Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.
“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”
Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.
”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.
”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”
Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”
“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku
Brama memperhatikan penampilannya terbarunya dengan perasaan bangga, lelaki paruh baya itu baru saja memangkas rambutnya menjadi lebih rapi. Brama juga bercukur dengan bersih hari ini, ia juga mengenakan setelan rumahan yang nyaman.”Aku benar-benar merindukan kehidupan ini.””Ini memang kehidupan yang seharusnya Pak Brama miliki.” Yuda datang dengan sekantung belanjaan di tangannya. “Bersiaplah, Nona Anggela mungkin sebentar lagi akan tiba.”“Apa tidak masalah jika aku hanya berpakaian seadanya seperti ini?”Yuda memperhatikan pakaian Brama kemudian mengangguk. ”Ini bukan pertemuan bisnis, santai saja.” Lelaki itu kemudian sibuk dengan berbagai macam bahan masakan dan menatanya di atas meja. ”Anda bisa mengambil wine di gudang, Nona Anggela sangat menyukainya.””Oh, tentu. Biar aku ambilkan.”Begitu kembali, Brama melihat sosok Anggela duduk dengan nyaman di
Galahan tidak bisa diam saja, Brama pasti sudah bergerak dan membuat rencana di luar sana. Ia juga harus melakukan hal yang sama, membangun kekuatannya meski dibatasi dinding penjara. Tekadnya membuat lelaki itu dapat beradaptasi dengan kehidupan penjara yang keras, Galahan memiliki kelompoknya sendiri sekarang.“Ini, aku berhasil mendapatkannya.”Galahan menepuk-nepuk kepala pesuruhnya dengan bangga, entah bagaimana Galahan merasa jika beberapa penjaga mengawasinya. Hal itu membuat lelaki itu lebih berhati-hati dalam bergerak dan mau tidak mau memanfaatkan anggota kelompoknya untuk meraih apa yang ia mau.“Ambillah.” Galahan melempar tiga puntung rokok yang langsung menjadi rebutan, lelaki itu tidak peduli. Galahan memilih beranjak ke sudut ruangan dan menekan sebaris nomor pada ponsel yang berhasil bawahannya pinjam. “Ayolah, kenapa mereka sulit sekali mengangkat telepon dari orang asing!” geramnya karena lagi-lagi Ruben men
Ruben tertawa senang karena berhasil menjahili Alisha, tetapi raut kesenangan di wajah Ruben menghilang begitu melihat wajah Alisha yang benar-benar seputih kapas.”Astaga, ada apa?””Ada apa?!” Alisha mengepalkan tangannya dengan erat, dengan emosi yang tidak lagi dapat perempuan itu tahan, Alisha menghujani Ruben dengan banyak pukulan. ”Aku kira aku akan mati hari ini!””Oh ayolah, jangan berlebihan.” Ruben mengunci leher Alisha dengan lengannya kemudian memaksa perempuan itu berjalan bersamanya. ”Ayo aku antar kamu pulang.”“Enggak perlu! Aku bisa pulang sendiri.””Serius, Al? Kamu merajuk?” Ruben mengikuti Alisha dengan seringai yang menyebalkan, bagi lelaki itu Alisha memang hiburan yang menarik di sela-sela kesibukannya bekerja. ”Kamu merajuk?””Enggak!”“Benar kamu merajuk.” Ruben menganggukkan kepala seolah i
Warung dagangan Alisha tampak ramai, Ruben berdiri sembari berkacak pinggang. Memperhatikan satu persatu pelanggan yang datang.“Mas, ini uangnya.”“Ah, iya. Berapa total belanjaannya, Bu?”“Lima puluh ribu.”Ruben mengabaikan tawa perempuan paruh baya di hadapannya dan fokus menghitung uang kembalian.“Mas, pacarnya Mbak Alisha?”Ruben mengulas senyum dan membiarkan para pelanggan Alisha berpikir sesuka mereka. Bagi Ruben, lebih baik di kenal sebagai kekasih Alisha dibandingkan harus menerima banyak tawaran tidak masuk akal para pelanggan Alisha yang terlihat sangat semangat menjodohkannya dengan salah satu putri mereka.“Ini Mas, tolong kembaliannya.”Ruben memperhatikan lelaki yang terlihat aneh di matanya, pelanggan Alisha yang satu ini mengenakan topi dan juga jaket kulit di tengah hari yang panas.“Mas,” panggil lelaki itu lagi. “Kembalia
