Hari pertama masuk sekolah bagi Daiki di Jepang, dia benar-benar tak mengikuti aturan sekolah yang mengaharuskan memakai seragam rapih.
Daiki bahkan tak memakai blazernya yang termasuk dalam 1 stel seragam sekolahnya, dia hanya memakai kaos yang kemudian di doble dengan kemeja putihnya.Tak hanya itu Daiki pun sengaja tak mengancingkan semua kancing kemejanya. Daisuke menghentikan mobilnya di halaman sekolah. Di sana berjejer mobil mewah milik para siswa. Mereka tak hanya kaya namun juga pabadi. “Hari pertama sekolah kau sudah seperti ini?” ucap Daisuke yang merasa keberatan dengan penampilan Adiknya. Sementara dia sendiri sangat rapih dengan kemeja putih dasi dan blazernya. Daisuke paham kalau dia harus memberikan contoh kepada semua murid karena posisinya sebagai ketua umum perkumpulan siswa senior di sekolahannya.Bahkan di sekolah itu Daisuke di gadang-gadang menjadi siswa terfavorite selama 2 tahun berturut-turut. Daiki menghela nafas panjang sembari mengambil tas dari kursi belakang lalu turun dari mobil.“Di Amerika saja aku sekolah tidak pernah memakai seragam... ini membuatku tidak nyaman, menyebalkan!” “Kau harus bisa membedakan di mana kau tinggal! Ini bukan Amerika Daiki” hardik Daisuke, namun dia tetap tak bisa mempengaruhi pikiran Daiki yang sudah keras kepala. “Aku tahu!” jawabnya santai sambil berlalu. Daisuke hanya menggelangkan kepala melihat sikap Adiknya. Sepertinya dia akan mulai menghadapi permasalahan yang sesungguhnya di sekolah itu. ************ “Daisuke?” sapa seorang murid yang terlihat bingung karena sikap dan penampilannya berbeda dengan Daisuke yang biasanya. Daiki dengan santai berlenggang melangkah melewati lorong kelas. Dia tak menghiraukan sapaan setiap murid yang menyapanya sepanjang jalan. Setelah memasukkan sendal dan menggantinya dengan sepatu yang tersedia di loker, Daiki segera menuju ke kelasnya. Di sana sangat ramai semua murid sedang sibuk dengan kegiatannya namun saat melihat Daiki memasuki kelas dengan gaya tengilnya, semua siswa pun terdiam membuat suasan kelas menjadi senyap. Semua mata tertuju pada Daiki yang melangkah menuju kursi. “Bukankah dia Daisuke?” tanya seorang murid kepada murid di sebelahnya. “Hmm, iya, tapi.. dari penampilan serta sikapnya dia seperti bukan senior kita... tapi dia terlihat lebih tampan dari biasanya” jawabnya. “Hei!! Pergi kau! Aku ingin duduk di sini!” sahut Daiki yang tiba-tiba mengusir murid yang sedang duduk mengerjakan tugas. “Siapa kau menyuruhku per” ucapnya terputus saat menatap wajah Daiki yang berdiri di depannya.“Dai.daisuke?” Ginji ketakutan saat melihat wajah garangnya. “Daisuke, Daisuke! Aku bukan Daisuke! Aku Adiknya. Pergi kau!” Daiki sengaja memilih tempat duduk yang di sebelahnya tak berpenghuni. “Daiki??” Ginji histeris mendengar namanya. Bukannya takut dia justru memeluk Daiki dengan erat.Namun Daiki mendorong kepalanya untuk menjauh dengan begitu dia bisa lepas dari pelukan Ginji. “Apa yang kau lakukan, siapa yang mengijinkanku memelukku!!” sesaat Daiki terlihat geram, namun ketika sadar bahwa siswa itu menyebut namanya Daiki pun terpaku.“Kau bilang apa tadi? Kau tahu namaku?” “Ginji! Aku Ginji... teman kecilmu dulu waktu di sekolah. Oh aku senang sekali akhirnya kau kembali ke Jepang. Aku dengar kau dulu pindah ke Amerika” Ginji terus mengoceh membuat Daiki tak nyaman dan memilih duduk diam dengan wajah datar seolah tak tertarik dengan ucapannya. Daiki duduk bersandar dengan kedua kaki di letakkan di atas meja layaknya bos besar. Semua murid mendadak diam tak ada yang berani berulah ataupun berisik setelah melihat Daiki seperti seorang anak bos mafia di kelas. “Kau bisa diam!! Telingaku panas mendengar ocehanmu!” sahut Daiki karena kesal Ginji terlalu banyak omong. Tok tok tok!!Seorang Guru mengetuk papan tulis untuk memulai jam pelajaran. Daiki pun menurunkan kakinya dari atas meja.Di samping mejanya tepatnya barisan ke tiga setelah kursi Daiki, Ginji duduk di sana. Dia terus berisik bisik-bisik memanggil nama Daiki. Namun Daiki tak menghiraukannya. “Perhatian semuanya! Hari ini ada murid baru pindahan dari sekolah lain. Ada dua murid yang akan ikut bersama dengan kita belajar di kelas ini. Daiki kau bisa maju ke depan untuk memperkenalkan