Share

7 Masih Tentang Bakpao

“Daiki? Daiki?” suara Sensei seketika mengejutkan Daiki yang tengah melamun menatap Yukie.

 

Gadis itu menoleh ke samping bersamaan dengan Daiki yang menoleh ke depan ketika Sensei memanggilnya.

 

Sensei menghela nafas panjang karena sadar Daiki tak memperhatikannya.

“Ini masih terlalu pagi untukmu melamun Daiki. Sekarang kau maju dan kerjkan soal di papan tulis!” perintahnya dengan senyum manis, walaupun sebenarnya nampak kesal karena sikap Daiki.

 

“Apa? Kau menyuruhku maju ke depan untuk mengerjakan soal itu?” kedua alisnya terangkat, semua murid mulai berbisik melihat siakp Daiki yang tak sopan kepada Sensei.

“Aku tidak bisa!”

 

Yukie mendesis kesal melihat sikap Daiki.

“Iisshhh... Sensei, boleh aku mengerjakannya?” Yukie mengangkat tangannya meminta izin kepada Sensei untuk maju ke depan.

 

“Yuki?? Kau mau mengerjakannya? Boleh... silakan!” Sensei terlihat senang karena ada murid didiknya yang berinisiatif mengerjakan soal sulit di papan tulis tanpa perintah.

 

Daiki terliaht acuh, dia tak peduli dengan apa yang Yukie lakukan di depan kelas. Dia hanya menatap lembaran kertas kosong di meja sembari mencoret-coretkan penanya di sana. 

 

“Waah, kau mengerjakannya dengan sangat teliti Yukie. Semuanya coba lihat murid baru teman kalian. Semua murid didiku harus sepandai Yukie, atau bisa jadi kalian lebih pandai darinya” Sensei memberi aplous tepuk tangan yang kemudian diikuti oleh semua murid satu kelas kecuali Daiki.

 

Pandangannya beralih menuju ke depan matap wajah Yukie yang terlihat senang karena bangga bisa mengerjakan soal dari Sensei. Bola matanya bergerak searah gerakan tubuh Yukie yang perlahan mendekat kembali ke mejanya.

 

“Ada apa dengannya? Apa ada sesuatu di wajahku?? Lirikan matanya sampai seperti itu!” gumamnya dalam hati setelah sempat melihat lirikan mata Daiki.

                                        *************

 

Bel istirahat pun berbunyi, semua siswa berhamburan ke kelas menuju ke kantin. Kelas mulai sepi dan hanya tinggal Yukie, daiki serta Ginji yang sedang menata bukunya.

 

Merasa tak nyaman di kelas karena Daiki, Yukie pun memilih keluar dan membawa bekal makanannya. Yukie sadar bahwa keluarganya tak mampu, dia sekolah di sana juga karena mengandalkan beasiswa. Sehingga untuk uang jajan Yukie tak pernah membawanya. Maka dari itu dia memilih membawa bekal makanan dari rumah.

 

Karena kantin terlalu ramai dan tentunya diisi oleh para siswa yang mampu membeli makanan di sana, Yukie tak ingin merusak suasana karena sepertinya hanya dia sendiri yang membawa bekal makanan dari rumah.

 

Beruntung Yukie melihat tempat sepi di bawah pohon dan sepertinya tak banyak murid yang berlalu lalang di sana sehingga itu akan menjadi tempat favorite baru bagi Yukie untuk beristirahat nantinya.

 

“Daiki, tunggu!” seru Ginji yang melihat sahabat kecilnya itu melangkah keluar dari kelas.

 

Tak menghiraukan panggilannya, Daiki memilih terus melangkah hingga akhirnya Ginji berlari untuk mengejarnya.

 

“Hei Daiki! Aku memanggilmu dari tadi, apa kau tidak mendengar suaraku?” langkahnya terhenti saat Daiki terdiam di depan pintu kantin.

 

“Mau apa kau memanggilku?” ucapnya dingin, dia bahkan tak melihat ke arah Ginji ketika berucap karena fokus dengan sesuatu yang sedang di carinya.

 

Ginji yang mulai penasaran pun membuang pandangannya ke depan mencari sesuatu yang sedang di cari oleh Daiki. Dia tak tahu apa yang sedang Daiki cari namun pemuda itu tengah menatap ke arah dalam kantin seperti mencari seseorang.

 

“Kau, mencari siapa?” tanya Ginji yang mulai penasaran.

 

Bukannya menjawab, Daiki malah melirik sinis ke arah Ginji dengan tatapan kesal.

“Apa urusannya denganmu?” Daiki melangkah pergi untuk memastikan lagi bahwa Yukie berada di dalam kantin.

 

“Ayolah Daiki, dulu kita bersahabat baik, tidak bisakah kita bersahabat lagi sekarang?” Ginji merasa aneh dengan perubahan Daiki. Dulu ketika masih kecil, Daiki anak yang periang, dari pada Daisuke sang Kakak, Daiki lebih banyak bicara dan sering membuat orang di sekitarnya menjadi nayaman karena dia senang bercanda gurau.

Berbeda dengan sekarang, bahkan untuk tersenyum saja, Daiki seolah terlihat sangat pelit.

 

“Menyingkir kau! Aku tidak butuh teman!” Daiki terus menghindar sembari terus mencari keberadaan Yukie.

 

Ginji tak merasa putus asa, dia selalu terus membuat Daiki berubah pikiran bagaimanapun caranya Daiki harus bisa menerimanya sebagai teman.

