Home / Rumah Tangga / GAIRAH YANG TERTAHAN / BAB 4 Bertemu Mantan Istri Suamiku

Share

BAB 4 Bertemu Mantan Istri Suamiku

Author: Pritca Ruby
last update Last Updated: 2023-04-09 11:39:34

Dua bulan berlalu setelah kejadian di bioskop waktu itu, aku belum bertemu dengan Ibu Mertuaku lagi. Karena dia masih saja marah dan menganggap bahwa aku mengenyampingkan kepentingan keluarga hanya demi kesenangan sendiri.

Salahku memang yang tidak bertanya pada Mas Rendi mengapa ia membatalkan rencana kita keluar, sebab aku yang sudah terlanjur kecewa selalu menjadi nomor dua.

Wajarkah jika aku cemburu terhadap Ibu mertuaku sendiri? Mau bagaimana lagi, aku memang merasa dinomorduakan. Dan disisi lain, Mas Rendi sendiri yang selalu bersikap abu-abu.

"Mas pulang," ucap Mas Rendi yang langsung menyadarkan lamunanku.

"Oh iya, Mas. Mas udah makan di rumah Ibu, kan? Soalnya aku gak masak lagi hari ini." Aku langsung berdiri menghampiri suamiku untuk membawa tas kerjanya seperti yang biasa aku lakukan.

"Iya, Mas udah makan. Kamu udah makan juga?"

"Udah," ucapku yang langsung segera berpaling.

Jujur saja aku masih tidak sanggup jika harus bertatapan lama dengan suamiku. Perasaan bersalah yang aku rasakan akan semakin memuncak saja rasanya. Dan seolah hal itu mendorongku untuk berkata jujur tetapi logikaku selalu bilang, tidak! Rahasia itu harus aku simpan sampai mati!

Saat aku hendak ke kamar, Mas Rendi menahan lenganku. Dan hal itu malah membuat aku kembali mengingat pria asing yang dua bulan ini memenuhi otakku. Sehingga aku selalu merasa tidak sanggup berhadapan dan bertatapan dengan Mas Rendi.

"Sayang, duduk dulu. Mas mau bicara."

Mas Rendi menuntunku untuk duduk di sofa.

"Mas gak tau kamu kenapa akhir-akhir ini --"

Obrolan pembuka dari Mas Rendi benar-benar membuatku takut. Pikiranku sudah tidak karuan, aku takut jika Mas Rendi menyadari perubahan sikapku dan berpikiran yang tidak-tidak.

"Kenapa, Mas? Aku gak apa-apa, lho."

"Kamu coba temui Ibu dan minta maaf, kalian berdua itu wanita yang penting dihidup Mas. Mas gak enak kalau kalian saling diam. Jadi, karena kamu masih muda, tolong kamu yang maklumin Ibu. Turunkan ego kamu sedikit, dan minta maaflah."

Rupanya aku sudah salah mengira. "Apa sih, Mas? Memang aku salah apa? Yang ngediemin aku kan Ibu sendiri. Padahal aku udah jelasin kenapa gak bisa bantu-bantu acara peringatan meninggalnya Ayah."

Aku yang tadinya merasa takut dan gugup karena kesalahanku, malah dibuat emosi dengan Mas Rendi yang memintaku untuk minta maaf pada Ibu.

"Sayang ---"

"Sudahlah, Mas." Aku langsung masuk ke dalam kamar.

***

Beberapa bulan kemudian ....

"Mas, kok uang bulanan makin kecil aja. Aku sampai pakai uang tabungan pendidikan anak kita lho, Mas. Karena uang yang Mas kasih itu kurang," keluhku yang sudah tak bisa lagi aku tahan-tahan.

Uang dari Mas Rendi setiap bulannya semakin membuat dompet menjerit saja karena tidak pernah bertahan lama. Bukan karena boros, tetapi karena memang sedikit yang aku terima.

"Pakai dulu yang ada, sayang. Mau gimana lagi. Mas juga masih berusaha supaya ekonomi kita kaya dulu. Masih untung Mas nggak di PHK juga," jawab Mas Rendi membuatku kembali merasa iba karena merasa membebaninya. Namun aku juga tak tahu harus mengeluh pada siapa kalau bukan pada Suamiku sendiri.

"Ya udah. Sekarang Mas harus anter aku ke supermarket, setiap hari Jum'at selalu ada diskonan sampai 50 persen. Lumayan kalau buat perlengkapan mandi sama kebutuhan dapur," ajakku pada Mas Rendi dengan niat hati menghemat uang yang biasa aku pakai buat naik taksi online karena belanjaan juga cukup banyak.

"Nggak bisa, sayang. Mas mau antar Ibu ke toko bangunan. Rumah Ibu kan banyak yang bocor dan perlu direnovasi. Apalagi sekarang musim hujan, kasihan. Jadi sekarang mau pesan dulu bahan materialnya biar ikut pengiriman besok. Soalnya besok toko tutup jadi nggak bisa pesan," jawab Mas Rendi membuat hatiku remuk hancur.

