Dahlia dan Lilian adalah dua orang gadis cantik asal Bogor yang tinggal bersama sang nenek. Mereka adalah anak korban perceraian dari kedua orangtuanya yang
menikah lagi dan telah memiliki pasangan masing-masing serta tinggal di kota lain. Sehingga sejak kecil, mereka diasuh oleh nenek Rukmini di sebuah rumah yang sangat sederhana. Dahlia berwatak keras, sembrono, dan sedikit tegas. Sedangkan Lilian berwatak lembut, pemalu, dan ramah. Saat ini, keduanya telah duduk di bangku SMA kelas tiga dan beberapa bulan lagi akan menamatkan pendidikan mereka di sana. Usia sang nenek sudah sangat renta dan sering sakit-sakitan. Selama ini, Nenek Rukmini menghidupi kedua cucunya dengan berjualan keripik talas khas camilan daerah Bogor dengan cara berkeliling kampung. Dahlia dan Lilian juga membantu Nenek Rukmini dalam mengolah dan menjual keripik tersebut. Meskipun sudah tua, Nenek Rukmini selalu berusaha kuat dan sehat demi kedua cucunya tercinta. Hari Senin yang cerah di sebuah SMA Negeri Bogor, Hari ini adalah pengumuman kelulusan bagi Lilian dan Dahlia. Keduanya dinyatakan lulus dari sekolah dengan nilai yang memuaskan. Di suatu siang di rumah mereka, Dahlia berkata kepada Lilian. “Lilian, aku ingin ke Jakarta untuk mencari lowongan kerja di sana. Apakah kamu mau ikut denganku?” seru Lilian antusias. “Nih, kamu baca dulu, deh.” Dahlia pun menyodorkan sebuah kertas lowongan kerja yang tadi dibagikan oleh orang-orang di pinggir jalan. Lilian lalu membaca selebaran itu dengan teliti. Seketika timbul keraguan dalam dirinya. Dia pun berkata, “Dahlia, sepertinya informasi ini tidak lengkap. Aku takut kita nyasar. Apalagi Jakarta adalah kota besar,” seru Lilian cemas dengan keinginan saudaranya. “Kamu ini! Penakut banget, deh!” ketus Lilian. “Dahlia aku bukannya takut, hanya saja informasi tentang lowongan kerja itu tidak ada kejelasan sama sekali. Lagian Nenek juga belum tentu mengizinkan kita untuk pergi ke sana,” serunya khawatir. “Soal izin dari Nenek, serahin sama aku. Biar aku yang membujuknya,” seru Lilian tegas. “Ya ampun Dahlia. Kamu sangat nekat. Aku mikir-mikir dulu deh,” tukas Lilian. “Yaelah, Lilian! Kamu mikirin apa lagi sih? Heran deh! Apakah kamu mau hidup kita seperti ini saja? Tidak ada perkembangan sama sekali! Apa kamu nggak pernah bermimpi ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih baik? Apakah kamu nggak mau membuktikan kepada orang-orang yang selalu menyepelekan kita, karena kita adalah anak dari korban perceraian dari kedua orang tua kita. Apakah kamu nggak mikir jika kita bisa meraih kesuksesan dari hasil jerih payah kita sendiri? Atau kamu mau Nenek terus saja dianggap remeh oleh orang lain?” tutur Dahlia dengan nada penuh kemarahan. Seketika Lilian menjadi tersentuh dengan omongan Dahlia yang sesuai dengan kenyataan itu. Dia pun memilih diam dan mencoba berpikir dengan jernih. “Berpikirlah yang jernih, Lilian. Aku berikan kamu waktu beberapa hari ke depan untuk berpikir. Jika kamu tetap nggak mau pergi ke Jakarta, aku akan nekat pergi sendiri,” seru Dahlia kemudian berlalu dari hadapan saudaranya. Setelah Dahlia pergi, Lilian pun mulai merenungkan semua perkataan dari saudaranya tadi. Ada rasa sedih di hatinya jika harus meninggalkan Nenek Rukmini sendirian. Pada suatu siang, sang nenek terbangun dari tidurnya. “Dahlia, Lilian, kalian sedang membicarakan apa? Sepertinya kalian sedang