“Oh, apa yang sedang dia lakukan di sana? Eh bukankah itu murid baru? Waah sedang apa dia sendirian di bawah pohon?” ucap Ginji di selingi senyum mengejek saat melihat Yukie duduk di bawah pohon menikmati makanannya.

 

Mendengar ucapan Ginji, Daiki langsung mengalihkan pandangannya ke arah di mana Ginji menatap.

Di sana nampak dari kejauhan dia melihat sosok perempuan yang sedang di cari olehnya. Tanpa berfikir panjang, Daiki melangkah keluar dari kantin dan pergi menemui Yukie.

 

“Daiki tunggu kau mau ke mana?” Ginji tak mau tertinggal dia mempercepat langkahnya mengejar Daiki yang sudah menjauh.

 

Daiki harus berjalan memutar melewati lapangan basket karena posisi Yukie berada di sisi lapangan itu.

 

Sedang asik-asiknya menikmati makan siang, seketika terganggu karena Daiki yang mengejutkannya.

Yukie melihat sepasang sepatu berdiri tepat di depannya. Perlahan Yukie mengangkat pandangannya ke atas. Dan setelah melihat wajah Daiki di sana, Yuki pun berucap.

“Kenapa?” tanyanya kebingungan.

 

Tak menjawab pertangaannya, Daiki hanya menghela nafas panjang lalu mengeluarkan uang dari sakunya.

Dia mengulurkan tangan dengan uang 100 yen di sana.

“100 yen?” ucapnya secara tiba-tiba membuat Yukie kebingungan. 

 

Kini dia terlihat sedang membereskan bekal makanannya.

“Untuk apa uang ini?” ucapnya tanpa menoleh ke arah Daiki.

 

“Ambillah, aku tidak ingin ada hutang dengan seseorang!” jelasnya.

 

Ujung matanya melirik ke arah tangan Daiki yang masih bertahan di sana dengan uangnya.

“Hutang?” matanya menyipit, seakan berfikir keras dengan apa yang baru saja Daiki ucapkan.

 

“Tidak perlu berlagak sok bodoh! Kau pasti ingat denganku, kan?” 

 

Tak ada jawaban dari Yukie, gadis itu hanya diam dengan pandangan lurus ke wajah Daiki. Jelas dia ingat siapa lelaki itu, namun melihat selembar uang 100 yen di tangannya membuat Yukie tak mengerti dengan apa yang sedang dia ucapkan.

 

“Maaf, tapi untuk apa uang itu?” 

 

Tak ingin berlama-lama lagi di sana, Daiki pun memberikan uang itu kepada Yukie.

“Ambil uang ini, aku sudah memberinya lebih. Jadi urusan kita selesai!” setelahnya Daiki pergi, namun baru beberapa langkah menjauh, Yukie memanggilnya.

 

“Hei!!”

 

Langkahnya terpaku lalu menoleh ke belakang mendapati Yukie tengah berdiri membawa uangnya.

“Sepertinya di sini kaulah yang hilang ingatan! Kau sudah membayar kemarin semua bakpaomu... jadi aku tidak butuh uang ini lagi! Ambil kembali uangmu!” dengan ketus Yukie menyodorkan uangnya ke arah Daiki.

 

Namun lelaki itu hanya diam dengan wajah dingin tanpa ekspresi menatap uang di tangan Yukie.

“Kapan aku membayarnya?” Daiki lalu terdiam, mengingat kemarin bertemu dengan sang Kakak di tempat yang sama membuat Daiki berfikir bahwa Daisuke lah yang telah membayar bakpaonya.

“Aku juga tidak butuh uang itu!”

 

“Aku lebih tidak butuh! Jadi kau ambil saja kembali uangmu!” melihat Daiki membuang muka, Yukie pun semakin kesal.

“Kau, ambil uang temanmu! Katakan padanya kalau aku tidak butuh uang darinya!” Yukie membeikan uang itu kepada Ginji yang masih setia berdiri di sampingnya.

 

“Aku?? Kau memberikan ini padaku?” dengan senang hati Ginji menerima uang itu dari Yukie namun setelah melihat Daiki membulatkan mata ke arahnya, Ginji pun mulai ketakutan namun bukannya mengembalikan uang itu pada Yukie dia justru menyimpan uangnya ke dalam saku.

 

Tak ingin berlama-lama di tempat itu dan lagi pula makanannya sudah habis, maka Yukie berniat pergi dari sana.

Setelah membereskan kotak makanan Yukie beranjak berdiri namun langkahnya terhenti di depan Daiki.

“Terima kasih setidaknya setelah kau kabur dan makan bakpaoku, kau kembali lagi untuk membayarnya!”

“Walaupun sebenarnya orang ini sangat menjengkelkan!! Bisa-bisanya memiliki dua sifat kepribadian yang berbeda, kadang ramah tapi terkadang juga menjengkelkan! Aneh” lanjutnya dalam hati.

Yukie pun memilih pergi meninggalkan mereka.

 

Daiki terkekeh sinis melihat sikap Yukie yang sepertinya tak mudah tertindas olehnya.

 

“Daiki??” seru Daisuke dari arah lain.

“Aku mencarimu dari tadi, sedang apa kau di sini?” pandangannya kini teralihkan ke punggung Yukie yang sudah semakin menjauh.

“Siapa dia?” Daisuke sebelumnya sempat melihat gadis itu berbincang dengan Adiknya.

 

“Bukan siapa-siapa! Tidak penting!” jawab Daiki sembari melirik ke arah Yukie.

 

“Ibu mencarimu, pergilah ke ruang kepala sekolah, sekarang!” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status