Pagi itu Selena merasakan tidak enak badan, apalagi bagian intimnya terasa begitu perih dan sakit.Selena menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, rasa-rasanya dia begitu dingin dan menggigil. Terdengar suara pintu terbuka, tapi Selena hanya bisa memejamkan mata, tubuhnya begitu tidak berdaya untuk sekedar bangun dari tempat tidur.Ketukan terdengar dari balik pintu kamarnya, "Bu Selena, hari ini Pak William meminta saya untuk mengantarkan Anda ke suatu tempat, Saya harap Anda segera siap." "Pak Arnold." Lirih Selena, namun gadis itu hanya bisa bergumam.Arnold kembali mengetuk pintu kamar Selena, dan memanggil Selena, namun tetap tidak ada jawaban.Sebenarnya Arnold sudah lama menunggu di luar, membunyikan Bel namun tidak ada yang membukakannya. Akhirnya Arnold meminta izin kepada William, setelah mendapatkan izin barulah dia bisa masuk ke dalam apartemen dimana Selena berada. Ketukan dan panggilannya tidak ada sahutan, merasa ada yang janggal, Arnold dengan ragu mencoba untuk m
Karena Sofia yang memaksa ingin menemui Selena, William terpaksa menuruti kemauannya. Setelah meminta persetujuan dari dokter, William pergi bersama Sofia menuju ke Rumah Sakit Medika. "Baby, Mas khawatir dengan kondisimu. Lebih baik Mas saja yang menemui gadis itu." Lagi, William membujuk istrinya sebelum masuk ke dalam mobil."Aku kuat, Mas. Jangan khawatir yah." Sofia tetap keras kepala, tidak ada pilihan lain, akhirnya mereka berdua pergi ke rumah sakit Medika. Rumah sakit yang cukup mewah karena khusus orang kaya dan pengusaha sukses yang berobat ke rumah sakit tersebut. Ruang rawat Selena tentu mendapatkan ruang khusus yang cukup mewah dan mahal. Dengan mendorong kursi roda yang di duduki oleh Sofia, William menuju ruang rawat inap pasien naratama di rumah sakit itu. Tepat di depan pintu kamar inap Selena, William berhenti, seolah tengah ragu. "Baby, apa kamu yakin ingin bertemu dengannya?" Kembali William menanyakan hal yang sama. Sebenarnya, William tidak nyaman ji
Beberapa bulan yang lalu...Sofia tengah berada di dalam kendaraan, hendak datang ke sebuah kampung yang cukup bergengsi di kota. Tidak hanya orang kaya yang berkuliah di kampus itu, melainkan ada juga mahasiswa dan mahasiswi yang mendapatkan beasiswa penuh karena kepintaran mereka. Sofia menjadi salah satu dosen di kampus tersebut, tempat dimana Selena berkuliah. Penampilan Sofia saat menjadi dosen saat itu begitu segar dan anggun. Banyak mahasiswa serta dosen yang menaruh hati kepadanya, walau hanya sekedar mengagumi. Saat itulah, Sofia tidak sengaja bertemu dengan Selena. Gadis pintar yang mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di kampus itu. Walau keadaan ekonomi dari Selena tergolong tidak mampu tapi Selena memiliki kecerdasan dan kecantikan yang tidak di miliki gadis lainnya.Mulai saat itu, Sofia mulai selalu memikirkan Selena, terlebih saat tahu jika usianya tidak akan lama lagi, Sofia memikirkan seorang pengganti yang bisa mendampingi William setelah kepergiannya kelak.S
Taman yang begitu indah di hiasi begitu banyak bunga mawar dan ornamen putih lainnya, nampak begitu mewah dan indah. Hari ini adalah pernikahan William dan Selena, entah seperti apa Sofia membujuk William, hingga akhirnya William setuju untuk menikahi Selena. William sudah menunggu kedatangan Selena di altar tempat mereka akan mengucapkan janji suci. Pernikahan William dan Selena hanya di hadiri oleh orang terdekat mereka saja. Seperti Alex , Lily, Ayah dari William, serta dokter Angga dan beberapa kerabat jauh.Selena melangkah keluar menuju Altar dengan perlahan, Ayah William menawarkan diri untuk menjadi pendamping pengiringnya menuju Altar pernikahan. Raut wajah William tidak pernah berbohong, Wajah itu nampak tidak senang dan tidak berbahagia. Seulas senyumpun tidak terlihat di wajahnya yang tegas, dia memang terpaksa menikahi Selena karena permintaan Sofia. Cintanya pada istrinya itu begitu besar, Selena pun tahu akan hal itu, entah akan seperti apa pernikahan mereka nant
