Suara serak namun begitu berwibawa terdengar dari mulut seorang wanita tua yang disebut Eyang Putri.
Masih dengan tampilan yang begitu apik. Baju kebaya Kupu Tarung warna hijau tua, dengan jarik batik motif isi mentimun warna coklat keemasan.
Wajah bertabur bedak dan make up tipis- tipis. Membuat wajah sepuhnya selalu terlihat segar.
Rambut disanggul, dan tertancap tusuk konde emas yang berkilau saat kepala si empunya bergerak. Tak lupa sepasang giwang yang begitu cocok dengan kalung juga bros yang bertengger di bajunya. Sungguh wanita ningrat dengan aura begitu besar dan mengagumkan.
Nastiti alias Amanda yang jiwanya kosong hanya diam dengan ekspresi datar. Arjuna yang melihat sang istri menjadi sedikit khawatir. Takut jika Eyang Putri tersinggung karena tak ada jawaban dari Nastiti alias Amanda.
“Diajeng Nastiti, tersenyumlah. Sapa Eyang Putri.” Arjuna bersisik.
Amanda kemudian menganggukkan kepalanya perlahan, memberikan senyum kaku ke arah Eyang Putri. Senyum yang bagai senyuman sebuah patung. Senyuman yang manis namun tak tulus.
“Nggih Eyang Putri, matur suwun.” Suara lirih akhirnya keluar dari mulut Nastiti alias Amanda.
“Cepat kalian berdua sungkem dengan Eyang Putri!” Suara berat Pak Baskoro terdengar.
Bergegas Arjuna melangkahkan kakinya ke arah Eyang Putri. Namun anehnya, Amanda hanya diam di tempatnya. Ia tak bergerak sedikitpun, seolah menunggu perintah. Benar saja, Arjuna menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya dan berbicara pelan kepada istrinya.
“Diajeng Nastiti, ayo!” Suara Arjuna terdengar memerintah.
Baru saat itulah Nastiti melangkah perlahan, mengikuti langkah sang suami.
Sesampainya di hadapan Eyang Putri. Arjuna dan Amanda kemudian berjongkok di depan beliau yang telah menunggu mereka di kursinya. Senyum hangat tak pernah hilang dari wajahnya yang telah menua namun penuh kewibawaan tersebut.
“Selamat datang, selamat juga atas pernikahan kalian berdua cucuku, Arjuna dan Nastiti. Bergegaslah kalian menciptakan ruh baru penerus trah ningrat Nitis Sukma. Aku sangat berharap pada kalian berdua!” Suara Eyang Putri terdengar.
Kedua tangannya sibuk membelai kepala cucunya. Tangan kanan membelai kepala Arjuna dan tangan kiri membelai kepala Nastiti alias Amanda. Nampak ketara sekali jika Eyang Putri begitu menaruh harapan besar kepada sepasang suami istri tersebut.
“Arjuna, cucuku.”
“Nggih Eyang Putri.” Arjuna menjawab dengan tenang.
“Esok lusa, bulan purnama akan muncul cucuku. Kau harus segera melaksanakan tugasmu. Kau paham kan maksud perkataan Eyang!”
Arjuna terdiam, jakunnya naik turun karena gusar. Sejujurnya dirinya bingung. Hauskah dirinya melakukan hal tersebut kepada Nastiti. Padahal hati wanita muda itu bukan untuknya. Apa dirinya tega memaksa Nastiti demi ambisi keluarganya.
Eyang Putri yang merasakan kegusaran cucunya pun tersenyum, lalu kembali mengusap kepala Arjuna dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya yang sudah lepas dari kepala Amanda menepuknepuk bahu kekar lelaki tersebut.
Kepalanya menunduk perlahan mendekati pendengaran Arjuna, lalu membisikkan kata-kata yang membuat rona wajah cucu lelakinya itu pucat Pasi.
“Kau paham cucuku?” Suara serak Eyang Putri terdengar penuh dengan penekanan, pertanda perintahnya tak bisa ditolak.
Dengan lemah dan pelan Arjuna pun menjawab perkataan sang nenek yang telah membuatnya pucat pasi.
