Acara makan malam tersebut diluar yang Kasih bayangkan. Benar yang Evan katakan, dua biduan cantik dengan pakaian seksi disediakan oleh pihak hotel. Pakian dengan belahan dada rendah dan rok di atas paha tersaji di sana. Bahkan senyuman dan sikap mereka begitu lemah lembut. Beberapa kali dirinya melirik dua biduan yang ditugaskan untuk mendampingi suamia dan ayah mertuanya mencuri-curi pandang pada Evan yang sibuk menikmati makanan. Kasih mendelik sebal. Rasanya ingin segera keluar dari ruangan tersebut. Berulang kali dia menginjak kaki Evan, tetapi suaminya tak peka apa yang dia inginkan. Hanya bertanya kenapa? Mau apa? Gak mungkin juga terang-terngan minta pulang. Akhirnya dia memutar otak dan menemukan cara yang dirasa cukup efektif juga.Hoek hoek!“Sayang!” Evan terkejut dan mengusap-usap punggung sang istri, tetapi ketika melihat sudut mata Kasih yang mengerjap, Evan paham. Dia pun menatap ayah dan kliennya yang tampak menatap terkejut ke arah mereka. “Mohon maaf, istri saya
Kasih pun mengekor sang suami yang berjalan lebih dulu. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku dan berjalan menunduk. Kasih diam-diam mencuri-curi pandang, beruntung sekali andai pernikahannya memang untuk selamanya. Evan tak sekaku ketika awal berkenalan, sikapnya lebih cair dan cenderung usil sekarang. Terus terang, hal tersebut menorehkan arti tersendiri dalam kehidupan Kasih yang sebelumnya terbuang. Mereka mengucap salam, tak berapa lama terdengar jawaban dan pintu dibukakan. Kasih mencium punggung tangan Ayah diikuti Evan. Lalu mereka bergabung dan duduk di ruang tengah. Alam pun sudah ada di sana. “Gimana kronologisnya sampai Mbak Vania hilang, Yah? Aku lihat mobilnya masih ada. Apa dia diculik atau memang pergi dari rumah karena ada malasah?” tanya Evan ketika mereka sudah duduk bergabung dengan Ibu yang masih saja menunduk sambil terisak. “Kami memang tadi pagi ada acara, Vania sejak kemarin pulang kerja hanya mengurung diri dalam kamar, lalu memang akhir-akhir ini dia m
Pencarian Vania dilanjutkan esok harinya. Alam sudah mengumpulkan berkas juga untuk bersiap melapor pada polisi. Ayah pun menghubungi semua kenalannya dan juga meminta bantuan para tetangga. Evan sudah menelpon Gasendra dan mengabarkan hari ini mungkin akan masuk kantor agak siang. Kasih sudah menyiapkan sarapan untuk mereka, semua duduk di ruang tengah dan mempersiapkan rencana kedua jika pencarian kali ini tak juga membuahkan hasil. Brug!Pintu depan terbuka membuat semua menoleh, ayah langsung berdiri dan menghampiri sosok dengan rambut kusut dan wajah semrawut itu. “Vania! Dari mana saja kamu!?” Bukannya menyambut dengan lembut, tetapi kekhawatiran yang berlebih itu sudah membuat amarah Ayah meluap. Vania hanya bergumam lirih, hampir tak terdengar. Dia melepas sepatunya sembarang lalu merapikan hoodienya dan menutup rambutnya yang berantakan. “Ayah gak perlu tahu! Urus saja Kasih---anak kebangaan Ayah!” tukasnya. Plak!“Ayah!” Ibu memburu lelaki yang terlampau khawatir pada
[Mas, pulang ke rumah mama sama papa saja, jangan ke rumah aku. Aku dah jalan pulang sekarang!] Kasih mengirim pesan pada Evan. [Ok!] Tak ada kalimat tanya. Evan hanya mengiyakan kalimat berita yang dia sampaikan. Kasih duduk di teras sambil menunggu mobil online datang. Kadang dirinya bernostalgia jika mengingat bagaimana pertemuan pertamanya dulu dengan Evan. Ayah datang dari dalam dengan wajah ditekuknya. Dia menatap Kasih yang tengah duduk memainkan gawai.“Mau ayah anter?” tanyanya seraya duduk pada kursi rotan yang ada di sana. “Gak usah, Yah!” Kasih menggeleng. Ada rasa menghangat di hatinya karena merasa diperhatikan. “Ya sudah hati-hati kalau gitu … Mbak mu masih belum mau keluar kamar. Hari ini gak kerja, tolong bilang sama Evan … jangan pecat Vania …,” lirih Ayah. Kasih bergeming. Rupanya dia diperhatikan pun karena Ayah memiliki tujuan lain untuk Vania---anak emas kesayangan keluarga. Namun tak urung juga Kasih mengangguk, meskipun dia belum mengerti prosedur perusah