Aku mengangguk sambil tersenyum miris. Ya, miris. Miris pada diriku sendiri. Seorang istri yang seolah terbuang.

"Jadi uang bulanan buat aku makin dikit, karena uangnya buat renovasi rumah Ibu?" tanyaku masih baik-baik tapi penuh dengan emosi di dalamnya

Mas Rendi menganggukkan kepalanya lemah.

"Oh ya udah, silahkan, Mas. Aku bisa sendiri, kok. Masih sore ini."

Aku pun langsung keluar dari rumah setelah berganti pakaian. Tak perlu pamit karena memang Mas Rendi sudah berangkat ke rumah Ibunya.

Setelah selesai berbelanja di supermarket biasa, belanjaanku pun tak begitu banyak, hanya satu kantung besar saja. Rasanya malas sekali jika harus langsung pulang, karena Mas Rendi sudah dipastikan belum pulang kalau langit belum berubah menjadi gelap. Di rumah sendirian membuatku merasa kesepian. Aku sampai lupa terkahir kali disentuh oleh Mas Rendi itu kapan. Lucu memang rumah tanggaku ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk makan di mall supermarket itu saja. Biar sejenak aku melupakan permasalahan rumah tanggaku yang selalu itu-itu saja, mertua dan sekarang masalah uang.

Disaat aku tengah makan, aku melihat seorang wanita yang tidak asing diingatanku. Ya, Mbak Dyan, mantan istri Suamiku.

Tadinya aku ingin berpura-pura tidak melihatnya, hanya saja Mbak Dyan sudah melihatku terlebih dahulu dan bahkan sekarang dia berjalan ke arahku.

"Tiana, istri Mas Rendi, kan?" 

Aku tersenyum dan mengangguk. "Mbak Dyan. Apa kabar, Mbak?" tanyaku basa-basi.

"Baik. Boleh aku duduk?"

"Silakan, Mbak. Mbak bukannya di Surabaya, ya?"

"Aku udah pindah, ikut calon suami. Gimana kabar Mas Rendi? Kalian baik-baik aja, kan?"

Aku berpikir sejenak untuk mencari jawaban, rasanya tidak mungkin jika aku menceritakan semua masalah keluargaku pada mantan istri Suamiku sendiri. Apalagi aku tidak tahu alasan mereka berdua mengapa bisa bercerai. Ditambah Ibu Mertuaku yang selalu membandingkan aku dengan Mbak Dyan.

"Baik, Mbak."

"Ah, syukurlah kalau mereka udah tobat. Setidaknya kamu gak ngerasain penderitaan aku pas masih rumah tangga sama Mas Rendi yang masih disetir sama Ibunya. Belum lagi masalah-masalah lainnya," ucap Mbak Dyan tanpa aku bertanya.

Namun dengan Mbak Dyan berkata demikian, aku berpikir mungkinkah perpisahan diantara mereka karena semua hal yang sedang aku alami juga?

Tiba-tiba ponsel Mbak Dyan berbunyi bahkan sebelum aku memberikan responku terhadap apa yang dikatakan Mbak Dyan. 

"Ah sorry, Tiana. Aku harus segera pulang. Tapi sebelumnya aku cuman mau bilang, jangan dipaksakan kalau kamu sudah gak kuat menanggungnya. Pernikahan itu harus membawa kebahagiaan bukan malah penderitaan. Sakit secara fisik mungkin masih bisa diobati, tapi kalau sudah menyangkut masalah mental? Trauma taruhannya. Sayangi masa depan kamu," ucap Mbak Dyan, ia tersenyum dan pergi berlalu.

Aku tidak mampu mengucapkan salam perpisahan sebelum Mbak Dyan pergi, karena aku terlalu tenggelam dalam ucapan dia yang seolah tengah membuka mataku, yang sengaja aku tutup hanya demi mempertahankan rumah tangga bersama Mas Rendi.

Sejenak aku berpikir, apakah aku terlalu pemaaf atau sebenarnya aku terlalu naif? 

Diantara banyaknya masalah yang bisa aku jadikan alasan untuk perpisahan, aku lebih memilih bertahan hanya demi satu alasan. 

Hah ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kau itu terlalu bodoh sebagai istri dan udah g waras
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
bukn cuma pemaaf tp bdoh masih mau bertahan sm ank mamih
goodnovel comment avatar
Yeyet Faranova
ingat ucapan dyan dan c misterius itu tiana biar bisa jadi gambaran ke dlm buat rm tanggamu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 181 S2 Extra Part

    Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 180 S2 Anggara

    POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 179 S2 Tiana

    "Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 178 S2 Saling Berkorban

    Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 177 S2 Tidak Tertahan

    Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 176 S2 Bulan Madu Kedua

    Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status