“Nggih Eyang, saya paham.”
“Bagus! Kau memang cucu sulung keluarga Nitis Sukma, Arjuna.” Eyang putri tersenyum puas.
“Sudah, kalian berdua boleh duduk. Ada yang ingin Eyang bicarakan. Terlebih Nastiti, kamu juga harus berkenalan dengan anggota keluarga Nitis Sukma, Cah Ayu.”
“Nggih, Eyang Putri!” Arjuna menjawab.
Perlahan lelaki muda tersebut mengangkat tubuhnya agar berdiri.
“Ayo Diajeng,Nastiti!” Melihat Amanda yang masih terduduk akhirnya Arjuna bersuara lembut.
“Nggih, Kang Mas Arjuna.” Nastiti alias Amanda berucap, detik kemudian mengangkat tubuhnya, sama seperti sang suami, Arjuna.
Sepasang suami istri itu duduk di kursi yang telah disediakan. Kursi yang memang sengaja dikosongkan. Kursi yang menjadi tempat duduk khusus keluarga inti Nitis Sukma.
Dalam ruang keluarga yang sangat lebar itu terdapat begitu banyak ukiran dan pernak-perniknya. Di dindingnya terpasang sebuah hiasan dinding yang terbuat dari ukiran kayu jati berbentuk pahatan burung merak. Ekornya yang begitu banyak terlihat begitu menawan bagai kipas Sang Dewi. Warnanya mengkilat dengan bola mata yang terbuat dari batu ruby warna merah.
Juga nampak sebuah lukisan yang terdapat wajah para keluarga inti Nitis Sukma yang kini juga duduk bertemu dengan Nastiti alias Amanda. Dalam lukisan tersebut terlihat Eyang Putri berada di tengah diapit oleh dua wanita yang cantik dan kiri-kanannya diapit oleh Pak Baskoro dan Arjuna.
Itu adalah lukisan yang begitu menawan. Lukisan yang begitu apik dan indah, bahkan melebihi indahnya sebuah potret. Sebuah lukisan yang nampak begitu nyata.
Ada pula susunan nama-nama yang di pajang di dinding, pajangan yang terbuat dari bulu sapi dan di bingkai dengan kayu jati yang terukir aksara Jawa. Aksara itu adalah aksara yang menuliskan tentang nama-nama keturunan trah Nitis Sukma.
Terdapat pula di ruangan tersebut 3 buah kursi yang terdiri dari 1 kursi tunggal dan dua kursi yang dapat ditempati masing-masing oleh tiga orang.
Kursi tunggal adalah tempat duduk bagi pemimpin atau tertua keluarga Nitis Sukma, yaitu Eyang Putri. Kursi lainnya diduduki oleh Pak Baskoro beserta dua wanita cantik di samping kanan kirinya. Sisanya menjadi tempat duduk Amanda dan Arjuna.
Di antara mereka terdapat meja persegi panjang yang terbuat dari kayu jati. Begitu pula dengan kursi yang mereka duduki. Kayu jati yang dibentuk sedemikian rupa hingga menjadi meja dan kursi yang begitu menawan. Pahatan serta ukiran dalam meja kursi tersebut dapat mencerminkan dan membuktikan betapa hebat dan berbakatnya sang pencipta perabot rumah tangga tersebut. Perabot yang terlihat begitu cantik dan megah, yang tak mungkin dimiliki oleh masyarakat biasa.
“Nastiti cucuku, kau lihat lelaki yang agak gendut namun gagah itu, Cah Ayu?” Eyang putri menunjuk Pak Baskoro. Amanda hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Dia adalah anak lelakiku satu-satunya. Bapak mertuamu. Kau paham Nastiti?”
Lagi, Amanda hanya menjawab dengan anggukan kepala pelan serta masih dengan tatapan mata kosong.
“Lalu, yang di sebelah kanan. Dia adalah menantuku, istri dari Baskoro, Ibu mertuamu Nastiti. Dia adalah Sulastri. Ibu dari suamimu, Arjuna!”
Wanita yang ditunjuk Eyang putri pun tersenyum kearah Amanda alias Nastiti.