berdebat.” Lilian yang melihat neneknya terbangun segera berkata, “Nenek sudah bangun?” “Nenek baru saja bangun, tapi tadi nenek mendengar kalian berbicara dan suara Dahlia sedikit mengejutkan Nenek,” tutur Nenek Rukmini. “Kami akan jelaskan semuanya kepada Nenek, Aku dan Dahlia. tapi tunggu dia pulang dulu dari pasar,” sahut Lilian. “Oh begitu. Baiklah, Nenek akan menunggunya. Sekarang tolong kamu bantuin Nenek di dapur, kita akan menggoreng keripik untuk dijual besok,” ujar Nenek Rukmini. “Nek, biar aku saja. Kan Nenek sudah ngajarin aku caranya. Nenek istirahat lagi di dalam kamar,” tukas Lilian Akan tetapi Nenek Rukmini tidak membiarkan Lilian bekerja sendiri, dengan alasan badannya akan terasa sakit semua jika tidak ada pergerakan. Sejenak Lilian merasa sedih. Dia menjadi ingat dan memikirkan keinginan Dahlia untuk mengadu nasib di Kota Jakarta. Di tempat tinggal mereka saat ini memang banyak yang pergi mencari pekerjaan di kota. Ada yang berhasil akan tetapi banyak juga yang menyerah dan kembali ke sini, karena tidak tahan dengan kehidupan di kota yang sangat pelik. Pada malam hari Nenek Rukmini, Lilian dan Dahlia, sedang berkumpul di ruang tamu rumah mereka yang sangat sederhana. Dahlia pun memulai pembicaraan dengan mengutarakan maksud mereka yang ingin merantau ke Kota Jakarta untuk memperbaiki nasib mereka. Dahlia agak terbata menjelaskan semuanya, takut Nenek Rukmini tidak setuju. Namun, di luar dugaan, Nenek Rukmini malah setuju dengan ide Dahlia untuk pergi ke Jakarta. Lilian dan Dahlia sontak memeluk Nenek Rukmini, sambil mengucapkan terima kasih dan berjanji akan selalu memberi kabar kepada sang nenek selama mereka mengejar mimpi di kota. “Dahlia, Lilian. Nenek memberi kalian izin untuk pergi ke Jakarta dan mendoakan semoga apa yang kalian cita-citakan dapat tercapai dengan baik dan sesuai harapan kalian,” ujar sang nenek sambil terus memeluk kedua cucunya. Ada rasa sedih yang menyelimuti hatinya. Akan akan tetapi Nenek Rukmini tidak mau egois. Dia harus merelakan cucu-cucunya untuk meraih mimpi-mimpi mereka. “Kalau Nenek boleh tahu, kalian bekerja di mana nanti?” tanya sang nenek. Dahlia tiba-tiba gugup lalu buru-buru menjawab, “Kami akan bekerja di perusahaan garmen, Nek. Di sana juga telah disediakan tempat tinggal untuk karyawan, jadi nenek tidak perlu khawatir.” Seketika Lilian kaget dengan perkataan Dahlia. Namun dia tidak dapat berbuat apa-apa karena saudaranya itu telah mengancamnya duluan. Nenek Rukmini lalu melangkah masuk ke dalam kamar, kemudian Beliau keluar dan memberikan kepada cucunya sebuah buku tabungan masing-masing. “Ini ada simpanan Nenek, untuk kalian berdua. Selama ini kalian telah membantu Nenek berjualan. Maka dari itu Nenek menyisihkan sebagian untuk ditabung. Kalian pergunakan uang ini dengan baik,” ucapnya. “Nenek harapkan juga kalian bisa melanjutkan pendidikan kalian ke jenjang sarjana,” harap sang nenek. Mendengar perkataan nenek Rukmini, keduanya sontak bersimpuh di hadapan sang nenek sambil menangis terisak-isak. Mereka sangat terharu atas apa yang telah nenek lakukan kepada mereka selama ini. Nenek Rukmini kembali menasihati kedua cucunya agar selama di kota, mereka dapat menjaga diri dan jangan mudah terjerumus dengan pergaulan bebas. Keduanya pun mengangguk mendengarkan semua nasihat dari sang nenek. Keduanya bertekad akan menjaga nama baik keluarga mereka terutama