GAIRAH SANG ARJUNA

“Engh.. ya di situ tuan. Engh..”

“Di sini? Kamu suka kalau aku melakukan ini?” Arjuna menghentakan pinggulnya dengan kencang, hal tersebut membuat perempuan dengan keadaan setengah telanjang di bawah tubuhnya mengerang.

“Iya, begitu. Tuan, sa..saya ingin yang lebih keras, engh.. haah.”

Arjuna menyeringai, bukannya menurut laki-laki itu justru memperlambat hentakan pinggulnya.

“Tu- tuan....” si perempuan merengek, pinggulnya bergerak dengan sendirinya mencari kepuasan.

“Kamu tau Anggela.” Arjuna mengecupi belakang telinga si perempuan, “Aku bukan budak yang bisa kamu suruh.”

“Eng.. tuan, tolong… saya ingin lebih keras, tolong..” Anggela melingkarkan kakinya ke pinggang Arjuna demi bisa leluasa menghentakan pinggulnya, Arjuna berhenti bergerak dan hal itu membuat Anggela kelabakan.

“Tuan.. emh!”

“Kalau kamu memang sebegitu inginnya, maka cari kepuasan kamu sendiri sayang.”

“Ah..” Anggela nyaris limbung karena Arjuna membalikan posisi secara tiba-tiba.

“Bergerak Anggela, aku mau lihat bagaimana cara kamu mencari kenikmatan.”

Napas Arjuna memburu, laki-laki itu menikmati bagaimana Anggela menaik turunkan tubuhnya. Salah satu koleksi terbaiknya itu benar-benar tidak pernah gagal dalam urusan memuaskannya.

“Terus Anggela, perempuan pintar. Terus bergerak sayang.”

‘brak!’

Arjuna spontan langsung mendorong tubuh Anggela menjauh, matanya nyalang menatap seorang perempuan dengan pakaian kumuh yang berani mengganggu kesenangannya.

“Ma- maaf tuan, nona ini gesit sekali. Kami sedikit kewalahan.”

Arjuna mendengus, ada sekitar sepuluh penjaga yang ia tugaskan untuk menjaga pintu gerbang rumahnya dan mereka semua kewalahan menggahadapi satu pengemis. Di tambah lagi pengemis perempuan, Sungguh alasan yang klasik.

“Bawa perempuan sialan itu pergi, bau badannya benar-benar membuat saya mual!”

“Tu..tunggu, tuan tolong jangan usir saya.” si penyelundup berontak sekuat tenaga, tangannya mencengkram pinggirin pintu denggan erat. Perempuan kumuh itu enggan diusir setelah bersusah payah mengendap-endap untuk menemukan Arjuna.

“Sa- saya punya penawaran. Tolong, dengarkan saya dulu.”

Si penjaga yang sudah berkeringat dingin mulai geram, laki-laki dengan rambut gondrong itu menyentak tangan si penyelundup dengan kasar dan langsung mengangkat perempuan itu di pundaknya. Persis seperti mengangkat karung beras.

“Tuan! tolong, dengarkan saya dulu. Anda pasti akan tertarik dengan penawaran yang akan saya ajukan!” si perempuan berteriak. “Saya putri keluarga Erlang!”

Anggela yang mengetahui siapa keluarga Erlang mendengus, “Putri keluarga Erlang, cih! yang bener aja. Sejak kapan keluarga Erlang enggak bisa membelikan pakaian yang layak untuk putrinya. Iya kan, tuan?”

Anggela memutar ke dua bola matanya begitu mendapati raut wajah kaku laki-laki yang sudah dilayaninya selama satu tahun belakangan ini.

“Jangan bilang tuan Arjuna percaya ucapan pengemis itu.” Anggela merangkak mendekati Arjuna, kemudian duduk di pangkuan laki-laki itu. perempuan itu dengan tenang menggesekan tubuhnya ke tubuh Arjuna yang tidak ditutupi apapun.

“Ayolah, keluarga Erlang itu keluarga kaya. Mereka juga terkenal dengan kehidupan glamornya, pengemis itu hanya mengada-ada agar tuan Arjuna mau mendengarkan omong kosongnya.” Anggela mendongkakan wajah Arjuna, di kecupinya wajah laki-laki itu dengan penuh rayu, “Gimana kalau kita lanjutin yang tadi aja?”

“Menyingkir.”

Senyum Anggela langsung surut, perempuan itu mengerjapkan mata berkali-kali.

“Aku bilang menyingkir Anggela!”

Anggela masih tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tubuhnya tiba-tiba saja di dorong dengan kasar, “Jangan bilang tuan benar-benar percaya ucapan pengemis tadi?!”

Arjuna memakai pakaiannya dengan cepat, “Kalau sampai aku kehilangan perempuan tadi, maka kamu juga harus bersiap untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mansion ini.”

Anggela mendengus tidak percaya karena untuk pertama kalinya ia kalah, sebelumnya Arjuna tidak pernah menolak rayuannya.

“Pengemis sialan!”