Albiru masuk ke kamar Mashayu dengan diikuti Rida, pelayannya dari belakang. Tampak gadis itu masih terbaring di atas tempat tidur. "Rida, suruh dia makan! aku ingin melihatnya!" perintah Albiru, dan seketika mendekati Mashayu yang masih tak mau menatap ke arah Albiru. "Nona, maaf ini makanannya," ucap pelayan wanita itu. "Sudah kubilang, aku tidak lapar!" ucap Mashayu ketus. "Tapi, tuan meminta anda untuk makan, Nona," tutur Rida lembut. "Suruh saja dia yang makan!" Mashayu masih saja menolak, sedangkan perutnya kian berbunyi menandakan jika empunya sedang kelaparan. "Nona.. " "Apa? cepat bawa nasi itu pergi!" Albiru yang hanya memperhatikan sejak tadi, kemudian merasa geram pada gadis itu dan menghampirinya, ia bahkan tau jika Mashayu sedang kelaparan."Rida, pergilah," ucap pria itu sambil meraih piring di tangan pelayannya. Wanita itupun mengangguk dan keluar dari sana meninggalkan tuannya bersama gadisnya. "Apa kau mau mati kelaparan?" tanya Albiru dengan sepiring nasi di
“Jangan menyentuhku!” ucap Shayu berusaha melepaskan diri dari pria itu. “Biru!” “Lepaskan!” bagaikan mendapat dorongan semangat, nyatanya pria itu justru semakin liar menjelajahi tubuh indah Mashayu, Shayu menggunakan segala kekuatannya agar bisa lolos dari pria kejam dan mes*m itu. Tetapi, tetap saja sepertinya tenaga mereka sangat berbeda jauh. Bagaimanapun Shayu adalah seorang wanita, tentu saja ia tak dapat melawan pria kekar itu. Ada desiran aneh saat mata mereka saling bertemu, namun rasa kesal dan benci begitu mendominasi sehingga membuat gadis itu memiliki tenaga lebih untuk mendorong Albiru. “Sudah kubilang jangan menyentuhku!” “UKHH!” Shayu mendorong dan menendang tubuh pria yang sedang mengungkungnya tersebut, hingga terjatuh ke lantai. “Sial, tubuh sekecil itu, nyatanya bisa menjatuhkanku,” batin Albiru , dia meringis kesakitan, mendapati bagian tubuhnya yang menghantam lantai marmer kamar itu. Shayu berlari menuju pintu keluar, ia tak sanggup untuk berada di dekat
"Bu, apa yang ibu katakan?" tanya Mashayu saat mendengar ibunya mengatakan hal yang menurutnya gila. "Nak, ibu tak mau melihatmu terus menderita, lebih baik menikah saja dengan Albiru!" "Tidak Bu, Shayu tidak mau!" ucap gadis keras kepala itu pada ibunya, sebenarnya Shayu tak pernah membantah perintah atau perkataan ibunya namun ia terpaksa harus menolaknya jika sang ibu meminta gadis itu untuk menikah dengan pria yang sangat ia benci. "Belum menikah saja sudah berniat jahat! apa lagi setelah menikah, apa ibu mau Shayu lebih disiksa lagi?" "Nak. dengarkan ibu, sepertinya dia itu pria yang baik," Laras semakin membuat Mashayu terintimidasi. "Apa ibu bilang?" "Dia itu jahat Bu, dia telah membuat hidup kita menjadi seperti ini, tidak ada pria baik yang memanfaatkan ketidakberdayaan orang lain, tidak ada orang baik yang menjadikan kelemahan orang lain untuk kepentingannya sendiri," gadis itu masih saja melanjutkan pendapatnya tentang Albiru. "Tapi Nak, waktu kita tidak banyak lagi
Mashayu menutup pintu kamarnya dengan kasar, hatinya bergemuruh, dadanya sesak dan meluap-luap mendengar ibunya memintanya untuk menikah dengan Albiru. Mashayu tak menyangka jika ibunya akan menyerah secepat itu. Memberikan dirinya kepada rentenir kejam dan tidak tau diri itu, bukankah suatu kebodohan untuk menyerah sebelum berperang, meskipun selama ini ia sudah cukup bertahan dengan keadaan. Walaupun hasil kerjanya kerasnya tak pernah terlihat dan tersentuh olehnya, tetapi paling tidak gadis itu dapat sedikit demi sedikit melepas ikatan kencang yang menghubungkan dirinya dengan Albiru dengan membayar cicilan hutangnya pada rentenir itu, sedikit demi sedikit. Semata-mata Shayu lakukan agar dia dan keluarganya bisa terlepas dari jeratan Albiru Declaire. "Shayu," terdengar Laras kembali memanggil namanya. Namun Shayu sama sekali tidak menjawab panggilan ibunya. "Nak, ya sudah jika kau masih membutuhkan waktu untuk berfikir, tapi ingat bulan depan adalah acara pertunanganmu dengan Na