"Pak Wil?" Selena sontak menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya, merasa malu dengan tatapan William padanya. Selena menjadi salah tingkah, William malah semakin menatapnya tanpa berkedip."Permisi, saya akan berganti pakaian terlebih dahulu, Pak," Segera Selena melangkah ke arah closet untuk berganti pakaian.Tadi saat Selena bertemu dengan Ida, asisten rumah tangganya itu sudah memberitahunya jika semua kebutuhan Selena sudah ada di rumah itu, termasuk baju."Tunggu," Suara bariton itu akhirnya terdengar, Selena menghentikan langkahnya walau tidak menatap ke arah William."Ada apa, Pak?" tanya Selena masih tetap tidak menatap William.Hening tidak ada jawaban dari Wiliam, Selena pun hanya berdiri mematung di depan pintu closet. Tak lama, suara kaki terdengar mendekati ke arah Selena. Jantung Selena tiba-tiba menjadi berdetak lebih kencang, rasanya dia ingin sekali segera masuk ke dalam closet dan memakai baju yang menutup tubuhnya.Langkah William semakin mendekat dan berhenti
Semburat cahaya mengenai wajah Selena, kali ini Selena terbangun dengan wajah yang ceria. Semalam, dia dan William melakukan lagi hubungan suami istri. Hasrat mereka seolah begitu menggebu, entah berapa kali mereka melakukannya sampai lemas tak berdaya, membuat suasana hati Selena di pagi hari menjadi lebih baik.Tok.. tok.. tok... pintu kamar Selena di ketuk, membuat Selena yang tengah menikmati tidurnya jadi terbangun. "Non, sarapan sudah siap. Tadi Bapak minta Bibi siapkan sarapan untuk Non." Suara Ida terdengar dari balik pintu, Selena segera menjawab. "Sebentar Bi, 10 menit lagi Selena keluar."Segera Selena bersiap membersihkan diri dari sisa-sisa 'jejak' William semalam. Di bawah guyuran Shower dengan air hangat yang merileksasi membuat Selena bersenandung. Senyum kecil nampak di bibirnya yang sensual karena teringat kejadian semalam bersama William. "Beginikah rasanya bercinta itu? Sungguh membuat candu." Setelah selesei mandi dan berdandan, Selena segera keluar menuju
Hari itu bagaikan hari dengan awan hitam pekat yang menurunkan hujan kesedihan, begitu dingin, hampa dan kesepian.Hati dari seorang William yang tegar bagai karang seolah hancur berkeping-keping saat menerima kenyataan sang istri tercintanya sudah pergi meninggalkannya selamanya. Seperti sebagian dari dirinya telah pergi membawa separuh nyawanya. "Sabar Wil, ini semua sudah takdir. Kini Sofia sudah tidak merasa tersiksa dengan sakitnya." Ucapan hiburan yang di lontarkan oleh Ibu mertuanya yang tidak lain adalah Ibu dari mendiang sofia itu sama sekali tidak membuat William terhibur. Walau memang kenyataannya Istri tercintanya itu sudah tidak kesakitan lagi, tapi penyakit kanker yang menggeroti tubuhnya sampai habis telah menang mengambil separuh hidupnya itu."Apakah Sofia disana bahagia bila tanpaku?" Cicit William dengan nada putus asa, membuat semua kerabat bahkan orang lain menjadi sangat iba. William yang biasanya tegas, bersikap dingin bahkan tidak pernah menangis kini te
Sepuluh hari berlalu, sejak William datang ke Sunrise Summit dan memarahi Selena. Pria itu tampak tidak peduli dengan perasaan yang Selena rasakan setelah dia marahi dengan kasar. Bahkan William tidak bisa merasakan perasaannya sendiri setelah kepergiaan Sofia, sosok William seolah raga tanpa nyawa.Justru William mengalihkan perasaannya yang hancur dengan fokus bekerja, bahkan William sering lembur bahkan tidur di kantor. Hingga pagi itu Angga berkunjung ke kantor William, ada hal penting yang harus Angga sampaikan saat itu juga kepada sahabatnya itu. "Mita, bisa bilang kepada bosmu, bahwa Dokter Angga ingin bertemu," ucap Angga pada Mita sekretaris William yang duduk di depan kantor William. "Baik Pak," Segera Mita menelepon ke ruangan William dan memberitahukan kedatangan Dokter Angga. Setelah mendapatkan persetujuan dari William, Angga segera masuk ke ruangan kantor Wiliam."Masuklah dan duduklah," titah William ketika Angga baru masuk ke dalam ruangan dan memintanya dudu
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan William dan juga Selena, Robert segera meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamarnya. Charles menyusulnya dan mencoba untuk tetap menghibur Robert agar tidak terlalu marah kepada putranya dan juga Selena. Kini hanya tinggal Brenda dan juga Angga di sana. "Bisakah Aku mengantarmu pulang, Brenda?" Angga menghentikan langkah tepat di sisi Brenda yang tengah duduk di sofa sembari memainkan ponselnya. "Tidak, Terimakasih." Brenda menjawab dengan santai sembari tetap menatap layar ponselnya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya kepada Angga. Angga tetap berusaha mengajak Brenda berbicara walau mendapatkan respon yang tidak baik. "Brenda, bukankah kamu masih mengenalku?" Angga mencoba bertanya lagi seolah mencari cara agar Brenda memperhatikannya.
