Share

Bab 9. Cemburu

"Kamu mau ketemu sama Etthan?" tanya Felix, ia sangat penasaran, tadi ia sempat menanyakan hal serupa pada Etthan tetapi tak dijawab.

'Sungguh sialan!' Felix diam-diam mengumpat sahabatnya yang dengan tega membuatnya merasa penasaran, awas saja nanti.

"Enggak tahu!" jawab Ara, gadis itu masih sedikit ketus saat menjawab, rupanya acara marah-marah hari ini belum berakhir.

"Kok gitu, sih?" tanya Felix lagi, sungguh ia mulai kesal sekarang, ia hanya ingin tahu saja, kenapa Ara membuatnya sangat sulit.

Hening, Ara kembali bungkam dan mengabaikan Felix.

"Pokoknya Kamu enggak boleh ketemu Etthan!" kata Felix tegas.

Mendengar kalau Ara akan menemui sahabat karibnya itu membuat Felix sedikit khawatir, alasan kekhawatirannya juga tak jelas, intinya Felix tak ingin mereka bertemu, itu saja.

"Kamu sebenarnya ada masalah apa, sih?" tanya Ara ikutan kesal.

Siapa yang tak kesal kalau hidupnya diatur-atur seperti itu. Ini pertama kalinya ia merasa kewalahan menghadapi partner-nya sejak terjun ke dunia pacaran kontrak. Ara merasa, bertemu dengan Etthan tak melanggar salah satu dari poin yang ada dalam kontrak mereka. Lagi pula, ia ingin bertemu pria itu untuk mengucapkan terima kasih sekaligus meminta maaf karena kemarin Etthan lah yang menjadi sasaran kekesalannya.

"Pokoknya enggak boleh!" tegas Felix, ia masih tetap pada pendiriannya. Entahlah, instingnya mengatakan kalau ia tak boleh membiarkan mereka berdua bertemu.

Oke, Ara dan Etthan memang sempat bertemu saat Felix mengenalkan Ara sebagai pacar barunya di markas, yang dimaksud Felix tak boleh adalah bertemu berdua, tanpa perantara dirinya.

"Terserah, aku bakalan tetap pergi," putus Ara.

Mendengar hal tersebut, Felix marah tentu saja, ia memang menyukai ketika Ara berani mengajaknya berdebat, tetapi sekarang hal itu justru sedikit merepotkan untuknya, menghadapi seseorang yang tak patuh padanya membuat harga diri Felix sedikit terluka. Selama ini ia selalu berhasil membuat orang-orang di sekitarnya menuruti apa pun keinginannya, tetapi sekarang hal tersebut sedikit sulit di hadapan seorang gadis yang baru beberapa hari hadir dalam hidupnya.

"Kalau gitu aku ikut," putus Felix saat menyadari kalau Ara akan tetap pada keputusannya.

"Terserah," jawab Ara malas, sepertinya ia sudah tak ingin berdebat.

***

Di sinilah Felix sekarang, tengah duduk menyaksikan dua orang yang sedang asyik mengobrol dan mengabaikan keberadaannya.

Tak seperti rencana awal ketika Ara dan Etthan memutuskan bertemu di halte, mereka malah bertemu di markas, tentu saja hal tersebut Felix yang memutuskan.

"Ekhem!" Felix berdeham agak keras untuk menarik simpati dua orang itu. Melihat mereka tertawa lepas sambil mengobrol membuatnya merasa panas, ada yang bergejolak di dadanya dan Felix sangat tahu perasaan macam apa itu: cemburu.

Seolah angin lalu, baik Ara maupun Etthan tak ada yang menggubris gangguan kecil barusan, mereka masih asik membicarakan hal-hal random lainnya.

Akhirnya karena sudah tak tahan lagi, Felix berdiri dan menggenggam tangan Ara, mengajak gadis itu ikut dengannya.

"Ayo pulang!" kata Felix.

"Apaan, sih?" tanya Ara bingung, ka merasa baru saja duduk, sekarang sudah diajak pulang.

"Kok cepet banget pulangnya?" tanya Etthan, pria itu juga bingung sekaligus tak rela kalau Ara akan dibawa pulang secepat itu. Jujur saja, ia merasa senang dengan kehadiran gadis itu, menurutnya Ara tidak seperti pacar-pacar Felix yang sebelumnya, gadis itu lebih easy going dan tak sombong.

"Lix?" tanya Etthan lagi, begitu melihat Felix sama sekali tak menjawab pertanyaannya.