Di ruang personalia tersebut, Mashayu sedang berhadapan dengan interviewer-nya. Gadis itu gugup dan sesekali membetulkan anak rambutnya yang terjatuh begitu saja. “Jangan tegang Mashayu,”ucap sang penginterview, yang juga berprofesi sebagai Flight Attendant. “Ma-maaf Bu, entah bagaimana rasanya, saya begitu gugup,” jawab Shayu dengan jujur. “Saya lihat dari dokumen yang kamu bawa, semuanya sudah memenuhi kualifikasi, dan saya cukup takjup dengan nilai IPK kamu,” pramugari tersebut membuka lembar demi lembar dokumen Mashayu. “Baiklah, cukup sampai di sini ya wawancaranya, hasilnya akan saya kirim via e-mail,” Shayu pun mengangguk mendengar penuturan wanita cantik itu, kemudian berlalu meninggalkan ruangan tersebut. Shayu pulang ke rumah dengan perasaan yang berbunga, entah mengapa ia merasa jika dirinya akan diterima bekerja di perusahaan bonafit tersebut. Namun, senyuamannya menghilang saat dilihatnya sang ibu sedang menunggu kedatangannya di teras rumah mereka. “Ibu,” ucap Shayu
Mashayu berontak, menghindar dan mendorong dada bidang Albiru dengan sekuat tenaganya. Namun, lagi-lagi nasib baik belum berpihak pada gadis malang itu, genggaman tangan Biru pada pergelangannya begitu kuat, tenaga gadis kecil sepertinya tentu saja tak akan mampu menandingi pria sixpack seperti Albiru Declaire “Masuk!” ucap Biru pada gadis yang dicengkeramnya dengan kuat itu. Aroma parfum white rose bercampur vanilla begitu membangunkan insting liar pria bermata biru tersebut. “Shayu, kau tertangkap!” ucap Biru sambil memasukkan tawanannya ke mobil sport berlabang empat lingkaran miliknya. Mashayu menciptakan jarak antara tubuhnya dengan sang pria untuk mengambil ancang-ancang. “Kau salah Albiru!” Shayu berhasil menendang selah-selah pangkal pa*a pria itu dengan menggunakan lututnya, Biru memekik, kesakitan dan terjatuh ke aspal. Lalu lalang jalan kota itu sedang sangat padat, hingga banyak mata yang menyaksikan adegan pertandingan tersebut. “Sudah kubilang jangan mengganggu! Jika
“Kau jahat Albiru!” ucap gadis yang sedang membetulkan pakaiannya tersebut.“Kau sengaja melakukan semua ini agar aku terlambat, bukan!” bentak Mashayu sambil memukuli dada pria yang tengah di selimuti gairah itu. Namun Biru hanya menyunggingkan senyumannya tanpa mengatakan apa-apa.“Biru! Apa maksudmu menggagguku hari ini!”“Apa kau tau aku harus menghadiri konfirmasi perekrutan pekerjaan baruku?” Mashayu menatap pria yang masih membiarkan dada bidangnya tebuka lebar itu.“Apa kau tak ingin melanjutkan permainan ini ke tahap selanjutnya?” tanya Albiru tanpa memperdulikan perkataan gadis tawanannya.“Jawab aku Albiru!” kini Mashayu mulai meneteskan air mata, ia begitu kesal dengan pria di hadapannya itu.“Bukankah kau ingin segera mendapatkan uangmu kembali! Tapi mengapa kau mempersulitku untuk mendapatkan pekerjaan?!” Mashayu menangis terisak, berulang kali ia meminta agar Albiru membiarkannya pergi, namun pria itu begitu tidak dapat dimengerti.“Bukan aku yang mempersulitmu Shayu, t
Mashayu kembali beradu mulut dengan ibunya, dan selalu berakhir dengan gadis itu mengurung diri di kamar, ponselnya telah rusak dan ia tidak memilik apapun lagi saat ini untuk berkomunikasi, Mashayu berbaring di ranjangnya, mengingat ayahnya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit, sudah sejak lama ia dan ibunya tidak pernah lagi bertemu dengan sang ayah.Berulang kali Mashayu mengajak sang ibu untuk melihat bagaimana kondisi sang ayah, namun ibunya selalu saja menolak dengan berkata jika ayahnya masih dirawat di ruang ICU, dan tak seorangpun boleh membesuknya. Dengan berat hati akhirnya gadis itu pun menuruti perkataan sang ibu, lagi pula ia juga tidak memiliki uang untuk pergi ke kota, jadi lebih baik Mashayu tetap berada di tempat tinggalnya dan bekerja untuk biaya pengobatan sang ayah serta untuk membayar cicilan hutangnya pada Albiru.Sore itu, Shayu pergi berjalan-jalan, sambil mengenang masa lalunya saat ia mengenyam pendidikannya di bangku menengah atas. Dengan berjalan k