“Nggih Eyang Putri.” Kini terdengar suara pelan keluar dari mulut Amanda.
“Lalu yang terakhir, gadis ayu yang rambutnya dikepang itu. Dia adalah adik dari Arjuna. Gadis ayu itu bernama Sekar Ayu Nitis Sukma. Calon pemimpin keluarga Nitis Sukma setelah kematian ku.”
Amanda kali ini menatap perempuan muda yang diperkenalkan kepadanya, tepat di mata wanita ayu tersebut. Wanita ayu yang tersenyum manis namun mengeluarkan aura begitu mistis.
“Sekar Ayu Nitis Sukma...” Amanda bergumam pelan.
Terdengar suara Amanda yang berteriak lirih sambil mencengkram erat kepalanya seolah menahan sakit yang teramat. Suara rintihan itu bisa menggambarkan dengan jelas jika keadaan wanita tersebut tidaklah baik-baik saja.Mata perempuan yang telah sah menjadi istri Arjuna kini nampak lagi sinarnya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi. Walaupun kini yang terpancar dari wajah cantiknya justru raut wajah yang menahan rasa sakit.“Diajeng Nastiti, kau merasa sakit lagi?” Arjuna terdengar begitu khawatir.Dia tahu jika efek dari ramuan yang diminum oleh istrinya itu telah mulai memudar khasiatnya. Jika efeknya benar-benar menghilang, maka Amanda akan menjadi seperti sifat aslinya. Dia akan menjadi wanita yang pembangkang dan tidak lemah lembut. Bisa-bisa Eyang Putri curiga kalau Amanda alias Nastiti belum menjalani pendidikan tata krama dan adat istiadat keluarga Nitis Sukma. Jika sampai hal itu terjadi, maka Eyang Putri dapat dipastikan akan marah besar. Arjuna bingung harus bersikap bagaim
“Aduh! Hati-hati donk pak dokter, eh maksudnya, hati-hati Kang Mas. Sakit!” Amanda menjerit saat Arjuna menusukkan jarum suntik ke urat nadinya dengan agak kasar. Mata Amanda membulat sempurna. “Maafkan aku, aku tak sengaja, Diajeng.” Arjuna yang merasa bersalah pun meminta maaf. Ucapan Sekar Ayu barusan sukses membuat lelaki tampan itu kehilangan konsentrasi miliknya. Hingga tanpa sengaja membuat Amanda kesakitan. Arjuna berusaha bersikap setenang mungkin, dan terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu memasang infus ke tubuh sang istri. Walau tak dipungkiri jika perkataan adiknya barusan telah membuka luka lama. Arjuna hanya diam, sama sekali tak menanggapi perkataan sang adik. Namun lain halnya dengan Amanda. Dia sangat penasaran dengan perkataan adik iparnya, Sekar Ayu. “Dulu? Kejadian apa memangnya, Sekar?” Amanda begitu penasaran, namun tangannya digenggam erat oleh Arjuna. Amanda menggigit bibir bawahnya. Agaknya dirinya membuat sebuah kesalahan dengan bertanya hal tersebut ke
“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin
“Aku ingin pulang!” Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur. Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang robek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi. “Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?” Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar. Ternyata beliau telah berdiri di depan pintu kamar. Agaknya perempuan berkharisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda. Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. “Se