Nenek Rukmini, satu-satunya keluarga mereka yang ada di dunia ini. Saat ini Nenek Rukmini tidur duluan di dalam kamar, sedangkan Dahlia dan Lilian masih terjaga. “Dahlia, kok kamu bohong kepada nenek tentang tempat tinggal kita di Kota Jakarta?” tanya Lilian dengan khawatir. “Hei, kecilkan suaramu. Nanti nenek mendengar!” ujar Dahlia tajam sambil menatap ke arah adiknya. “Jika nenek tahu kita ke sana belum ada tempat tinggal, pasti nenek nggak bakalan izinin kita untuk pergi!” ujar Dahlia dengan setengah berbisik. “Kamu tenang saja, kita punya ini,” Dahlia menunjukkan buku tabungan dan ATM di dalamnya kepada Lilian. “Tapi kita tidak tahu bagaimana cara memakai kartu itu, Dahlia,” seru Lilian. “Udah, kamu tenang saja. Kita bisa bertanya kepada orang-orang di kota bagaimana cara menggunakannya,” seru Dahlia lagi-lagi meyakinkan Lilian. Namun jauh di lubuk hati Lilian, dia sedikit ragu akan keberangkatan mereka ke kota yang terkesan terburu-buru dan disertai dengan kebohongan dari Dahlia. Namun sebisa mungkin Lilian mencoba menepis rasa keraguannya dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa langkah yang mereka tempuh untuk mengadu nasib di kota adalah langkah yang tepat."Aku menyelidikinya sendiri, Kak.""Apa? Kamu menyelidikinya sendiri?""Yap." jawab junot, singkat."Aku pikir Papa sudah jujur kepadamu." "Belum, Kak.""Sepertinya, kita harus membuat Papa buka suara kepada kita! Pokoknya, Papa harus jujur kepada kita." "Iya, Kak. Aku setuju dengan pendapatmu."Sementara di dapur, Lilian dan Dewi terlihat akrab."Jadi kamu masih kuliah?""I-ya, mbak.""Wah Junot dapat gadis muda rupanya."Lilian hanya tersenyum malu."Kamu sabar-sabar ya sama Junot. Walaupun anaknya keras kepala dan suka emosian. Akan tetapi dirinya memiliki hati yang lembut.""I-ya mbak.""Oh ya, Kamu sudah ketemu sama Mama?""Belum, mbak." "Belum ya? Nanti jika kamu ketemu sama Mama, kamu maklum ya bagaimana orang tua kepada anaknya.""Iya, Mbak." Entah kenapa, Dewi memiliki kekhawatiran jika Nyonya Belva tidak menyukai Lilian.Lalu ke empat orang dewasa itu pun memulai makan siangnya. Hampir seharian mereka berada di rumah itu, sekedar bercengkrama atau sekedar berbagi cerita.
"Pasti Lilian marah kepadaku, bagaimana caraku untuk merayunya?" Junot merutuki dirinya yang tidak bisa menahan hasratnya, saat di dalam bioskop tadi."Sayang, bagaimana kalau kita makan siang?" tanya Junot, hati-hati."Ok." jawab Lilian singkat.Lalu, Junot pun meraih tangan Lilian dan menggenggamnya dengan erat menuju ke dalam sebuah restoran terkenal di mall itu.Junot mengitari pandangannya. Mencari tempat yang cocok untuk mereka berdua."Sayang, kamu mau pesan apa?""Terserah saja, aku nggak pemilih makanan, kok." ketusnya, lagi."Baiklah, Sayang kita samain saja apa yang kita makan." seru Junot, lalu memanggil salah seorang waiter."Sayang, bolehkah aku memesan makanan pedas?" Mendengar perkataan Junot tersebut, Lilian dengan segera menatapnya dengan sangat tajam."He-he-he, aku hanya bercanda, Sayang!" ucap, Junot. Sementara sang waiter tersenyum melihat tingkah Junot yang sepertinya takut kepada kekasihnya itu.Keduanya pun memulai makan siang mereka berdua dalam diam. Setela