dirimu?” lalu Guru itu meminta seorang murid lainnya yang masih berdiri di luar kelas untuk masuk. Dengan wajah malas, Daiki beranjak berdiri melangkah maju ke depan. Dia seperti tak memiliki semangat untuk sekolah. Dia menjadikan sekolah hanya untuk mengisi waktu luangnya. “Yukie masuklah” perintah Guru. Murid baru bernama Yukie itu pun masuk ke dalam kelas dan berdiri di samping Daiki. “Dia adalah Yukie yang beruntung mendapat beasiswa untuk sekolah di sini. Dan ketua yayasna sendiri yang telah memilih Yukie karena kecerdasannya. Jadi aku harap kalian bisa mencontoh keteladanan Yukie nantinya” Guru yang sering di sapa Sensei oleh muridnya itu pun melirik ke arah Daiki. Mentalnya sudah terserang terlebih dulu sebelum mengenalkan Daiki pada murid yang lain.“Dan yang di sebelahnya dia adalah Daiki, murid pindahan dari” ucapnya terputus. “Tidak perlu menjelaskan siapa diriku secara detail kalian juga sudah tahu!” sahut Daiki memotong pembicaraan sembari melangkah kembali ke kursi padahal Sensei belum memberinya perintah itu. “Daiki kau bisa mengancingkan kemejamu dengan benar? Ini masih di kelas... dan lagi, di mana blazermu?” hardiknya. Daiki memutar tubuhnya menghadap ke depan bukannya mengindahkan ucapan Senseinya, Daiki justru melepas semua kancingnya.“Aku lupa, seharusnya aku juga melepas semua kancing kemejaku!” Daiki melangkah mundur sembari memerkan aksinya membuka kancing kemeja sengaja membuat Sensinya geram. Beruntung Sensei sangat sabar dia malah tersenyum melihat tingkah Daiki yang suka membangkang. Sementara di sisi lain, Yukie yang masih berdiri di depan terkejut melihat wajah Daiki. Dia teringat dengan lelaki yang waktu lalu datang memakan bakpao tanpa membayarnya.“Dia... juga sekolah di sini? Gayanya sombong sekali. Jelas sangat berbeda dengan dirinya yang waktu itu datang lagi dan membayar tagihan bakpaonya" gumam Yukie. “Yukie, kau bisa duduk di samping Daiki” sebenarnya Sensei tak mungkin membiarkan Yukie duduk di samping Daiki namun hanya kursi itu yang masih kosong di kelas. Yukie perlahan melangkah menuju ke kursi di sampung Daiki. Lelaki itu terus menunduk tanpa memperhatikan sekitar. Mendengar bahwa Sensei meminta murid baru itu duduk di sampingnya Daiki langsung menggeser kursi yang ada di sebelahnya menggunakan kaki. Daiki hanya tak ingin Yukie duduk berdekatan dengannya. Tanpa rasa takut Yukie menggeser kursi ke tempat semula dan langsung duduk di sana. Daiki yang menyadarinya langsung menoleh dengan raut wajah kesal. Dia menatap Yukie dengan mata tajamnya. Namun saat melihat wajah gadis itu dari samping ekspresi wajahnya langsung berubah, gadis itu mengingatkan Daiki pada penjual bakpao di tepi jalan.Ini pertama kali bagi Yukie naik motor berboncengan dengan Daiki. Belum akur seperti semula tapi setidaknya dia sangat senang akhirnya bisa lagi dekat dengannya. Tak beda jauh dengan Yukie yang tersipu malu, Daiki pun merasakan hal yang sama. Hanya saja masih terlalu besar egonya karena Daiki termasuk tipe orang yang tak mudah mengutarakan perasaannya. Lelaki seperti dia cenderung akan merasa bahwa dirinya memiliki hak penuh atas kepemilikan terhadap orang yang menurutnya masuk ke dalam kriteria. Seperti halnya Yukie, meskipun mereka dekat baginya hubungan antara dirinya dan Daiki hanya berteman tapi berbeda dengan Daiki, dia merasa bahwa Yukie miliknya dan akan merasa cemburu apabila ada orang lain yang mendekatinya. Terlepas hubungan mereka hanya berteman tapi Daiki akan menjadi sangat posesif dengan Yukie. Bruuummm!! Mereka akhirnya sampai di depan rumah Yukie. Belum sempat turun dari motor mereka dikejutkan dengan Bibi Mai yang tiba-tiba muncul da
Teeeeeeeettt!Selesai jam pelajaran hari itu semua murid berhamburan keluar dari kelas. Namun masih ada juga sebagian dari mereka yang mengikuti kegiatan ekstra di sekolah untuk menambah nilai.Kebetulan Daiki dan Endo masih bersitegang memperebutkan satu kursi untuk bisa masuk dalam tim utama basket. Mereka berdua terlihat mengikuti latihan bersama dengan tim yang sudah resmi menjadi anggota utama.Beberapa hari yang lalu Daiki dan Endo sudah melewati dua sesi penilaian. Hanya tinggal satu sesi lagi penilaian yang nantinya akan menentukan siapa terbaik di antara mereka berdua.“Setelah Olimpiade antar kelas selesai penilaian sesi penilaian terakhir kalian akan diadakan. Poin sementara kalian sampai saat ini sama, aku harap kalian berusaha semaksimal mungkin sampai akhir nanti. Karena itu menentukan salah satu dari kalian untuk ikut bergabung dengan klub utama sekolah! Kalian paham?!” Kapten tim basket memberi petuah untuk mereka berdua,