"Harus banget gue jawab pertanyaan lo?" tanya Felix balik dengan nada ketus.

"Ck!" Ara berdecak sebal. "Kalau mau pulang, pulang aja sana sendiri," katanya saking kesal dengan Felix.

"Kamu juga ikut pulang!" tegas Felix.

"Enggak, aku masih pengen di sini." Ara menjawab tak kalah tegas.

Mereka berdua sama-sama keras kepala. Anak-anak yang kebetulan ada di Markas menahan napas melihat perdebatan tersebut, pasalnya selama mereka jadi anak buah Felix, tak pernah ada satu pun yang berani melawan pria itu, pengecualian untuk Etthan karena pria itu sahabat baik Felix. Etthan pun hanya melawan dalam artian bercanda bukan yang serius seperti sekarang.

"Kalau gitu semuanya bubar!" kata Felix lantang.

Semua yang mendengar hal tersebut langsung bergerak cepat, mereka memang lebih baik pergi daripada terjebak dalam ruangan dengan atmosfer menegangkan itu. Felix yang marah sangat dihindari semua orang yang ada di sana.

"Tanpa pengecualian!" tegas Felix sambil melihat Etthan yang masih diam di tempat duduknya.

Etthan yang mengerti hal tersebut juga ikut bangkit dan melangkah pergi, ia tak ingin memperpanjang semuanya, tetapi sebelum itu ia sempat berkata, "gue enggak tahu lo kenapa, semoga cepet baik dah moodnya, Lo yang begini kayak singa lagi lahiran, senggol dikit bacok! Pamit dulu ya, Ara."

Setelah itu Etthan pergi, meninggalkan Felix dan Ara berdua di sana.

"Sekarang apa lagi? Kamu ngusir mereka biar apa? Aku lagi ngobrol sama Etthan, loh, Kamu kenapa, sih?" tanya Ara marah. Ia merasa Felix sudah keterlaluan kali ini.

"Etthan aja terus!" kata Felix kesal, ia mulai menelungkupkan kepalanya ke atas meja di depannya. Sejujurnya, ia juga merasa kalau tindakannya tadi sangat kekanak-kanakan, tetapi itu semua ia lakukan karena merasa cemburu. Felix tidak menyangkal perasaannya sama sekali, ia tahu betul apa yang diinginkan oleh hatinya.

Ara menghela napas perlahan. "Kamu kenapa, ada yang salah sama Etthan?" tanya Ara lembut. Ia sadar, kalau terus seperti ini masalahnya akan semakin panjang kalau salah satu di antara mereka tak ada yang mau mengalah. Felix jelas bukan orang yang mau menyampingkan egonya.

"Enggak tahu!" jawab Felix masih dengan posisi menelungkupkan kepalanya, kini gantian ia yang menjawab Ara dengan ketus.

Tangan Ara terulur mengusap kepala Felix lembut. "Kamu kenapa, hm?"

Menghadapi mood Felix yang berubah-ubah seperti ini perlu kesabaran ekstra. Ara sudah berhadapan dengan banyak pria di luar sana dan hal seperti perubahan mood bukanlah sesuatu yang baru baginya, hanya perlu sedikit kesabaran dan semuanya selesai.

"Felix," kata Ara lagi dengan suara lebih lembut.

"Aku ngantuk," jawab Felix sambil mendongak.

"Ayo pulang," ajak Ara dan menghentikan usapannya.

Felix terlihat kecewa saat Ara menarik tangan dari kepalanya.

"Tidurnya nanti di Apartemen," kata Ara lagi saat tak mendapat jawaban apa pun.

"Lagi!" kata Felix, bukannya bangkit pria itu malah mengambil tangan Ara dan menaruhnya di kepala.

"Nanti!" kata Ara. " Sekarang pulang."

"Janji?" tanya Felix, karena jujur ia merasa nyaman dengan perlakuan Ara barusan.

"Hm."

"Oke, ayo pulang," kata Felix sambil tersenyum cerah.

Lihat, kan, pria itu sudah tak marah-marah lagi.

"Mood-nya udah balik, nih? Udah enggak jadi singa lagi?" goda Ara.

"Ck!" Felix memalingkan wajahnya saat tahu Ara mulai menggodanya.

"Duh, lucu banget, sih."

Perkataan yang berhasil membuat Felix salah tingkah dan tak sanggup menatap Ara sepanjang perjalanan pulang.​

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status