Setelah urusan di barbershop selesai. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka menuju sebuah mall besar di daerah Jakarta Pusat."Sayang, yuk kita belanja untuk mu." tutur, Junot."Ih ... Mas! Bajuku masih banyak kok, nggak usah deh." sahut, Lilian."Sayang, tolong jangan membantahku kali ini, please ...." ujarnya, memelas.Lilian diam sebentar."Duh ngapain sih, Mas Junot mengajakku belanja? Mubazir nih. Tapi aku juga nggak enak menolak. Sepertinya Mas Junot sangat bahagia dengan kebersamaan kami.""Baiklah, Mas." "Nah gitu, baru pacarku!" Lalu mereka pun memulai belanja mereka siang itu. Ada banyak pakaian yang dibeli oleh Junot untuknya. Semuanya sudah dikirim ke alamat rumah Bu Jayanti.Dan ada beberapa yang Lilian bawa pulang ke apartemen Junot sebagai baju gantinya selama seminggu tinggal bersama Junot.Tanpa keduanya sadari, ada orang yang diam-diam memotret kebersamaan mereka. Padahal, Asisten Taufik mengetahui siapa orang itu.Orang itu ternyata suruhan Nyonya Belva. Untuk
"Asisten Taufik, apakah kalian menyembunyikan sesuatu dari saya?" tanya Lilian."Kenapa Nona berpikiran seperti itu?""Soalnya tadi juga Mas Junot berkata agar saya tidak meninggalkannya, memangnya ada apa sebenarnya?" selidik Lilian semakin curiga."Tidak ada apa-apa kok, Nona. Saya hanya berharap saja semoga Tuan Muda dan Nona bisa berbahagia selalu. Kalau begitu, saya permisi dulu," seru Asisten Taufik, segera berlalu dari tempat itu. Dia takut salah ngomong dan membuat semua menjadi kacau lagi.Junot selesai mandi, lalu berkata, "Yang datang siapa, Sayang?" Penampilan Junot sangat keren pagi ini, Lilian sedikit gugup karena melihat sang kekasih yang sangat gagah pagi ini."Asisten Taufik, Mas. Dia memberiku ini." Lilian pun menunjukkan sebuah paper bag yang ada di tangannya."Segeralah mandi, baru kita sarapan. Kamu temani aku untuk ke barbershop. Setelah itu kita jalan-jalan.""Iya, Mas.""Eh, tunggu dulu Sayang. Kamu ada kuliah nggak hari ini?""Kebetulan hari ini, aku nggak ad
"Iya, Sayang. Kamu bisa pegang kata-kataku ini." jawab Junot, tegas.Jadilah kedua sejoli yang baru jadian itu tidur seranjang malam itu.Lilian juga tidak lupa mengabari, kepada Bu Jayanti jika dirinya menginap di rumah temannya.Keduanya masuk ke dalam kamar. Junot memberi sebuah paper bag di tangan Lilian."Ini apa, Mas?""Ini baju ganti untukmu, mandilah.""Eh, iya Mas." Lalu Lilian pun segera meraih paper bag itu di tangan Junot dan segera masuk ke dalam toilet.Di dalam toilet, Lilian melihat penampilannya. Dia senyum-senyum sendiri di depan cermin karena baju tidur yang dipilih oleh Junot untuknya menutupi seluruh bagian tubuhnya.Dia pun keluar dari toilet, dan melihat jika Junot juga sudah berganti dengan baju tidur yang sama dengannya."Surprise!" ucap, Junot."Bagaimana penampilan kita, Sayang?""He-he-he, keren Mas.""Kamu suka, nggak?""Suka banget, Mas. Terima kasih ya, Mas.""Okay, Sayangku." jawab Junot, senang."Ih, Mas junot kok terkesan genit gitu, sih?" gumamnya, h
"Dikit saja dong, Lilian. Please ..." ujar Junot memelas."Maaf Mas, nggak boleh. Tolong kamu tuh, jangan keras kepala gitu, ya?" "Tapi bagaimana aku bisa berselera makan jika nggak ada sambelnya, Lilian.""Pokoknya, nggak boleh! Mas ikutin aturan dong, ya?"Junot diam, dia pastikan dirinya pasti tidak akan punya selera makan, karena tidak ada rasa pedas sedikit pun."Kok wajah kamu cemberut gitu, Mas?" tanyanya."Habis, aku rasa aku tidak berselera makan nih." ujarnya, tak bersemangat."Mas coba dulu masakanku," ucap Lilian, lalu mulai menyusun semua hasil masakannya di atas meja.Junot dari tadi hanya mengaduk-aduk nasi dan beberapa lauk di piringnya. Sementara Lilian yang kelaparan, tidak memperhatikan Junot sama sekali.Setelah piringnya kosong, barulah gadis itu menegakkan kepalanya.Dirinya pun kaget dengan apa yang dilakukan oleh Junot."Mas Junot ! Ya ampun Mas, kamu ngapain sih dari tadi? Bukannya makan!" kesalnya lalu menatap tajam ke arah pria itu. Sedangkan Junot yang me
