Teriakan Ana membuat Joko ingin segera menyelesaikan mandinya. Buru-buru dia keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggang.
“Ada apa, Ana?” Dia menyembul dari balik pintu.
“Ini opo toh, Mas? Pakaian apa ini? Kok modelnya enggak genah blas (wajar)!” ucap Ana langsung melempar G-string ke atas kasur. Senyum manisnya berubah menjadi masam. “Kalau mau kasih hadiah itu yang keren lah, Mas. Jangan pakaian kok cuman tali thok! Kayak gitu. Mana aku paham juga makainya.”
“Sabar dulu, Sayang. Biar Mas jelaskan ya?”
Dengan tubuh yang masih basah dan hanya memakai handuk. Joko mengambil lagi pakaian dalam itu. Dia meraih tangan Ana.
“Perhatikan dulu ya. Yang ini buat bagian atas ... dan yang ini buat bagian bawah.”
“Jadi maksudnya ini itu BH dan ini CD?”
Joko mengangguk berulang-ulang.
“Mas … Mas! Coba kamu perhatikan lagi deh. Mosok yo aku pakai ini, Mas. Coba sampean lihat! Yang bagian atas, kok malah bolong. Cuman nutupin bagian tengahnya seiprit doang.”
Ana langsung menempelkan di dadanya.
“Nih, Mas! Coba dilihat lagi toh!”
“Ya, memang pakainya kayak gitu, Sayang.”
Seketika bola mata Ana membulat lebar.
“Ja-jadi aku di suruh pakai ini?”
Joko manggut-manggut dengan tersenyum nakal. Lalu Ana melanjutkan membentangkan bagian bawah. Dia semakin terperanjat.
“Lah, ini bagian opo e … Maaas?!”
“Kan bagus Ana. Ada mutiara putih di bagian tengahnya itu.”
“Lah terus yang di tutupi iki opo eee?”
Sangat terlihat jelas Ana kecewa dengan kado yang diberikan sang suami. Bibirnya manyun, maju sepuluh senti meter. Buru-buru Joko mengambil ponselnya. Dia mencari gambar model yang memakai G-string.
“Lihat ini, Ana!”
Ana pun melunak. Dia memperhatikan beberapa gambar yang ada di layar ponsel Joko.
“Kalau dipakai model ini kok kelihatan seksi toh, Mas?”
“Makanya aku belikan biar kita cepet punya momongan. Setiap aku pulang kantor. Kamu harus pakai itu, Sayang!”
“Kalau gitu aku coba sekarang ya?”
Wajah Joko berganti cerah, sumringah.
“Mas Joko enggak boleh lihat dulu! Wajahnya di tutup, terus hadap sana!”
Dada Joko kembali berdesir, hampir mirip saat berada di dalam kamar bersama Ana Dolly.
Tiba-tiba ….
“Maaaas …!”
Suara Ana membuat Joko berbalik. Dia menoleh ke arah Ana yang sudah berdiri di hadapannya.
“Ups! Wowww …!”
Joko ingin berteriak kegirangan. Ana sang istri terlihat sangat seksi.
“A-Ana … kamu seksi banget. Coba di tambah sama sepatu highheels!”
Decak penuh kekaguman mewarnai Joko saat ini.
‘Ana-ku tak kalah cantik dan seksi dari Ana Dolly. Apalagi kulit Ana jauh lebih putih dan bersih. Benar-benar menggoda mataku,’ bisik Joko dalam hati.
Dia pun berjalan hendak mendekati Ana.
“Tunggu dulu, Mas!”
Joko langsung mengerutkan keningnya. Dengan sorot mata yang terus mengarah pada Ana.
“Kamu ke mana, Sayang? Aku udah enggak tahan nih!” bisik Joko parau.
“Bentar lah! Bukannya tadi Mas Joko nanyain sepatu highheels ‘kan?”
“I-iya, Sayang. Kurasa kalau kamu pakai highheels, pasti lebih seksi lagi,” ucap Joko lirih manja.
“Makanya, Mas tunggu di situ dulu ya!”
Buru-buru Ana keluar kamar. Entah apa yang akan dia lakukan. Tak sampai satu menit. Terdengar suara yang cukup nyaring bergerak ke arah kamar mereka. Membuat Joko terkesiap.
Kletok!
Kletok!
Kletok!
“Haaahhh! Apa Ana punya sepatu highheels?” tanya Joko lirih dengan tersenyum lebar. “Sepertinya dia benar-benar akan beri surprise sama aku nih.”
Kini suara nyaring itu telah berhenti. Bersamaan dengan tubuh Ana yang menyembul di ambang pintu. Senyumnya mengembang lebar, dengan rambut hitam panjang yang tergerai indah. Kedua mata sipit Ana sesekali mengerling.
“Mas Jokooo …!”
“Anaaa … Sayang.”
Kembali suara nyaring itu terdengar. Saat Ana berjalan masuk kamar. Kini dia sudah kembali berdiri di hadapan Joko. Pandangannya tak lepas, tertuju pada sang istri dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Saat penglihatannya tertuju ke lantai. Sontak dia tertawa terbahak-bahak.
“Ja-jadi?”
“Iya, Mas. Ini sepatu highheels permintaan kamu tadi,” ucap Ana, seraya memutar tubuhnya. “Lah aku punya e klompen yang bisa bunyi kletok kletok. Ya aku pakai aja. Yang penting bunyi nyaringnya sama toh, Mas?”
“Iya, Sayang.”
Joko pun sudah tak sabar langsung menubruk tubuh sang istri. Dia memeluk dan langsung menggendong Ana ke atas kasur.
“Kamu cantik dan seksi Sayang. Enggak kalah sama—“
Bagai tersadar, Joko tak melanjutkan kalimatnya.
“Enggak kalah sama siapa Mas?”
“Ehhh, maksud aku. Enggak kalah sama model yang di HP tadi.”
“Iiihhh … Mas Joko. Udah bikin aku deg-degan. Awas kalau main sama wanita lain. Bisa aku sunat!” tegas Ana dengan mata yang melotot.
“Yo, enggak mungkin lah Ana. Cuman kamu satu-satunya yang bikin aku jatuh cinta.”
Kini mereka berdua sudah berada di atas peraduan. Ana langsung menghujani sang suami dengan kecupan lembut dan hangat yang menggoda. Mereka saling berbalas kemesraan dan kehangatan. Hingga deru desah kenikmatan terdengar kian menghentak. Membuat suasana kamar semakin panas bergelora.
“Sayaaaang ….”
“Mas, handuknya itu mbok yo dilepas!”
“Nakal kamu, Sayang.”
“Tapi kamu ‘kan suka?”
“Ho oohhh!”
Dan ….
_II_
Dukung terus cerita ini ya, readers.
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."