Share

G-STRING MELAYANG

Keesokan hari di kantor.  Joko berjalan dengan langkah yang tegap penuh percaya diri. Wajahnya terlihat segar dan ceria. Berbeda dengan Yono serta  temannya yang lain. Mereka  tampak kesal dan bersungut-sungut.

Baru saja Joko meletakkan tas laptop di meja. Yono berjalan menghampiri.

“Jiancuk i kon!" (Bahasa pertemanan Surabaya). Yono langsung misuh begitu melihat Joko. Dari raut wajahnya terlihat dia sangat geram.

“Hei, masih pagi kok teriak salam pramuka yo,” sahut Nindy.

“Minggat enggak katek ngomong kon? (Kamu pergi kok tidak bilang?)”  imbuh Yono sangat kesal yang langsung disambut tawa oleh Joko.

“Males karo setan! Rai-mu sampe koyok Dolly, Yon!" (Males dengan setan! Wajahmu sampai seperti Dolly!).  Ucapan Joko langsung disambut riuh teman-teman satu kantor.

Hingga ponsel Joko berbunyi . Segera dia merogoh ponsel yang terletak di saku celana. Tertera nama ANA SAYANG.

“Ya, Sayang.  Ada apa?”

Joko ke luar ruangan. Dia berjalan mondar mandir dengan berbisik. Beberpa teman kerja terus memperhatikan dan menguping.

“Mas Joko! Gawat nih, Mas.”

“A-ada apa, Ana?”

Tampak gurat kecemasan terpancar dari wajah Joko yang gelisah. Dia sangat takut telah terjadi apa-apa dengan sang istri.

“Ana, kamu tahan napas. Cerita terus terang sama Mas sekarang. Ada apa sebenarnya?”

“Ehhh … anu Mas.”

“Anu apa,  Ana?”

Suara Joko sedikit meninggi. Dia sudah tak sabar lagi dengan apa yang terjadi pada sang istri. HIngga dia terus mendesak agar Ana mau cerita.

“Mas, pakaian dalam semalam. Apa namanya?”

“G-string!” Tanpa sadar Joko berteriak. Membuat beberapa teman kantor menoleh padanya. Dan tertawa terkikik.

“Iya, Mas. G stringnya terbang kebawa angin.”

Suara Ana terdengar  berteriak.

“Apa?!  Ya ampun Ana. Aku kira ada apa. Ya tinggal diambil ‘kan bisa, Sayang,” sahut Joko lirih.

“Maluuuu ….”

“Kok bisa malu? Emangnya kenapa?”

“G-stringnya nangkring di pohon belimbing, Mas.  Belakang rumah Pak RT.”

“Haaah? Waduuuuhhh!”  teriak Joko tertahan.

Tiba-tiba, Yono sudah berdiri di belakang Joko.

“Hei, ada yang pakai G-string nih.”

Kembali ruang kantor khusus para marketing kembali heboh.

“Hussst!” Nindy berjalan mendekati Joko yang terlihat memerah seperti kepiting rebus.

“Pak Joko, emangnya G-string itu apa?”

“Ahhh, kalian ini benar-benar mengganggu orang lagi telepon!” sentak Joko.

“Sama Ana ya Jok?! Tapi, Ana yang mana nih?” sahut Yono tak berhenti menggodanya. Tampak dia benar-benar kesal dengan ulah Joko yang semalam meninggalkannya.

Joko kali ini benar-benar keluar menuju parkiran.

“Maaf, Sayang. Tadi teman-teman rame sendiri. Gimana tadi?”

“Pokoknya nanti sore, Mas Joko yang ambil! Aku enggak mau!”

“Tapi, Ana?”

“Enggak ada  kata tapi!”

Tut tut tut!

“Ahhh, sial. Kok bisa-bisanya itu pakaian nangkring di rumah Pak RT segala. Bisa malu lah aku kalau memintanya. Pasti Pak RT interogasi aku.”

Delapan jam berlalu ….

Dalam perjalanan pulang ke rumah.  Joko teringat akan pesan Ana.

“Mengambil G-stringnya di rumah Pak RT? Busyeeet, kenapa juga si angin naruhnya di rumah Pak RT? Aku bisa jadi perbincangan Bapak-Bapak di balai RT nih.”

Joko garuk-garuk kepalanya yang tak terasa gatal.

Ting!

Sebuah pesan masuk.

{Sayang, jangan mampir ke mana-mana lho ya!}

Kembali  Ana mengirim pesan. Membuat Joko terus menggelengkan kepalanya.

Tak lama kemudian. Mobil Joko sudah berhenti di depan pagar rumah. Sekilas dia melirik ke arah rumah pak RT yang pintu pagarnya sedikit terbuka.

“Haaahhh!”

Joko menghembuskan napas panjang. Dari dalam mobil dia melihat Ana yang sudah duduk cantik menunggunya di teras depan. Lalu senyum manis mengembang lebar. Terasa legit di bibir.