Rencana Daiki tak mungkin begitu saja dilaksanakan, dia membutuhkan waktu satu minggu untuk mencari waktu yang tepat. Tapi setidaknya Daisuke telah meminta kepada Ibunya untuk mengulur waktu agar tidak menandatangani surat perjanjian jual beli tanah bangunan sekolah dan yayasan sampai Daiki bisa memastikan akan mendapatkan dana.Di suatu sisi semua murid sedang dibuat ramai dengan berita dari media. Belum selesai tentang foto yang diunggah oleh Kira kini mereka dikejutkan dengan postingan Daiki di akun pribadinya.Dia mengunggah satu foto seorang gadis berambut panjang yang sengaja di posting setengah badan dan itu dari arah belakang. Membuat semua murid semakin penasaran apakah benar orang yang ada di foto itu adalah Kira. Sementara beberapa hari lalu Kira mengunggah fotonya yang sedang mencium pipi Daiki.Membuat dugaan para murid semakin kuat bahwa mereka kini sedang berkencan. Lokasi yang sama tepatnya di pantai di mana saat itu hanya ada mereka bertiga. Dai
Jam pelajaran masih berlanjut, Sensei masih menjelaskan materi di depan kelas. Ginji semula fokus dengan pelajaran tapi bangku Daiki yang kosong mengalihkan perhatiannya. “Di mana Daiki? Apa dia melewatkan jam pelajaran terakhir?”Yukie terdiam saat mendengar ucapan Ginji, dia tak ingin ambil pusing lagi. Tetapi matanya tak bisa dialihkan dari bangku Daiki. Mengingat apa yang telah diucapkannya tadi kepada Daiki dan melihat kini dia tak mengikuti jam pelajaran akhir membuat Yukie berpikir apakah lelaki itu marah dan mencoba menghindarinya. ‘Lupakan Yukie, kau sudah mengambil keputusan untuk tidak memikirkan hal itu lagi!’***Izumie menghabiskan waktunya di ruang Kepala Sekolah. Raut wajahnya terlihat sangat kelelahan dan bingung. Terlihat benar-benar sangat frustasi. Akhir-akhir ini masalah menimpa dirinya, baik perusahaan maupun yayasan.Tok tok tok!! Lamunannya tersadar saat mendengar suara ketukan pintu.Secepat mu
Yukie bisa saja menolak ajakan Daiki tapi, saat dia sadar tangannya digenggam erat oleh lelaki itu dia merasa sangat nyaman. Timbul perasaan aneh saat tangan mereka bersentuhan, hingga dengan sendirinya Yukie pun membalas genggaman tangannya sembari berusaha mengikuti langkah kaki Daiki yang terbilang cukup lebar membuatnya kualahan ketika mengikutinya dari belakang.Di saat itu Daiki sempat terkejut karena dia bisa merasakan jari-jemari kecil milik Yukie mulai bergerak membalas genggaman tangannya tapi, dia sama sekali tak menghentikan langkahnya.Tiba di tempat biasa Yukie menghabiskan jam istirahatnya, yaitu di bawah pohon samping stadion mini yang biasa digunakan untuk berolah raga, Daiki melepaskan tangannya. Itu sempat membuat Yukie terkejut tapi akhirnya dia sadar bahwa beberapa detik yang lalu tubuhnya seakan terhipnotis hingga menuruti perintah Daiki tanpa perlawanan.“E.kenapa kau membawaku kemari?” pertanyaan itu terlontar setelah Yukie me
“Oh ya ampuuun! Tuhan kenapa kau titipkan anak ini kepadaku kalau tahu dia akan menjadi pemalas seperti ini??” Bibi Mai terus mengoceh. “Kalau tahu hidupku akan semakin menderita karenanya kenapa dulu kau tidak ambil sekalian nyawanya!!” Setelah puas meluapkan amarah dan kekesalannya, Bibi Mai meninggalkan Yukie di halaman begitu saja. Rambut acak-acakan serta kondisi seragam yang lusuh dan kotor menambah kesedihan Yukie berlipat. Setelah beberapa tahun harus bersembunyi mencuri waktu saat ingin belajar dan kini ketika berhasil memakai seragam impiannya berharap Bibi akan bangga, namun ternyata di luar dugaan Bibi Mai justru mematahkan semangatnya. Akan tetapi mimpi yang sudah Yukie bangun sejak dari kecil tak akan mudah hilang begitu saja.Tertatih saat berjalan menuju ke kamarnya, menahan sakit yang menghujam punggung, kepala dan juga wajahnya. Saat mengingat Bibinya sempat menampar pipi beberapa kali, Yukie cepat-cepat pergi menuju ke kamar mandi un