Share

Bab 4. Fokus Pada Tujuan

Author: Dacytta-Peach
last update Huling Na-update: 2025-01-20 16:11:42

Bab 4. Ditertawakan Keluarga

Melihat bagaimana Nisa diremehkan berulang kali oleh keluarganya sendiri mendadak tekat Bram semakin bulat. Bram yang semula hanya pengangguran dan memilih leha-leha di rumah serta memanfaatkan uang kerja Nisa kini berencana ingin membantu Nisa dengan mencari pekerjaan.

Pada awalnya Nisa ragu, namun tidak pantas bagi dirinya untuk menghancurkan keinginan sang suami untuk bekerja. Seperti pasutri pada umumnya, Nisa hanya bisa mendoakan dan menyemangati pria itu untuk pergi bekerja.

"Hati-hati di jalan ya Mas, cari kerja apa aja nggak pa-pa yang penting halal," ucap Nisa diambang pintu kamar.

"Ya kalo bisa yang gajinya lumayan Nis," jawab Bram seraya menenteng map dan berkas-berkas lamaran.

"Mau kerja apa, ijasahmu aja cuma sampai SMP Mas." Nisa memperingatkan membuat Bram terdiam lalu menatap berkasnya sejenak.

"Eh, iya ya." Bram menyeringai, ia kembali merapikan kerah baju putihnya yang bersih dan kinclong.

"Yang penting kerjanya halal Mas, kamu nggak nganggur lagi. Kalo kamu kerja, berapa pun hasilnya aku ikut seneng." Nisa membuka pintu kamar lantas keluar bersama-sama menuju ke ruang tengah dimana keluarga besar Nisa tengah berkumpul sambil melihat tayangan televisi.

Melihat baju Bram yang rapi, mata Eyang Harun memicing. Ia bahkan berkali-kali membetulkan kaca mata tebal yang sudah bertahun-tahun lamanya menggantikan penglihatannya yang mulai kabur.

"Mau kemana kamu? Tumben pakai kemeja putih dan rapi," ucap Eyang Harun kembali julid terhadap pasangan cucunya tersebut.

Bram menoleh sekilas ke arah Nisa, ia enggan menjawab hingga Nisa sendirilah yang menjawab.

"Mas Bram mau cari pekerjaan Eyang," jawab Nisa apa adanya.

Tiba-tiba tawa membahana di ruangan itu. Sari yang sedari tadi menonton televisi tak kuat menahan tawanya lalu beranjak berdiri mendekati Nisa dan Bram.

"Apa? Pekerjaan? Apa nggak salah denger aku?" Sari mulai mengejek, ia menatap sinis pada keduanya lalu tersenyum miring. Tak lupa juga, kedua tangan ia lipat di depan dada dengan begitu angkuh.

"Mau kerja apa? Emang kamu lulusan apa?" Sari kembali mengolok-olok dengan mata menatap naik turun ke arah tubuh Bram seolah menyepelekan.

"Haha ... paling juga balik ke jalanan buat minta-minta kayak kemarin," timbal Melani sambil melirik ke arah Bram lalu pura-pura mengganti channel televisi.

"Oh, iya ya." Sari memekik heboh dengan mata melebar, ia lalu terkikik senang. "Ah, aku lupa. Kemarin di foto itu dia pakai pakaian kotor dan compang-camping kan?! Hmm ... baru ingat aku."

Melani tersenyum tipis, ia menatap Bram dan Nisa penuh kebencian. Perlahan bangkit, kali ini ia berjalan mendekati Sari.

"Kalo hanya mau jadi pengemis, kamu tak perlu bawa-bawa map segala. Nggak guna," ucap Melani seraya merampas map itu dan membuangnya di lantai.

Aksi tersebut membuat Sari kembali tertawa kegirangan. Bram mencuramkan alis, ia kesal bukan main. Jika tidak ingat posisi Nisa dan dirinya sekarang, sudah pasti Bram melakukan hal yang tidak mengenakkan jauh lebih kejam daripada ini.

"Jangan menghina suamiku Tant," tegur Nisa tidak berkenan. Ia lalu berjongkok dan mengambil map tersebut dan menyerahkannya pada Bram yang berdiri di sampingnya.

"Setidaknya kami berusaha untuk bekerja," bela Nisa dengan mata menyorot tajam. "Kami tidak seperti kalian. Tiap hari di rumah dan menghabiskan harta orangtua aja."

"Apa kau bilang?!" Melani melotot, ia menjadi marah manakala Nisa mengatainya demikian. "Siapa bilang?! Aku juga bekerja kok."

"Bekerja apa?" sela Nisa seraya menatap mata Melani. "Menunggu orderan tiap malam lalu minum-minum?"

"Jaga ucapanmu!" Melani terbakar, ia menghardik keponakannya dengan amarah yang mulai berkobar. Nisa hanya tersenyum, ia kembali menatap tantenya tersebut dengan keberanian yang ia punya.