William membawa istrinya pergi meninggalkan kediaman Massimo. Betapa kecewa hati William pada sikap dan arogansi keluarganya terutama Kakeknya yang tidak pernah berubah. Dahulu ketika dirinya memilih Sofia, William dan Sofia pun tidak kalah banyak menemui rintangan, walau akhirnya Kakeknya menyetujui karena tahu latar belakang Sofia yang berasal dari keluarga yang cukup berpengaruh. Namun itu semua tidak cukup membuat Robert bisa menerima Sofia sepenuh hati. Sikap dan sifat Sofia yang lembut dan penuh kasih malah membuat Robert merendahkan mendiang istri pertamanya itu. Robert bilang istrinya tidak memiliki ambisi untuk mendukung William, segala macam tekanan Kakek berikan termasuk tentang kelahiran seorang pewaris. Hingga membuat Sofia frustasi dan malah mendapat penyakit yang berbahaya yang merenggut nyawa istri pertamanya itu.
Brenda tersenyum penuh ejekan kepada Selena, seolah dia tengah merasa akan memenangkan sebuah kompetisi. Situasi William dan Selena yang terpojok, membuat Brenda seperti memiliki kesempatan untuk merebut William dari pelukan Selana. Kini mereka berlima sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga Massimo dengan suasana yang menegangkan. "Apa yang ingin Kakek tanyakan?" William membuka suara dengan setenang mungkin. Robert menatap tajam cucu kesayangannya itu seperti hendak menerkamnya. "Jelaskan pada kami kenapa Gadis itu tidak ada di datar pasien IVF, William!" Suara Robert bahkan menggelegar sampai memenuhi rumah besar itu. "Sudah pasti kek, karena Selena adalah pasien khusus, Angga tidak ingin publik mengetahui identitasnya," William terlihat santai mengahadapi Robert . "Bukankah akan berbahaya jika publik mengetahui lebih awal tentang identitas Selena yang sebenarnya?" Brenda tanpa pikir panjang langsung ikut berkomentar. "Memangnya identitas Selena yang sebenarnya a
Ponsel William tidak berhenti bergetar saat pasangan suami istri itu tengah bersiap untuk menemui Robert. Selena yang melihat ponsel William berdering langsung mengambilkannya dan memberikan kepada suaminya. "Mas ini Dokter Angga, jawablah dulu." "Akhirnya dia menjawab juga panggilanku!" Sambil meraih ponsel lalu mengangkat telepon dengan menjauh dari Selena. "Halo Ga, kenapa Kamu bisa selalai ini membiarkan Kakek dan Ayahku ke rumah sakit tanpa mempersiapkan rencana!" William langsung memberondong pertanyaan kepada Angga dengan nada ketus. Saat ini William sangat kesal kepasa sahabatnya itu yang di nilainya tidak becus untuk menutupi rahasianya. [Maaf Wil, Aku sedang sibuk karena ada seminar dan Resepsionis yang seharusnya bilan
Siang itu, Robert dan Charles mendatangi rumah sakit tempat Angga bekerja. Sudah 3 hari ini Robert menunggu kabar baik yang ingin dia dengar tentang calon cicitnya. Resepsionis menyambut mereka ramah karena sudah sangat mengenal keluarga Massimo. "Selamat Siang Bapak Robert dan Bapak Charles, Ada yang bisa saya bantu?" "Kami ingin bertemu dengan Dokter Angga, bisakah kami langsung menemuinya?" "Baik Pak, tunggu sebentar." Sang Resepsionis segera menelepon ke ruangan Angga tapi tidak ada yang menjawab, Hilda nama Resepsionis Angga lalu mengecek jadwal dokter Angga. "Oh Maaf Pak, hari ini Dokter Angga sedang ada seminar di hotel Anggara, sore nanti baru bisa kembali." Robert terlihat kesal lalu berdecak. "Ck... bagaimana kalau saya lihat cucu dan menantu saya? Dimana
Selena menggeliatkan tubuhnya, sinar matahari membangunkannya di pagi hari itu. Suaminya masih memeluknya erat, Setelah pertempuran panas mereka semalam. William benar-benar mampu mengendalikan diri, untuk tidak mengekspresikan hasratnya terlalu frontal, dia sangat lembut untuk meraih kepuasannya. Kecupan kecil Selena berikan di pipi William, pria itu hanya bergerak sebentar lalu tertidur kembali. Perlahan Selena turun dari ranjang, ranjang tempat mereka memadukan cinta dan memuaskan hasrat. Perut Selena sangat lapar, mungkin karena dirinya tengah hamil, makannya rasa lapar itu sangat mengganggunya. "Oke, kali ini kita akan membuat sarapan apa?" cicit Selena saat membuka kulkas. Bahan-bahan masakan di kulkas sudah tersedia lengkap setelah mereka berbelanja di supermarket kemarin.