Setelah mendengar telepon dari mantan adik iparnya itu, Gasendra segera meluncur. Dia pun meminta Syahnaz dan Evelyn ikut juga. Alamat yang diberikan Niki yaitu rumah kediamannya. Rumah minimalis yang diberikan Gasendra untuk mereka tinggal. Lagi-lagi karena rasa tanggungjawab yang Hermawan titipkan padanya. Lampu rumah tampak sudah menyala ketika mobil yang ditumpangi Gasendra tiba. Syahnaz dan Evelyn tak ikut keluar. Menunggu waktu yang mereka anggap tepat untuk memberikan kejutan pada perempuan bermuka dua itu. Gasendra mengetuk daun pintu yang tertutup, tak berapa lama muncul sosok perempuan dengan pakaian tidur tipis, wajahnya tampak sembab terisak. Gasendra sengaja membuka daun pintu dengan lebar, agar Syahnaz dan Evelyn yang masih berada di dalam mobil bisa melihat mereka. Dia menahan tangan Niki yang hendak menutupnya. “Maaf, Mas. Aku sudah pakai gaun tidur! Sebentar ganti baju dulu, ya!” tukasnya berpura-pura seraya memegang area yang terlarang dilihat, padahal hanya berha
“Siapa, Bi?!” Suara bariton yang berasal dari arah pintu membuat perhatian Niki dan Bibi beralih. Tampak Hangga tengah berdiri di sana seraya menggandeng seorang gadis muda. Namun wajah Niki seketika terasa merah padam, begitupun perempuan muda itu tampak terkejut melihat siapa perempuan yang tengah berdiri di balik gerbang. “V--Vania?” Niki mengucap kata itu terbata. Apakah dia tak salah lihat jika perempuan yang tengah bersama lelaki yang selama ini diharapkan menjadikannya istri itu Vania. Vania---perempuan yang pernah Reyvan kenalkan untuk jadi calon menantunya. Perempuan itu pun tak kalah kagetnya. Dia pun melakukan hal yang sama dengan mengucap nama perempuan itu meski tanpa suara. “T--tante, Niki?” Kedua sorot matanya bersitatap dengan perempuan berpakaian seksi yang berdiri tak jauh dari dirinya. Hangga yang sedikit terkejut melihat perempuan muda yang ada di sampingnya mengenal mantan kekasihnya itu menoleh padanya dan bertanya. “Kamu kenal dia?” Hangga menatap gadis mud
“Mah, kenapa mama upload video-video Kasih waktu dia nyanyi, sih?” Evan menatap perempuan yang tengah duduk seraya memainkan gawai. Syahnaz menoleh pada putra kesayangannya.“Memangnya kenapa, Van?” Syahnaz menoleh pada putranya. “Aku gak suka saja, Mah!” Evan duduk sambil menyilang kaki. “Bukannya kamu mau dukung kalau istri kamu mau sukses pada bidang yang ditekuninya, Van? Ini salah satu usaha Mama buat bantu kalian! Ini saja, beberapa PH sudah ada yang menawarkan untuk rekaman loh Van. Malah ada yang nawarin buat bikin sponsor konser mini.” Syahnaz menunjukkan beberapa akun yang berkomentar pada postingannya yang sengaja mengupload video-video Kasih waktu latihan vokal dengan instruktur musiknya. “Tapi sekarang aku gak setuju!” tukas Evan dengan wajah yang tak enak dipandang.“Gak setuju apa, sih, Mas? Pagi-pagi kok mukanya sudah jelek kayak gitu?!” cebik Kasih seraya mendekat. Kasih yang baru saja menyelesaikan pesanan Evan datang dengan membawa kotak bekal. Roti bakar selai
Mobil yang mengantar Vania sudah tiba di depan kediamannya. Dia menoleh pada lelaki yang baru beberapa waktu lalu dikenalnya itu. “Bang, mampir dulu!” tukas Vania pada Diandra. Lelaki itu hanya menggeleng pelan. Lalu menatap pada Vania dan mengangguk sopan. “Lain kali, ada urusan!” tukas Diandra. “Oh ya sudah, makasih sudah anterin aku!” tukas Vania dengan senyum yang mengembang. “Sama-sama,” jawabnya datar. Vania pun turun, dia menatap mobil SUV mewah yang perlahan menjauh. Senyuman kemenangan tampak pada raut wajahnya. Kali ini kepercayaan dirinya mulai bangkit kembali dan perasaan kalah oleh Kasih yang menikahi pewaris Gasendra Grup. Kali ini dia bisa kembali mengangkat kepala karena sudah memiliki pendamping yang sepadan. Vania berjalan tenang memasuki rumah. Lalu seperti biasa mencium punggung tangan Ayah yang baru saja pulang dari toko. “Ceria banget anak Ayah?” Ayah mengusap pucuk kepala Vania. Kondisinya yang sudah mulai stabil membuat lelaki itu merasa bahagia. “Iya d