Di dalam kamar,Lilian akhirnya terbangun. Dia terlihat mulai menggeliatkan tubuhnya lalu melihat sekelilingnya, mencoba mengingat kembali, dia sedang berada di mana."Tadi bukannya aku sedang berada di di kamar Mas junot? Aku kan tadi sedang menjaganya karena dia masih belum siuman. Tapi sekarang, kok jadi aku yang terbaring di atas ranjang?" serunya, bingung sendiri.Lilian lalu meraih ponselnya, dan melihat jika ada sebuah pesan dari nomor baru, dia lalu membuka pesan itu.Asisten Taufik : "Nona, ini saya Asisten Taufik, asisten Tuan Junot. Maaf jika saya lancang mengirim pesan kepada Anda. Akan tetapi sepertinya, hal ini sangat penting. Saya rasa Anda patut mengetahuinya. Ini mengenai kondisi Tuan Muda. Sudah beberapa bulan terakhir ini Tuan Junot menderita penyakit maag akut. Hal itu terjadi, karena Tuan Junot tidak teratur makan. Dokter sudah memperingatkannya namun Tuan Muda, tidak pernah mau mendengar perkataan saya maupun perkataan dokter Adi. Akan tetapi saya sangat yakin j
Lilian berjalan keluar dari kafe itu dengan langkah santai. Dirinya sedang menunggu taksi online yang tadi baru saja dia pesan.Junot yang juga baru selesai meeting melihat Lilian yang berada di depan sebuah kafe tepat di sebelah restoran tempat dirinya meeting.Junot yang ingin masuk ke dalam mobilnya dan mencoba untuk tidak mempedulikan Lilian, namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Karena Junot melihat ada sebuah motor gede yang telah siap-siap ingin menabrak wanita kesayangannya, itu.Namun dengan cepat, Junot berlari menuju ke tempat di mana gadis favorit sedang berdiri. Lalu pria itu pun berteriak,"Lilian, Awas!" Bersamaan dengan itu, Junot segera menghadang tubuh Lilian sehingga dia terlepas dari pemotor yang ingin menabraknya. Alhasil yang jatuh ke tanah dan terkena senggolan pemotor itu adalah Junot."Tuan Muda!" teriak, Asisten Taufik. Dia segera menelpon anak buahnya untuk mengejar pemotor tersebut.Asisten Taufik :"Segera kejar orang itu!"Anak buah :"Siap, Tuan."Se
"Hei! Kamu kok melamun terus, sih? Udah bosan belajarnya? Kalau memang iya, jangan dipaksain." tutur Doan, kepada Lilian. Saat ini keduanya sedang berada di sebuah kafe. Seperti biasa, disela-sela kesibukannya Doan membantu Lilian mengerjakan tugas-tugas kuliahnya."Enggak kok, Kak." lirihnya."Hei, kamu jangan bohong. Kakak tahu sifatmu! Biasanya kamu periang dan semangat gitu. Tapi sekarang kok berbeda?""Aku nggak apa-apa kok, Kak." ujarnya, menutupi kegalauan hatinya."Kamu sudah tonton video yang Kakak kirim kemarin?" selidik, Doan. Dia curiga perubahan sikap Lilian gara-gara video itu."Su ... sudah," jawabnya, singkat."Terus setelah kamu menonton video itu, makanya sikapmu berubah seperti ini, benar nggak tebakan, Kakak?""Aku tidak mau membahasnya, Kak." "Lil, kakak mau tanya sama kamu. Apakah kamu masih mencintai Junot?""Aku tidak mau membahasnya, Kak. Please ..." serunya, memelas."Baiklah." sahut, Doan.Namun Doan masih bisa merasakan kesedihan hati adik angkatnya itu.