Olivia menelan ludah mendengar kata-kata pedas dari bibir Ronan. Dengan terus berjalan mundur, Olivia mulai terpojok di sisi tempat tidur dan akhirnya terjatuh, lalu terduduk di ujung ranjang, hampir terlentang.Ronan semakin mendekat, membuat Olivia ingin segera bangkit dan menjauh. Namun lagi-lagi tubuh tegap tinggi itu kini tepat berada di hadapan dan menghalanginya. Tubuh Olivia kembali terkungkung dengan lengan kekar itu."La_lalu, tugas seperti apa yang akan anda berikan padaku?" Olivia menjawab dengan gugup.Pandangan Ronan tak lekang menatap setiap inchi lekuk di bagian wajah dan tubuh wanita di bawahnya. Membuat Olivia semakin bergidik ngeri."Kau harus mengambil hati ibuku. Menuruti setiap keinganannya agar dia menyukaimu. Kau mengerti?""Apa maksud anda, Tuan? Untuk apa aku melakukan itu?""Turuti saja! Andai setelah enam bulan kita berpisah, buat ibuku tetap menahanmu agar terus berada di sisinya. Biarkan dia menyayangimu seperti dia menyayangiku. Agar kelak meski dia tahu
Ronan langsung kembali mendekati Olivia. Tangan besarnya sudah sampai begitu saja ke rahang wanita itu, lalu meremasnya hingga mulut wanita itu sedikit maju akibat tekanannya.“Apa yang anda lakukan? Aku hanya bertanya, Tuan.” Olivia sedikit merintih.“Hingga saat ini kau masih juga belum bisa menjaga mulut lancangmu itu, hah? Pria mesum apa maksudmu? Kau sengaja memancingku?” Lirikan mata Ronan membuat Olivia merinding.“Tak bisakah anda menjawabku saja? Kenapa anda selalu berbuat kasar?” Suara Olivia terdengar lucu saat tangan suaminya masih menekan pipi tirus itu.Ronan ingin sekali tertawa. Selain membuatnya kesal, wanita itu juga terkadang membuatnya merasa terhibur. Tapi tentu saja dia harus menahannya. Pria itu tak ingin kehilangan wibawanya di hadapan wanita itu. “Lalu apa yang kau inginkan? Kau ingin aku keluar dari kamarku sendiri?” “Tidak! Aku tidak bermaksud mengusir anda. Maksudku... itu....” Olivia tampak bingung.“Atau kau ingin bermalam bersama Silvia? Ah, ya. Kupiki
Malam itu Ronan terpaksa mengalah. Meski sofa di kamarnya begitu empuk dan terasa nyaman bagi istrinya, tetap saja Ronan selalu ingin memberikan yang terbaik bagi wanita itu. Baginya Olivia sudah cukup menderita selama ini. Jadi begitu pria itu membawanya masuk ke keluarga Ellyas, Ronan akan memberikan semua fasilitas yang harusnya bisa dia nikmati sejak kanak-kanak dulu.“Kurasa aku terlalu lelah, Tuan! Tidak seharusnya anda mengejekku seperti itu. Bukankah harusnya anda senang karena aku begitu percaya bahwa anda tidak akan melakukan apa pun terhadapku?” Olivia beralasan.Ronan hanya menggeleng pelan. Jangankan untuk menang, dia bahkan tak punya kesempatan untuk seri jika berbicara pada wanita itu.“Kalau begitu cepatlah! Aku tidak ingin membuat ibuku marah, Nyonya!”*Laura dan Martin sudah menunggu di meja makan. Begitu juga dengan Silvia yang masih memasang wajah tidak suka. Tak ada senyum apa pun terlihat di wajahnya. Bukan hanya karena pernikahan Ronan dan Olivia, tapi karena L
Olivia menjadi salah tingkah saat mata semua orang menatapnya. Membuat dia sedikit ketakutan pada kedua orang tua itu.Olivia menyadari kelancangannya, lalu tertunduk menyesal. Wanita itu melirik suaminya yang juga memicing menatapnya. Menyayangkan sikapnya barusan."Apa kau pikir pekerjaanmu itu lebih penting dari keluarga ini, hah?!" Martin angkat bicara melihat sikap lancang Olivia. Pria yang sejak awal tak menyukai wanita pilihan putranya itu mulai terang-terangan menunjukkan rasa bencinya. Terlebih lagi saat dia tahu gadis yang dia pikir putri kandungnya telah jatuh cinta pada Ronan. Membuat Martin ingin sekali sepasang pengantin baru itu segera berpisah dan menikahkan putranya dengan Silvia.Olivia menelan ludah mendengar suara ayah mertuanya yang terdengar begitu kasar. Padahal dirinya pikir, Lauralah yang akan pertama kali menegurnya. "Maaf, Ayah. Tapi aku__.""Aku bukan ayahmu!" Martin langsung menyela ucapan Olivia. Membuat wanita itu terdiam seketika.Silvia tersenyum sin