Begitu melihat sang suami yang datang. Ana berlari kecil menyambut. Dengan sigap dia menenteng tas kerja Joko. Dan menggiring sang suami untuk duduk dan melepaskan sepatunya.

“Mumpung Pak RT dan Bu RT ada di rumah Mas,” bisiknya manja.

“Oh!” Hanya dua huruf itu yang keluar dari bibir Joko.

“ Kok cuman oh?”

“Ya, oh aja.”

Tak ambil pusing. Ana langsung menarik lengan suaminya. Dia pun menyiapkan sandal jepit untuk dipakai Joko.

“Ayo,  Mas! Aku antar ke depan!” Ana setengah memaksa Joko yang terlihat enggan.

“Biarin aja deh, Sayang. Besok aku belikan lagi.”

“Ehhh, itu masih baru kok. Enggak mau! Ambilkan sekarang!”

Dengan langkah berat. Pada akhirnya Joko menuruti kemauan sang istri. Dia berpikir keras bagaimana cara yang asyik dan bahasa yang pantas untuk meminta G string Ana.

‘Sialan tuh angin, main samber pakaian dalam Ana. Apa mungkin si angin pingin pakai juga? ‘ Pikiran Joko melayang.

“Mas, jangan malah melamun!”  gertak Ana.

“Iya … iya. Aku ke sana sekarang.”

Ana pun mengantar hanya sampai sebatas pagar. Dia bersembunyi di balik tembok rumahnya. Saat Joko  memasuki halaman rumah. Terdengar suara gaduh. Tak hanya itu saja. Seperti suara alat dapur yang dibanting ke lantai.

“Kayak ada perang ini. Apa mereka lagi bertengkar?”

Sejenak Joko terdiam terpaku. Dia berjalan perlahan. Memperhatikan dari arah jendela. Yang kordennya tersingkap.

“Wahhh, kayaknya memang benar mereka lagi bertengkar.”

“Hussst!”

Joko menoleh ke arah sang istri. Dia membulatkan kepalan tangannya. Lalu digerakkan seperti sedang mengetuk pintu.

“Iya, sabaaar!”

Joko yang penasaran. Akhirnya memberanikan diri mengintip dan menguping kegaduhan di dalam rumah pak RT.

Praaaang!

Kembali terdengar sesuatu yang dibanting ke lantai lagi.

“Bu! Apa mau kamu hancurkan semua barang-barang di dapur?”

“Iya! Memangnya Bapak mau apa?”

“Sudahlah, Bu! Aku ini bilang jujur. Aku enggak tau itu pakaian dalam siapa. Lagian jatuh sama hangernya ‘kan?”

Wanita bertubuh subur itu. Terdiam sejenak. Tarikan napasnya tersengal-sengal, seraya menahan emosi yang memuncak. 

“Memangnya kenapa kalau jatuh sama hangernya?”

“Yo, coba kamu perhatikan lagi. Opo itu hanger kita toh?”

Bu RT merasa apa yang dikatakan sang suami ada benarnya.  Wanita itu memperhatikan dengan seksama.

“Kayak e bukan punya kita. Tapi, bisa saja Bapak beli sama hangernya toh?”

“Lagian, aku beli buat siapa toh Bu?”

“Yo, aku juga enggak tahu. Tapi ….”

Bu RT terdiam. Saat jemari tangannya membentangkan bagian atas pakaian itu. Dia terbelalak dengan mulut terbuka lebar.

“Bapaaak … lihat model BH ini!”

“Ya aku sudah lihat dari tadi, Bu.”

“Bapak juga sudah lihat bagian celananya juga?”

Lelaki paruh baya berkumis tebal itu mengangguk.

Buuugh!

Bu RT memukul cukup keras lengan suaminya.

“Ngapain kok lihat-lihat pakaian dalam orang lain?”

“Loh, ‘kan salah lagi. Aku itu cuman penasaran toh, Bu. Gimana cara pakainya?”

“Menurut Bapak ini punya siapa?”

“Ya, tetangga kita ada yang di kiri, kanan sama belakang. Ibu malah lebih tau.”

Kemudian Bu RT kembali memperhatikan pakaian yang terlihat aneh dan lucu di matanya. Lalu dia seperti teringat seseorang.

“Bapak, yang tinggal di belakang rumah kita siapa?”

“Loh, kok Ibu lupa!”

“Lah, iya. Siapa?”

“Dek Wulan,” bisik Pak RT lirih.

Sontak mendengar jawaban sang suami. Kembali pukulan mendarat di lengan Pak RT.

Bughhh!

“Aduuuuhhh … kamu ini kenapa toh Bu? Apa lagi kerasukan jin Tomang?”

“Kenapa itu manggil janda genit dengan sebutan Dek? Kenapa, Pak?” 

“Jawaaaab!!!”

_II_

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status