Setelah satu hari berada di kantor keamanan, akhirnya Radit di nyatakan tidak bersalah setelah bukti cctv dan pengacara keluarga Radit datang. "Maafkan kami telah melakukan kesalahan telah menangkap orang yang tidak bersalah," ucap seorang petugas dengan nada penuh penyesalan. Terlebih saat tahu latar belakang Radit bukan dari keluarga yang sembarangan, melainkan dari keluarga yang cukup berpengaruh. Radit memaklumi kesalahpahaman yang terjadi, "Masalah ini bisa saya lupakan, tetapi lain kali kalian harus benar-benar mengecek kebenaran informasi yang masuk agar tidak terjadi salah paham seperti ini lagi." Petugas keamanan merasa lega. "Tentu Pak Radit, Terima kasih atas maklum Anda." "Tapi kalau boleh tahu, kalian mendapatkan informasi dari siapa bahwa Saya yang mencuri di supermarket?" Wa
Praaannggggg.... botol kosong bekas wine pecah berkeping-keping ketika di lemparkan ke tembok yang sudah terlihat tua. "Apa yang kamu lakukan! jaga sikapmu Bruno!" Arnold terlihat sangat marah ketika Pria misterius yang bersamanya itu melemparkan botol kosong sampai pecah. Pria misterius itu dipanggil Bruno karena tidak memiliki identitas yang jelas, Arnold bahkan tidak tahu nama asli Pria misterius itu. "Ka..kapan Aku akan mem..membunuh si Wil.. William itu, hah!" Bruno berkata dengan terbata. "Bersabarlah sedikit lagi, kita tetap harus berhati-hati saat berhadapan dengan orang kaya seperti mereka, atau kalau tidak kita sendiri yang akan hancur!" Arnold mencoba untuk menenangkan Bruno. "Aarrgghhhhh," Bruno sangat marah karena selama ini hanya di kurung di bangunan tua tidak berpenghuni. "Kita ha..harus segera melakukan misi kita, kalau kamu tidak mau A..Aku yang akan menghabisinya sendiri!" Bruno hendak keluar dari bangunan tua itu namun Arnold mencegahnya. "Heii.. apa
Ternyata William tidak langsung meminta jatah kepada Selena, melainkan mengajak Selena untuk menonton film bersama. "Kenapa kita malah jadi menonton film sih, Mas?" keluh Selena. "Memangnya kenapa? kamu sudah tidak sabar merasakan monsterku lagi?" ledek William membuat pipi Selena memerah. tapi Selena nampak kesal bahkan bibirnya mengerucut ke depan. "Bukankah kamu yang sudah tidak sabaran sejak tadi?" William langsung memeluk istrinya yang merajuk. "Baby, kita harus melakukannya perlahan-lahan, Mas takut jika kita terlalu menggebu itu akan memperngaruhi kesehatanmu dan juga bayi kita." Selena mendesah, alasan suaminya memang benar. Mereka harus melakukannya dengan berhati-hati. "Lalu kita akan menonton apa?" "Hmmm.." William nampak bingung. "Kita akan menonton film yang penuh dengan romansa." "Baiklah, Ayo kita lihat film itu." William lantas memilih film 364days, film yang terdiri dari beberapa seasons itu cukup fenomenal dan unik. Tapi yang membuat Willia