“Engh.. ya di situ tuan. Engh..” “Di sini? Kamu suka kalau aku melakukan ini?” Arjuna menghentakan pinggulnya dengan kencang, hal tersebut membuat perempuan dengan keadaan setengah telanjang di bawah tubuhnya mengerang. “Iya, begitu. Tuan, sa..saya ingin yang lebih keras, engh.. haah.” Arjuna menyeringai, bukannya menurut laki-laki itu justru memperlambat hentakan pinggulnya. “Tu- tuan....” si perempuan merengek, pinggulnya bergerak dengan sendirinya mencari kepuasan. “Kamu tau Anggela.” Arjuna mengecupi belakang telinga si perempuan, “Aku bukan budak yang bisa kamu suruh.” “Eng.. tuan, tolong… saya ingin lebih keras, tolong..” Anggela melingkarkan kakinya ke pinggang Arjuna demi bisa leluasa menghentakan pinggulnya, Arjuna berhenti bergerak dan hal itu membuat Anggela kelabakan. “Tuan.. emh!” “Kalau kamu memang sebegitu inginnya, maka cari kepuasan kamu sendiri sayang.” “Ah..” Anggela nyaris limbung karena Arju
“Tidak! tolong, saya perlu berbicara dengan tuang Arjuna. Tolong jangan usir saya.” Si penjaga yang geram langsung menurunkan tubuh Alisha dengan kasar, “Kamu benar-benar pembawa bencana! Tuan Arjuna pasti akan menghukum kami dan itu semua karena pengemis sialan seperti kamu!” “Saya bukan pengemis, tolong. Tuan Arjuna pasti mau menemui saya kalau dia tau saya salah satu putri Galahan Erlang.” Si penjaga tertawa, “Jangan bercanda, Galahan Erlang itu bukan orang sembarangan. Mereka keluarga terpandang! Mana mungkin mereka memiliki putri seorang pengemis.” Laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu menunduk, menatap mata bulat Alisha dengan tajam, “Saya tau apa yang kamu rencanakan, kamu pasti ingin mencoba menggoda tuan Arjuna dengan harapan bisa menjadi salah satu koleksinya kan?” Mata laki-laki itu menyusuri tubuh Alisha dengan pandangan kurang ajar, “Jangan bermimpi nona, selera tuan Arjuna itu enggak sembarangan!” “Saya belum mau pergi sebe
“Perempuan itu sudah menunggu di ruang tamu, tuan.” Arjuna melirik Sebastian dengan dingin, laki-laki itu dengan santai menarik kaus dari lemari dan mengenakannya. “Tuan yakin dia putri Galahan Erlang?” “Kita akan pastikan nanti, perempuan itu jelas sama sekali tidak menyayangi nyawanya jika berani membohongi Arjuna Adhiyaksa.” Sebastian menunduk, tidak lagi bertanya dan membiarkan tuan yang sudah di layaninya selama dua puluh tiga tahun itu melewatinya. *** Arjuna melipat tangan di depan dada, memandangi perempuan kumuh yang beberapa saat lalu mengusik kesenangannya. Di matanya Alisha tidak banyak berubah meski Sebastian sudah meminjamkan salah satu gaun lama Anggela kepadanya. “Jadi apa yang membuktikan kalau kamu adalah putri Galahan Erlang?” Alisha gugup dengan pertanyaan yang tiba-tiba di ajukan oleh Arjuna, perempuan itu sedikit gelagapan dan hal tersebut membuat Arjuna naik pitam. “Kamu menipu saya?!” sen
Arjuna tersenyum miring, rupanya perempuan kumuh itu benar-benar tidak mengenal siapa Arjuna Adhiyaksa atau yang dulu di kenal sebagai Arjuna Tarumanegara. Laki-laki itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk menjatuhkan keluarga Erlang, tapi begitu melihat keteguhan di mata Alisha, Arjuna menjadi penasaran. Hal apa yang membuat perempuan kurus kerempeng itu bertekad menghancurkan keluarganya sendiri. “Kamu tau artinya jika saya menerima penawaran kamu ini?” tanya Arjuna sembari mengusap bibirnya yang penuh, laki-laki itu menyeringai begitu Alisha mengerutkan kening. “Saya tidak melakukan penawaran dengan tangan kosong..” “Alisha, tuan Arjuna bisa memanggil saya Alisha.” Arjuna mengangguk, laki-laki itu memajukan tubuhnya agar bisa memandang Alisha dengan lekat, “Saya enggak pernah melakukan penawaran dengan tangan kosong, Alisha.” Arjuna tersenyum lebar, entah kenapa laki-laki itu menyukai bagaimana mulutnya melafalkan nama tersebut. “M