu, aku menoleh dan menunjuk ke atas “Ini tempat tinggalku dulu, Ra.” Laras mendongak, matanya membulat. “Gedung tinggi ini?” Aku mengangguk, tersenyum. “Mama kemarin ada nawarin, kalau semua urusan kejaksaan sudah selesai dan semua aset milik mama dan papa tidak lagi diblokir , kita boleh tinggal di sini. Tapi aku nggak mau. Kebayang kan, repotnya kalau tiap pagi buta kita harus jalan kaki untuk buat donat ke dapur Labayo?” Laras terkekeh, mengangguk paham. “Makanya aku lebih pilih kita tetap tinggal rumahmu aja. biar lebih

  • From Your Eyes Only   122 : Setelah badai reda, yang tersisa bukan rasa takut, tapi keyakinan bahwa setiap luka pernah punya makna.

    Julio POV Aku sedikit terkejut ketika mendengar Jaksa Guntur menyebut bahwa aset milik Arifin di Boston juga ikut dibekukan. Kata Boston langsung membuatku teringat tentang Erika, yang tiba-tiba menghilang dari Bangkok setelah membuat kekacauan di hari liburku bersama Laras. Sekarang semuanya masuk akal. Ia pasti disuruh mengamankan aset keluarganya. Tapi ternyata gagal juga. Semua harta mereka disita. Ketika Arifin dengan suara terbata-bata bertanya, “Apakah... Erika…?” Aku tahu, itu bukan sekadar kegelisahan seorang tersangka. Itu suara seorang ayah yang menanggung rasa bersalah karena membuat anaknya menderita. Aku menarik napas panjang. Entah kenapa, kali ini tidak ada lagi rasa kesal mendengar nama Erika. aku hanya merasa iba. Aku yakin, selama Erika tidak terlibat langsung dalam bisnis ayahnya, ia tidak akan sampai dijerat hukum. Hanya saja… aku tahu, wanita seperti dirinya tak bisa hidup tanpa uang.Tapi ah, apa peduliku lagi? Aku dan dia sudah selesai. Setelah semua l

  • From Your Eyes Only   121: Kadang, dosa terbesar bukan pada apa yang kita lakukan, tapi pada siapa yang akhirnya terseret karenanya.

    Ruang tunggu Kejaksaan Negeri itu terasa lebih dingin dari pendingin udaranya sendiri. Lampu neon putih memantulkan cahaya ke lantai granit, membuat suasana seperti ruang interogasi di film kriminal. Johan duduk di kursi besi, kedua tangannya mengepal, menahan degup jantung yang rasanya berpacu dengan waktu. Di sampingnya, Julio menatap lurus ke depan, gelisah, tapi berusaha tampak tenang. Pak Hutabarat, pengacara keluarga mereka, berdiri di depan pintu kaca buram bertuliskan Bidang Tindak Pidana Khusus. Di tangannya tergenggam map biru berisi dokumen yang sudah beberapa minggu ini tidak pernah lepas dari gengamannya. “Tenang, Pak Johan,” katanya datar “Kita hanya klarifikasi dan datang sebagai saksi.” Namun kalimat itu tak mampu menghapus bayangan ketakutan Johan, takut ratusan karyawan perusahaannya tidak bisa mendapatkan gaji bulan ini. Pintu terbuka. Seorang petugas memanggil, “Pak Johan Wicaksano, silakan masuk.” Ketiganya masuk ke ruang pemeriksaan. Di dalam, aroma kopi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status