Terdengar suara Amanda yang berteriak lirih sambil mencengkram erat kepalanya seolah menahan sakit yang teramat. Suara rintihan itu bisa menggambarkan dengan jelas jika keadaan wanita tersebut tidaklah baik-baik saja.
Mata perempuan yang telah sah menjadi istri Arjuna kini nampak lagi sinarnya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi. Walaupun kini yang terpancar dari wajah cantiknya justru raut wajah yang menahan rasa sakit.
“Diajeng Nastiti, kau merasa sakit lagi?” Arjuna terdengar begitu khawatir.
Dia tahu jika efek dari ramuan yang diminum oleh istrinya itu telah mulai memudar khasiatnya. Jika efeknya benar-benar menghilang, maka Amanda akan menjadi seperti sifat aslinya. Dia akan menjadi wanita yang pembangkang dan tidak lemah lembut. Bisa-bisa Eyang Putri curiga kalau Amanda alias Nastiti belum menjalani pendidikan tata krama dan adat istiadat keluarga Nitis Sukma. Jika sampai hal itu terjadi, maka Eyang Putri dapat dipastikan akan marah besar. Arjuna bingung harus bersikap bagaimana.
“Arjuna, cepat bopong istrimu ke kamar sekarang! Kamu segera periksa Nastiti. Pastikan dia baik-baik saja sampai ritual malam pengantin dilaksanakan.”
“Nggih Kanjeng Romo.” Arjuna berkata dengan nafas lega.
Tak menunggu lama, bergegas Arjuna membopong tubuh Amanda dari atas kursi. Dengan pasti, pria muda tersebut melangkahkan kakinya, meninggalkan ruang keluarga Nitis Sukma. Arjuna bersyukur, sang Romo bertindak dengan cepat. Sehingga Eyang Putri tidak curiga.
“Tunggu sebentar! Aku mau dibawa kemana pak dokter?” Suara lirih Amanda terdengar setelah keluar dari ruang keluarga.
Arjuna tahu jika Amanda telah sadar. Tanpa memperdulikan ucapan perempuan yang di bopongannya. Arjuna justru terus berjalan bahkan setengah berlari. Mau tak mau Amanda harus melingkarkan tangannya di leher sang suami agar tak terjatuh.
Amanda tanpa sadar justru terpaku pada wajah tampan lelaki yang resmi menjadi suaminya itu. Mata Arjuna bagi Amanda terlihat begitu mempesona. Hidung mancung, serta bibir yang berwarna merah alami. Nampak dengan jelas jika lelaki tersebut tak pernah tersentuh oleh nikotin.
“Tampan!” Tanpa sadar mulut Amanda berucap lirih mengagumi ciptaan tuhan di hadapannya itu. Arjuna yang mendengarnya memilih tak menanggapi ucapan kekaguman yang keluar dari mulut perempuan yang tengah dibopongnya saat ini.
“Tolong buka pintunya!” Arjuna berbicara dengan sedikit berteriak kepada para Abdi perempuan yang berdiri di sebuah ruangan.
“Nggih Den Bagus.”
Pintu terbuka perlahan. Kaki Arjuna dengan pasti memasuki ruangan yang berfungsi sebagai kamar pribadinya.
“Aduh!” Amanda menjerit pelan saat Arjuna meletakkan tubuhnya begitu saja di atas pembaringan.
“Tak bisakah kau meletakkan aku secara perlahan Pak Dokter. Aku sedang sakit!” Amanda menggerutu sambil berusaha untuk duduk.
Arjuna tak terdengar suaranya, namun tangannya dengan cekatan membantu Amanda untuk duduk dan meletakkan sebuah bantal di belakang punggung Amanda agar lebih nyaman.
Arjuna duduk di samping Amanda yang berada di pembaringan, sambil menatap tajam ke arah wajah Amanda. Raut wajahnya terlihat begitu serius.
“Aku mohon padamu Amanda, mulai saat ini, tolong panggil aku dengan sebutan Kang Mas. Lalu aku akan memanggilmu dengan sebutan Diajeng Nastiti.” Arjuna menatap tepat ke arah bola mata Amanda.
“K-kang M-mas?” Amanda yang diperlakukan seperti itu pun menjadi gugup dan menjawab dengan terbata-bata. Terlebih dirinya tadi juga sempat mengagumi wajah tampan lelaki yang kini tepat di depannya.
“Dengarkan aku Nastiti!”
Arjuna kini mencengkram kedua bahu Amanda. Wajah Arjuna hanya berjarak beberapa inci saja. Nafas hangatnya menghembus cepat ke wajah Amanda, membuat wajah perempuan itu memerah.
“Jika kau ingin selamat, maka kau harus menuruti semua perintah ku. Bertahanlah sampai ritual malam pengantin esok lusa. Jangan gegabah, janganlah berbicara sebelum diperintahkan. Aku mohon padamu Nastiti!”
Walaupun tak begitu paham dengan keinginan sang suami. Amanda pun tetap menganggukkan kepalanya perlahan. Dirinya seolah telah dihipnotis oleh tatapan mata suaminya, Arjuna.
“Satu lagi, berhati-hatilah, terutama dengan Sekar Ayu, adikku! Karena ....” Arjuna berhenti berkata.
Amanda mengerutkan dahinya mendengar ucapan Arjuna yang menyuruhnya untuk berhati-hati.
Terlebih lagi, dirinya harus berhati-hati dengan Sekar Ayu, adiknya yang begitu cantik itu.
“Ehem ...!”
Belum sempat Arjuna menjelaskan perkataannya. Tiba-tiba terdengar suara. Arjuna dan Amanda memalingkan wajah mereka bersamaan ke arah sumber suara. Ternyata telah berdiri di depan pintu wanita yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan yaitu Sekar Ayu Nitis Sukma.
Gadis cantik itu sudah berdiri tepat di depan pintu. Kedua tangannya terjulur lurus ke bawah sambil saling menautkan jemarinya.
“Kang Mas Arjuna, bersabarlah hingga ritual malam pengantin esok lusa, Kang Mas!” Suara lembut Sekar Ayu terdengar.
Serta merta Arjuna tersadar. Lelaki muda tersebut bergegas melepaskan cengkraman tangannya dari bahu sang istri lalu menarik tubuhnya menjauhi Amanda.
“Ayunda Nastiti, boleh saya masuk ke kamar Ayunda?” Dengan lembut terdengar Sekar meminta izin.
Amanda yang bingung pun menatap Arjuna, meminta persetujuan dari suaminya. Amanda teringat perkataan yang baru saja diucapkan oleh suaminya yang memerintahkan dirinya untuk mengikuti semua perintahnya.
Arjuna begitu melihat tatapan Amanda kemudian menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.
“Masuklah Sekar!”
Mendengar kakak iparnya mengizinkannya, Sekar Ayu pun memasuki kamar tempat Amanda dan Arjuna berada.
Amanda seolah dejavu saat melihat Sekar Ayu, sang adik iparnya itu melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah untuk menghampiri dirinya.
Entah mengapa di mata Amanda, gerakan tubuh Sekar Ayu terlihat begitu gemulai. Bagai penari profesional. Ada keindahan di setiap gerakan tubuhnya yang ramping dan indah itu. Jika Amanda yang seorang perempuan saja bisa terpesona, apalagi jika seorang lelaki menatap Sekar Ayu. Dapat dipastikan jika lelaki tersebut akan tergila-gila dengan pesona seorang Sekar Ayu Nitis Sukma.
“Cantik sekali.” Pujian meluncur begitu saja dari mulut Amanda.
Arjuna beranjak dari pembaringan kini tengah sibuk di depan meja rias. Tubuhnya berjongkok membuka laci lebar di meja rias tersebut, lalu mengeluarkan sebuah kotak besar berwarna putih yang ternyata berisi perlengkapannya sebagai seorang dokter. Tak menunggu lama, lelaki tersebut bergegas memeriksa keadaan istrinya.
“Bagaimana keadaan mu, Ayunda Nastiti?” Suara lembut Sekar Ayu terdengar memasuki telinga Amanda.
Tapi entah mengapa suara lembut itu justru membuat bulu roma Amanda berdiri.
Amanda tak menjawab pertanyaan adik iparnya itu. Namun justru tengah memperhatikan sang suami yang sibuk memeriksa keadaannya. Mengukur tekanan darahnya dan memeriksa dadanya dengan stetoskop nya. Amanda kemudian berpura-pura memejamkan mata demi bisa menghindari tatapan dekat.
“Ayunda mu butuh istirahat Sekar, aku akan memasang infus di tubuhnya. Ngomong-ngomong, kenapa kamu kemari?” Arjuna akhirnya bersuara, menggantikan Amanda untuk menjawab pertanyaan sang adik. Sembari tangannya sibuk memasang selang infus di tangan Amanda.
“Eyang Putri menyuruh ku untuk menjaga Ayunda Nastiti, Kang Mas. Agar kejadian yang menimpa mu dulu tak terulang kembali.”
“Aduh! Hati-hati donk pak dokter, eh maksudnya, hati-hati Kang Mas. Sakit!” Amanda menjerit saat Arjuna menusukkan jarum suntik ke urat nadinya dengan agak kasar. Mata Amanda membulat sempurna. “Maafkan aku, aku tak sengaja, Diajeng.” Arjuna yang merasa bersalah pun meminta maaf. Ucapan Sekar Ayu barusan sukses membuat lelaki tampan itu kehilangan konsentrasi miliknya. Hingga tanpa sengaja membuat Amanda kesakitan. Arjuna berusaha bersikap setenang mungkin, dan terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu memasang infus ke tubuh sang istri. Walau tak dipungkiri jika perkataan adiknya barusan telah membuka luka lama. Arjuna hanya diam, sama sekali tak menanggapi perkataan sang adik. Namun lain halnya dengan Amanda. Dia sangat penasaran dengan perkataan adik iparnya, Sekar Ayu. “Dulu? Kejadian apa memangnya, Sekar?” Amanda begitu penasaran, namun tangannya digenggam erat oleh Arjuna. Amanda menggigit bibir bawahnya. Agaknya dirinya membuat sebuah kesalahan dengan bertanya hal tersebut ke
“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin
“Aku ingin pulang!” Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur. Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang robek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi. “Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?” Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar. Ternyata beliau telah berdiri di depan pintu kamar. Agaknya perempuan berkharisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda. Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. “Se
Eyang Putri tersenyum, lalu dengan perlahan tubuhnya pun berdiri. Sementara itu Arjuna tetap duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk.“Sekar Ayu, cucuku! Masuklah!”Sekar Ayu ternyata sedari tadi berdiri di luar pintu kamar Amanda. Dirinya berdiri dengan tenang dan anggun, menunggu perintah Eyang Putri agar dirinya masuk.Begitu sang Eyang memanggilnya, dia pun dengan anggunnya melangkahkan kakinya memasuki kamar sang kakak ipar.Senyuman lembut selalu terlukis di bingkai wajah Sekar Ayu.Malam ini rambut panjang gadis cantik itu sengaja dia gerai, hingga nampak lurus memanjang menutupi pinggulnya yang apik. Terselip dengan manis jepit rambut berbentuk bunga yang terbuat dari manik manik batu kristal.Sekar Ayu berdiri di hadapan sang Eyang Putri, di sampingnya masih nampak Arjuna yang masih di posisi yang sama, yaitu duduk bersimpuh di hadapan yang putih dengan kepala menunduk.“Nggih Eyang Putri, saya disini.” Suara lembut Sekar Ayu terdengar dan disambut senyuman eyang putri.“Seka
"Ehem, ayo Ayunda Nastiti. Para Abdi sudah menunggu."Suara Sekar Ayu membuat Amanda dan Arjuna tersadar. Semburat warna merah jambu nampak di pipi mulus Amanda. Sementara itu Arjuna berusaha menenangkan hatinya dengan berpura-pura batuk.Sekar Ayu yang menyaksikan adegan tersebut hanya bisa tersenyum kecut."Ayo Ayunda. Jangan membuang waktu terlalu lama. Nanti bisa membuat Eyang Putri marah." Sekar Ayu kembali mengingatkan, kini sambil menarik tubuh Amanda agar segera bergerak.Arjuna nampak masih membantu memapah sang istri dengan memegangi bahunya. Lelaki itu takut jika sang istri akan terjatuh lagi. Namun, begitu keluar dari kamar, Sekar Ayu langsung memperingatkan Arjuna jika tempat mandi lelaki tersebut masih terpisah dengan sang istri. Arjuna mengangguk paham.Dilepaskannya tangan dari bahu Amanda lalu tersenyum lembut."Hati-hati Diajeng, jangan sampai terjatuh.""Nggih Kang Mas."Amanda menjawab dengan nada sehalus mungkin, walaupun dirinya masih belum terbiasa memanggil sua
“Ritual yang akan kau jalani adalah sebuah ritual yang sangat penting, Nastiti. Ritual ini berguna untuk meyakinkan hati sang lelaki jika wanita yang dipilihnya sebagai istri adalah wanita yang setia dan menjaga kehormatan serta kesucian nya sebelum menjadi istri dari lelaki tersebut.” Eyang putri menjelaskan dengan lembut tapi Amanda masih tetap saja tak paham.“Menjaga kesucian?” Amanda tanpa sadar bertanya lirih, membuat Pak Baskoro menatap tak suka karena Amanda berkata sebelum disuruh.Eyang Putri lagi-lagi tersenyum ramah.“Nastiti, kau akan paham setelah sampai di sana cucuku.”“Nggih Eyang Putri.” Amanda menjawab pasrah. Dia tak ingin membuat kekacauan lagi karena sejak tadi pak Baskoro terus aja menatapnya tak suka.“Kalian harus segera berangkat, jangan lagi membuang waktu, dan kau Nastiti, kau harus melakukan ritual dengan baik sehingga besok kau bisa melakukan ritual malam pengantin dengan suamimu.” Lagi Eyang Putri berucap.Amanda menelan ludah dengan getir tatkala Eyang
“Tempat ini disebut Papan Tresno, tempat dimana kau akan melakukan ritual jarik perawan. Untuk membuktikan kalau layak atau tidak menjadi pasangan anakku Arjuna.” Bu Sulastri tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya.Eyang Putri, Pak Baskoro, Sekar Ayu dan Arjuna melangkahkan kaki ke tempat Amanda berdiri bersama sang ibu mertua“Ayo cucuku, Nastiti. Mulailah kau melakukan ritual jarik perawan.” Eyang Putri menyuruh Amanda melakukan ritual yang bagi gadis ayu itu adalah ritual yang sangat aneh.Amanda bahkan tak tahu apa yang harus dia lakukan.Eyang putri tersenyum lalu mendorong perlahan punggung Amanda hingga terhuyung ke depan.“Kau hanya cukup menapaki satu persatu anak tangga candi di hadapanmu itu cucuku. Teruslah kau naik hingga sampai ke puncak candi, nanti suamimu akan mengikuti dari belakang dan kalian akan sampai di puncak. Ingat Nastiti, kau tak boleh berucap sepatah katapun. Setelah sampai ke puncak, kau boleh kembali turun kemari. Apakah kau paham, Nastiti?”Amanda
Amanda mengedipkan mata perlahan, kepalanya masih terasa sangat pusing. Tubuhnya menggigil demam, bahkan nafas yang keluar dari mulutnya pun terasa panas.Sekeras apapun gadis ayu itu berusaha membuka mata, namun sakit kepala terus mendominasi, memaksa gadis ayu tersebut kembali menutup matanya.Walau matanya tertutup namun pendengarannya masih mampu menangkap suara-suara dengan orang yang tengah berdebat.Amanda berusaha tak peduli, walau nyatanya suara-suara itu tanpa permisi tetap saja memasuki gendang telinganya yang membuat Amanda penasaran dengan apa yang terjadi sehingga gadis ayu itu mulai menajamkan pendengarannya.Samar Amanda mendengar suara sang suami yang menolak sesuatu, bahkan menyebut-nyebut namanya. Namun setelahnya Amanda mendengar suara khas memerintah dari bapak mertuanya yaitu Pak Baskoro yang menyebut-nyebut kata ‘tidak bisa’.Amanda yang masih merasa pusing kini justru semakin sakit kepalanya karena mendengar perdebatan para penghuni rumah yang dia tinggali.Tak