Eyang Putri tersenyum, lalu dengan perlahan tubuhnya pun berdiri. Sementara itu Arjuna tetap duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk.“Sekar Ayu, cucuku! Masuklah!”Sekar Ayu ternyata sedari tadi berdiri di luar pintu kamar Amanda. Dirinya berdiri dengan tenang dan anggun, menunggu perintah Eyang Putri agar dirinya masuk.Begitu sang Eyang memanggilnya, dia pun dengan anggunnya melangkahkan kakinya memasuki kamar sang kakak ipar.Senyuman lembut selalu terlukis di bingkai wajah Sekar Ayu.Malam ini rambut panjang gadis cantik itu sengaja dia gerai, hingga nampak lurus memanjang menutupi pinggulnya yang apik. Terselip dengan manis jepit rambut berbentuk bunga yang terbuat dari manik manik batu kristal.Sekar Ayu berdiri di hadapan sang Eyang Putri, di sampingnya masih nampak Arjuna yang masih di posisi yang sama, yaitu duduk bersimpuh di hadapan yang putih dengan kepala menunduk.“Nggih Eyang Putri, saya disini.” Suara lembut Sekar Ayu terdengar dan disambut senyuman eyang putri.“Seka
"Ehem, ayo Ayunda Nastiti. Para Abdi sudah menunggu."Suara Sekar Ayu membuat Amanda dan Arjuna tersadar. Semburat warna merah jambu nampak di pipi mulus Amanda. Sementara itu Arjuna berusaha menenangkan hatinya dengan berpura-pura batuk.Sekar Ayu yang menyaksikan adegan tersebut hanya bisa tersenyum kecut."Ayo Ayunda. Jangan membuang waktu terlalu lama. Nanti bisa membuat Eyang Putri marah." Sekar Ayu kembali mengingatkan, kini sambil menarik tubuh Amanda agar segera bergerak.Arjuna nampak masih membantu memapah sang istri dengan memegangi bahunya. Lelaki itu takut jika sang istri akan terjatuh lagi. Namun, begitu keluar dari kamar, Sekar Ayu langsung memperingatkan Arjuna jika tempat mandi lelaki tersebut masih terpisah dengan sang istri. Arjuna mengangguk paham.Dilepaskannya tangan dari bahu Amanda lalu tersenyum lembut."Hati-hati Diajeng, jangan sampai terjatuh.""Nggih Kang Mas."Amanda menjawab dengan nada sehalus mungkin, walaupun dirinya masih belum terbiasa memanggil sua
“Ritual yang akan kau jalani adalah sebuah ritual yang sangat penting, Nastiti. Ritual ini berguna untuk meyakinkan hati sang lelaki jika wanita yang dipilihnya sebagai istri adalah wanita yang setia dan menjaga kehormatan serta kesucian nya sebelum menjadi istri dari lelaki tersebut.” Eyang putri menjelaskan dengan lembut tapi Amanda masih tetap saja tak paham.“Menjaga kesucian?” Amanda tanpa sadar bertanya lirih, membuat Pak Baskoro menatap tak suka karena Amanda berkata sebelum disuruh.Eyang Putri lagi-lagi tersenyum ramah.“Nastiti, kau akan paham setelah sampai di sana cucuku.”“Nggih Eyang Putri.” Amanda menjawab pasrah. Dia tak ingin membuat kekacauan lagi karena sejak tadi pak Baskoro terus aja menatapnya tak suka.“Kalian harus segera berangkat, jangan lagi membuang waktu, dan kau Nastiti, kau harus melakukan ritual dengan baik sehingga besok kau bisa melakukan ritual malam pengantin dengan suamimu.” Lagi Eyang Putri berucap.Amanda menelan ludah dengan getir tatkala Eyang
“Tempat ini disebut Papan Tresno, tempat dimana kau akan melakukan ritual jarik perawan. Untuk membuktikan kalau layak atau tidak menjadi pasangan anakku Arjuna.” Bu Sulastri tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya.Eyang Putri, Pak Baskoro, Sekar Ayu dan Arjuna melangkahkan kaki ke tempat Amanda berdiri bersama sang ibu mertua“Ayo cucuku, Nastiti. Mulailah kau melakukan ritual jarik perawan.” Eyang Putri menyuruh Amanda melakukan ritual yang bagi gadis ayu itu adalah ritual yang sangat aneh.Amanda bahkan tak tahu apa yang harus dia lakukan.Eyang putri tersenyum lalu mendorong perlahan punggung Amanda hingga terhuyung ke depan.“Kau hanya cukup menapaki satu persatu anak tangga candi di hadapanmu itu cucuku. Teruslah kau naik hingga sampai ke puncak candi, nanti suamimu akan mengikuti dari belakang dan kalian akan sampai di puncak. Ingat Nastiti, kau tak boleh berucap sepatah katapun. Setelah sampai ke puncak, kau boleh kembali turun kemari. Apakah kau paham, Nastiti?”Amanda