“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin
“Aku ingin pulang!” Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur. Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang robek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi. “Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?” Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar. Ternyata beliau telah berdiri di depan pintu kamar. Agaknya perempuan berkharisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda. Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. “Se
Eyang Putri tersenyum, lalu dengan perlahan tubuhnya pun berdiri. Sementara itu Arjuna tetap duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk.“Sekar Ayu, cucuku! Masuklah!”Sekar Ayu ternyata sedari tadi berdiri di luar pintu kamar Amanda. Dirinya berdiri dengan tenang dan anggun, menunggu perintah Eyang Putri agar dirinya masuk.Begitu sang Eyang memanggilnya, dia pun dengan anggunnya melangkahkan kakinya memasuki kamar sang kakak ipar.Senyuman lembut selalu terlukis di bingkai wajah Sekar Ayu.Malam ini rambut panjang gadis cantik itu sengaja dia gerai, hingga nampak lurus memanjang menutupi pinggulnya yang apik. Terselip dengan manis jepit rambut berbentuk bunga yang terbuat dari manik manik batu kristal.Sekar Ayu berdiri di hadapan sang Eyang Putri, di sampingnya masih nampak Arjuna yang masih di posisi yang sama, yaitu duduk bersimpuh di hadapan yang putih dengan kepala menunduk.“Nggih Eyang Putri, saya disini.” Suara lembut Sekar Ayu terdengar dan disambut senyuman eyang putri.“Seka
"Ehem, ayo Ayunda Nastiti. Para Abdi sudah menunggu."Suara Sekar Ayu membuat Amanda dan Arjuna tersadar. Semburat warna merah jambu nampak di pipi mulus Amanda. Sementara itu Arjuna berusaha menenangkan hatinya dengan berpura-pura batuk.Sekar Ayu yang menyaksikan adegan tersebut hanya bisa tersenyum kecut."Ayo Ayunda. Jangan membuang waktu terlalu lama. Nanti bisa membuat Eyang Putri marah." Sekar Ayu kembali mengingatkan, kini sambil menarik tubuh Amanda agar segera bergerak.Arjuna nampak masih membantu memapah sang istri dengan memegangi bahunya. Lelaki itu takut jika sang istri akan terjatuh lagi. Namun, begitu keluar dari kamar, Sekar Ayu langsung memperingatkan Arjuna jika tempat mandi lelaki tersebut masih terpisah dengan sang istri. Arjuna mengangguk paham.Dilepaskannya tangan dari bahu Amanda lalu tersenyum lembut."Hati-hati Diajeng, jangan sampai terjatuh.""Nggih Kang Mas."Amanda menjawab dengan nada sehalus mungkin, walaupun dirinya masih belum terbiasa memanggil sua
“Ritual yang akan kau jalani adalah sebuah ritual yang sangat penting, Nastiti. Ritual ini berguna untuk meyakinkan hati sang lelaki jika wanita yang dipilihnya sebagai istri adalah wanita yang setia dan menjaga kehormatan serta kesucian nya sebelum menjadi istri dari lelaki tersebut.” Eyang putri menjelaskan dengan lembut tapi Amanda masih tetap saja tak paham.“Menjaga kesucian?” Amanda tanpa sadar bertanya lirih, membuat Pak Baskoro menatap tak suka karena Amanda berkata sebelum disuruh.Eyang Putri lagi-lagi tersenyum ramah.“Nastiti, kau akan paham setelah sampai di sana cucuku.”“Nggih Eyang Putri.” Amanda menjawab pasrah. Dia tak ingin membuat kekacauan lagi karena sejak tadi pak Baskoro terus aja menatapnya tak suka.“Kalian harus segera berangkat, jangan lagi membuang waktu, dan kau Nastiti, kau harus melakukan ritual dengan baik sehingga besok kau bisa melakukan ritual malam pengantin dengan suamimu.” Lagi Eyang Putri berucap.Amanda menelan ludah dengan getir tatkala Eyang
“Tempat ini disebut Papan Tresno, tempat dimana kau akan melakukan ritual jarik perawan. Untuk membuktikan kalau layak atau tidak menjadi pasangan anakku Arjuna.” Bu Sulastri tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya.Eyang Putri, Pak Baskoro, Sekar Ayu dan Arjuna melangkahkan kaki ke tempat Amanda berdiri bersama sang ibu mertua“Ayo cucuku, Nastiti. Mulailah kau melakukan ritual jarik perawan.” Eyang Putri menyuruh Amanda melakukan ritual yang bagi gadis ayu itu adalah ritual yang sangat aneh.Amanda bahkan tak tahu apa yang harus dia lakukan.Eyang putri tersenyum lalu mendorong perlahan punggung Amanda hingga terhuyung ke depan.“Kau hanya cukup menapaki satu persatu anak tangga candi di hadapanmu itu cucuku. Teruslah kau naik hingga sampai ke puncak candi, nanti suamimu akan mengikuti dari belakang dan kalian akan sampai di puncak. Ingat Nastiti, kau tak boleh berucap sepatah katapun. Setelah sampai ke puncak, kau boleh kembali turun kemari. Apakah kau paham, Nastiti?”Amanda
Amanda mengedipkan mata perlahan, kepalanya masih terasa sangat pusing. Tubuhnya menggigil demam, bahkan nafas yang keluar dari mulutnya pun terasa panas.Sekeras apapun gadis ayu itu berusaha membuka mata, namun sakit kepala terus mendominasi, memaksa gadis ayu tersebut kembali menutup matanya.Walau matanya tertutup namun pendengarannya masih mampu menangkap suara-suara dengan orang yang tengah berdebat.Amanda berusaha tak peduli, walau nyatanya suara-suara itu tanpa permisi tetap saja memasuki gendang telinganya yang membuat Amanda penasaran dengan apa yang terjadi sehingga gadis ayu itu mulai menajamkan pendengarannya.Samar Amanda mendengar suara sang suami yang menolak sesuatu, bahkan menyebut-nyebut namanya. Namun setelahnya Amanda mendengar suara khas memerintah dari bapak mertuanya yaitu Pak Baskoro yang menyebut-nyebut kata ‘tidak bisa’.Amanda yang masih merasa pusing kini justru semakin sakit kepalanya karena mendengar perdebatan para penghuni rumah yang dia tinggali.Tak
Amanda berdiri kembali di pesisir segara. Kaki polosnya menapak di atas pasir yang basah, terlihat sesekali kaki jenjangnya dihampiri oleh pecahan ombak dengan buih yang memutih.Air laut yang bergelombang tak tampak begitu jelas seandainya tak ada bulan purnama yang membagi sinarnya. Silau emasnya seolah menunggangi gulungan ombak yang bergerak pasti ke bibir pantai. Sang bintang pun seolah tak mau kalah, mereka menitipkan ribuan titik-titik sinar sehingga mempercantik malam yang sebenarnya suram.“Aku kembali ke sini lagi ternyata.” Amanda bergumam.“Kenapa kau masih belum pergi!” Terdengar wanita lain berbicara.Nampak sosok yang begitu mirip dengan Amanda berdiri memunggungi gadis ayu tersebut. Sosok itu berdiri tepat di belakang Amanda.Malam ini Amanda memakai kebaya kutu baru hijau tua. Rambutnya tergerai begitu saja. Membiarkan sang angin dengan leluasa membelainya. Begitu pula dengan sosok yang berdiri di belakang Amanda. Dia pun memakai pakaian yang sama dan wajah yang serup