"Apa yang terjadi? Kau tidak ingat apa tugasmu? Kau bahkan sudah membuat kekacauan di hari pertama menjadi menantu di hadapan orang tuaku!" Ronan terpaksa menurunkan sedikit nada bicaranya."Jadi maksud anda, aku harus diam saja saat ibuku dihina oleh pria lumpuh itu?" Olivia tampak geram tanpa memedulikan apa Ronan akan tersinggung akan hal itu."Jaga bicaramu, Nyonya." Ronan memelankan suaranya, sembari melirik area sekitar. "Apa kau ingin mati karena telah berani menghina kepala keluarga di rumah ini?"Olivia yang biasa nyalinya langsung menciut karena ancaman Ronan, kini terlihat tak peduli."Apa aku tidak boleh membela harga diri ibuku, Tuan? Tuan besar itu bahkan sama sekali tak mengenal ibuku. Bagaimana bisa dia menuduh ibuku adalah seorang wanita murahan. Ibuku orang baik. Dia selau menyayangiku selama aku bersamanya. Dia pasti punya alasan kenapa meninggalkanku di panti asuhan. Mungkin saja setelah meninggalkanku seseorang menangkapnya dan terjadi hal yang buruk pada ibuku."
Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Baginya tak ada yang berubah setelah pernikahannya dengan tuan muda mahakaya seperti Ronan. Tak ada jaminan uang bulanan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Juga kartu hitam yang kemarin diberikan padanya sudah kembali ke tangan Ronan karena insiden di toko baju tempo hari.Saat malam tiba, restoran itu kedatangan beberapa tamu wanita. Dengan jalan berlenggak-lenggok, mereka mencari keberadaan Olivia. Hingga salah satu di antara mereka melihat pelayan wanita itu menghindangkan beberapa botol minuman beralkohol kepada para tamu.Gadis-gadis itu lalu mencari tempat duduk di teras outdoor lantai tiga. Menikmati angin malam di tengah kota dengan Olivia sebagai bahan untuk hiburan."Hai, Olivia!" Anne memanggil istri dari sepupunya itu untuk segera melayani mereka.Olivia menoleh kemudian mendekat."Kalian... di sini?" Olivia menyipit heran."Tentu saja, sepupu ipar. Bukankah kau sendiri yang mengundang kami ke sini?" Elsa menyahuti ucapan Olivia
Saat sedang membersihkan meja di lantai dasar, menejer restoran memanggil Olivia. Gadis itu langsung datang menuju meja kasir."Anda memanggilku, bu Jessi?""Kau mengenal ketiga gadis di meja outdoor, Olivia?" tanya bu Jessi dengan lugas.Pikiran Olivia langsung mengarah pada Elsa, Anne dan juga Sely."Ya. Aku mengenal mereka.""Kau juga akan membayar tagihan ini? Mereka mengaku bahwa kau saudara sepupunya, dan meminta memberikan bill ini padamu." Bu Jessi menyodorkan secarik kertas.Olivia meraih kertas putih itu. Dia menarik napas panjang setelah melihat deretan angka yang jumlahnya bahkan lebih besar dari gajinya di sana."Tolong masukkan ke tagihanku saja, Bu." Olivia hanya bersikap pasrah.Bagaimanapun juga, mulut lancangnya itu juga yang berbasa-basi ingin mentraktir mereka makan jika mereka ingin datang. Olivia pikir gadis-gadis itu tidak akan hadir karena mereka sama sekali tidak akrab. Hingga tanpa perlu menunggu berhari-hari, mereka bertiga benar-benar sengaja datang untuk m
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku