Share

Bab 8. Ngambek!

[Lix, Lo udah putus sama Ara?]

Felix yang baru sampai di rumahnya langsung membaca pesan yang dikirim Etthan. Pesan tersebut membuat dahi Felix berkerut dalam, ia tentu saja bingung, kenapa Etthan bisa menanyakan hal tersebut, padahal Felix tak ada masalah apa-apa dengan Ara, mereka baik-baik saja.

Akhirnya, setelah cukup lama terdiam dan larut dalam pikirannya, Felix memutuskan untuk membalas pesan dari sahabatnya itu.

[Enggak, emangnya kenapa, sih?]

Tak sampai tiga menit, balasan dari Etthan segera datang.

[Tadi gue ketemu Ara di jalan dan anterin dia pulang. Kata dia, Lo bukan pacarnya lagi.]

Balasan tersebut membuat Felix tambah bingung, berbagai macam pertanyaan tentang kenapa Ara bisa dihantar pulang oleh Etthan merasuki pikiran Felix sekarang.

"Tunggu dulu ...," gumam Felix seperti tengah mencoba mengingat sesuatu.

"Sialan!" Felix mengumpat keras saat mengingat kalau dirinya meninggalkan Ara sendiri di mall, padahal ia sudah berjanji untuk menjemput gadis itu.

Felix yang panik segera menyambar kunci motornya dan melangkah tergesa ke arah garasi. Tujuannya kali ini adalah langsung ke Apartemen gadis itu, seperti kata Etthan di pesan tadi kalau pria tersebut sudah menghantar Ara pulang.

'Sial, Ara pasti marah sekarang,' batin Felix kesal pada dirinya sendiri.

Saking sibuk dan serunya mengobrol dengan Angelita, Felix sampai melupakan 'kucing galaknya' dan ia harus bersiap-siap menghadapi ledakan kemarahan kali ini.

***

"Ara sayang, ayo keluar," bujuk Felix dengan suara lirihnya.

Sudah sejak lima menit yang lalu Felix tiba di Apartemen Ara dan mendapati keadaan di sini gelap gulita dan sunyi.

Seperti dugaan Felix di awal, Ara pasti marah. Gadis itu bahkan mengunci dirinya sendiri di dalam kamar sekarang.

"Ara," panggil Felix lagi, perasaan pria tinggi itu campur aduk sekarang, Felix kesal dan marah pada dirinya sendiri, baru hari ini ia terbebas dari hukumannya, sekarang malah sudah berulah lagi.

Felix menyerah, sepertinya memang gadis itu perlu waktu sendiri, yang harus ia lakukan sekarang adalah menunggu kapan kiranya gadis itu mau keluar.

Berbaring di sofa adalah pilihan yang tepat bagi Felix saat ini.

***

Entah sudah berapa lama Felix berbaring sampai akhirnya ia tertidur. Mungkin pria itu terlalu lelah memikirkan bagaimana cara untuk membujuk Ara yang sedang ngambek.

Suara berisik dari dapur membangunkan Felix dari tidurnya, pria itu mengerang pelan kala merasa tidur nyenyaknya terganggu.

"Ara!" seru Felix begitu sadar dan mengingat di mana dirinya berada sekarang.

Saat melihat ke arah dapur, Felix melihat Ara tengah memasak sesuatu di sana. Pria itu bangkit dan menghampiri gadis itu segera.

"Ara sayang," panggil Felix lembut.

Ara yang dipanggil tak menoleh dan memberikan respons apa pun, gadis itu hanya terus fokus dengan masakan yang sedang dibuatnya.

"Masak apa?" tanya Felix, ia tahu kalau Ara ngambek dan tak ingin merespons apa pun ucapannya.

Masih diam, Ara sepertinya sudah membulatkan tekad untuk menghiraukan Felix.

"Maaf." Felix bergumam pelan sambil mencoba memeluk gadis itu dari belakang. Ara berontak tentu saja, tetapi tak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibirnya.

"Maaf," lirih Felix lagi.

Ara masih tetap berontak, tetapi tetap tak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibirnya. Gadis itu bungkam.

"Aku lupa, maaf." Felix berkata pelan..

Satu isakan lolos dari Ari berhasil membuat Felix panik bukan main, kesalahannya kali ini lumayan fatal sampai membuat gadis ini menangis.

"Sayang, hei, Ara ...." Felix memutar tubuh gadis didekapannya supaya menghadap ke arahnya.

'Air mata sialan!' rutuk Ara dalam hati, ia sangat membenci saat-saat di mana ia terlihat begitu lemah seperti sekarang.

"Jangan nangis, maaf," kata Felix lirih, ia sungguh menyesal dan merutuki dirinya sendiri yang begitu bodoh karena meninggalkan Ara sendirian di mall, untung saja semua belanjaan sudah ia bayar, kalau belum pasti ia akan tambah merasa bersalah.

Ara mulai mengusap air matanya, gadis itu masih tetap bungkam.

"Ara?" panggil Felix lagi, kali ini sambil memegang kedua pipi gadis di depannya, sehingga kedua mata mereka bertemu.

"Maaf," ulang Felix untuk ke sekian kalinya. Ia tak akan menyerah sampai mendapat kata maaf dari Ara.

Bungkam, Ara hanya balas menatap Felix tajam.

"Aku janji enggak akan ulangin lagi," kata Felix sungguh-sungguh.

Ara masih bungkam, teguh dengan pendirian awalnya mendiamkan Felix.

"Hei ...." Felix sungguh kehilangan semua kata-katanya, ia lebih baik melihat Ara mengamuk daripada mendiamkannya seperti ini.

"Oke, Kamu mungkin butuh waktu buat maafin aku lagi, aku terima apa pun hukumannya asal jangan akhiri kontrak kita ...," kata Felix, "aku tunggu di sana," lanjutnya sambil berjalan menuju sofa dan berbaring lagi di sana.

Sepertinya ia juga lumayam lelah.

***

Satu jam, dua jam, bahkan sampai malam harinya, Ara masih bungkam. Gadis itu tak melarang Felix melakukan apa pun, ia hanya akan berontak jika disentuh, akan tetapi masih tak ada satu patah kata pun yang keluar dari bibirnya.

Felix seolah tak kasat mata di hadapan Ara, pria itu diabaikan seratus persen.

"Aku lebih suka Kamu marah-marah dibanding diam kayak gini," keluh Felix.

Sungguh, dari lada menghadapi Ara yang seperti ini, Felix lebih memilih berhadapan dengan Ara yang galak, ceria dan menggemaskan.

Masih tetap bungkam, Ara hanya lanjut memakan camilannya dan tak memedulikan Felix.

Di tengah keheningan yang melanda tersebut, ponsel Ara berbunyi dan langsung diangkat oleh gadis itu.

"Halo," sapanya pada seseorang di seberang sana.

Felix diam menyimak dan mengamati, pria itu senang akhirnya Ara mau berbicara walaupun bukan kepadanya.

"Jadi, kok, di halte yang kemarin, ya," kata Ara lagi.

Felix penasaran, dengan siapa Ara berjanji untuk bertemu.

"Oke, aku pasti datang, dong, enggak akan telat." Ara menjawab lagi.

"Siapa?" tanya Felix tak bisa lagi menahan rasa penasarannya, jangan bilang kalau Ara berjanji bertemu dengan pengguna aplikasi Kontrak Pacar lagi. Oke, Felix mulai panik sekarang.

"Bye, sampai besok."

Panggilan Ara dan seseorang itu berakhir dengan pertanyaan Felix yang masih menggantung.

"Ara!" Felix sedikit menaikkan intonasi suaranya kali ini. Pria itu benar-benar frustrasi sekarang.

"Apa?!" jawab Ara, gadis itu juga ikutan nyolot saat bertanya.

"Yang tadi itu siapa?" tanya Felix, kali ini nada suaranya seperti biasa.

"Kenapa emangnya?" tanya Ara balik.

"Jawab aja siapa?!"

"Kenapa Kamu mesti peduli?"

"Karena aku pacar Kamu."

"Iya, tapi cuma pacar kontrak doang, makanya aku enggak ada spesialnya sama sekali, Kamu bahkan sampai lupa dan tinggalin aku sendiri di mall," jawab Ara acuh tak acuh.

"Jangan bilang kalau Kamu mau ketemu sama orang dari aplikasi itu." Felix berkata geram. Perkataan yang sama sekali tak nyambung dengan ucapan Ara sebelumnya.

"Kalau iya, kenapa?" tantang Ara.

"Emggak boleh!" teriak Felix spontan.

"Suka-suka aku, dong, kok Kamu yang sewot," kata Ara. Dalam hati, gadis itu sudah tertawa senang karena berhasil membuat Felix seperti sekarang.

"Syukurin, siapa suruh ninggalin aku, makan noh cemburu buta," batin Ara.

"Pokoknya Kamu enggak boleh pergi besok!" tegas Felix.

"Dih, sok ngatur, Kamu janjian aja sana sama malaikat Kamu itu, enggak usah urusin aku!" ketus Ara.

"Angel bukan malaikat ...," ralat Felix.

"Bodo amat, mau dia malaikat, angel atau lucifer sekalian, enggak urus!" kata Ara masih ketus setiap mendengar nama Angel, apalagi jika Felix terlihat peduli pada gadis malaikat itu. Ugh, Ara sebal!

Lihat, sekarang sebenarnya siapa yang cemburu buta.

Mendengar jawaban Ara, Felix memutuskan menginap dan menjaga supaya gadis itu tak pergi besok.

[Than, besok gue enggak dateng kumpul sama anak-anak, ada urusan, Lo gantiin gue dah.]

Satu mandat terkirim melalui pesan untuk Etthan.

[Enggak bisa, Lix, gue udah janjian mau ketemu sama Ara besok.]

Hah, jadi yang tadi itu Etthan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status