"Kenapa marah? Jika tidak benar, Tante tidak perlu marah kan?!"

"Kau—"

"Sudah, sudah. Pagi-pagi tidak baik ribut-ribut," tukas Eyang Harun ikutan kesal. Ia mendengkus berat lalu menatap Melani. "Sudah, jangan urusi mereka. Mau bekerja, mau ngemis, terserah mereka. Biarkan saja, kita tidak perlu mengurusinya."

Nisa menarik napas, ia lantas pergi meninggalkan ruang tengah dengan menggandeng tangan Bram menuju ke teras rumah.

"Sudah jangan pikirkan hinaan mereka," hibur Nisa berbalik menatap Bram yang sedari tadi hanya diam menahan emosi. "Yang penting kita berusaha untuk bekerja."

Bram turut menarik napas, ia menganggukkan kepala lantas berpamitan untuk berangkat mencari pekerjaan.

"Ya sudah, aku cari kerja dulu ya. Kamu kalo mau berangkat kerja hati-hati juga," pesan Bram seraya mengulurkan tangan ke arah Nisa.

"Iya Mas," angguk Nisa dengan patuh. Wanita itu menerima uluran tangan Bram lalu menciumnya.

Ya, kendati mereka hanya pasutri pura-pura mereka tetap menjalankan syariat berumah tangga sesuai ajaran nabi kecuali untuk tidur bersama atau melakukan hubungan lawan jenis, mereka berkomitmen untuk tidak melakukannya hal tersebut.

"Assalamualaikum," salam Bram sebelum benar-benar pergi dari teras rumah.

"Wa'alaikum salam," jawab Nisa dengan lembut. Bram tersenyum tipis, ia lantas pergi meninggalkan halaman rumah untuk mencari angkot yang kebetulan lewat di depan rumah keluarga besar Nisa.

Setelah menunggu beberapa menit, sebuah angkot warna hijau berhasil ia stop. Masuk ke dalam angkot, jarak beberapa meter Bram mengeluarkan ponsel lantas mencari nomer kontak yang ada dalam ponselnya tersebut. Bram melakukan panggilan telepon dengan segera.

"Halo, Alex, tolong atur jadwalku untuk bertemu dengan papa di kantor," instruksi Bram dengan serius. "Aku harus bertemu dengannya siang ini. Jadi ... siapkan tiket penerbanganku pagi ini juga."

_______

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 60. Kepulangan Yang Manis (Ending)

    Suasana di ruangan itu terasa berat, namun seiring dengan kata-kata Nisa, beban itu perlahan menguap. Setelah beberapa saat, mereka pun pamit, meninggalkan penjara dan orang-orang yang pernah mencelakakannya.*Dalam perjalanan pulang, Nisa meminta Bram untuk berhenti sebentar di bendungan yang tak jauh dari sana. Bendungan itu memiliki tempat khusus di hatinya. Dulu, sewaktu kecil, ia sering bermain di sini bersama teman-temannya, menikmati masa-masa yang penuh kebebasan dan tawa. Kini, setelah semua yang ia lewati, tempat ini memberinya ketenangan.Mereka duduk di tepi bendungan, melihat air yang berkilauan di bawah sinar matahari sore. Suara gemericik air yang mengalir membawa damai, seolah membersihkan sisa-sisa ketegangan yang tadi masih menggantung."Aku senang semuanya udah selesai," kata Nisa sambil menatap pemandangan di depannya.Bram tersenyum, melingkarkan lengannya di bahu Nisa. "Sekarang kita bisa fokus ke masa depan, tanpa ada beban."Nisa mengangguk, merasakan kedamaia

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 59. Menjenguk Keluarga

    Setelah seminggu berada di Kalimantan, Nisa dan Bram bersiap kembali ke Jawa. Mereka baru saja melewati minggu pertama sebagai pengantin baru, penuh kebahagiaan dan keintiman. Namun, di balik senyum Nisa, ada perasaan tak sabar yang menggelayut di hatinya.Ia merindukan rumah, lebih tepatnya, merindukan bertemu dengan orang tuanya, ayah dan ibunya yang sudah menanti kepulangannya. Baginya, tidak ada tempat yang lebih nyaman selain berada di dekat mereka, terutama setelah semua yang terjadi pada dirinya. Namun, perasaan lain yang tak kalah kuat adalah keinginan Nisa untuk segera bertemu dengan mereka—musuh-musuh dalam keluarganya. Eyang Harun, Ranti, Sari, dan yang paling dia ingat dengan tajam, Tante Melani.Mereka semua kini berada di penjara, setelah kasus besar yang menimpa keluarga mereka terbongkar. Nisa tak pernah membayangkan dirinya akan menghadapi mereka dalam situasi seperti ini.Dulu, ia selalu menjadi objek ejekan, terutama dari Melani yang tak henti-hentinya menghina Nis

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 58. Rencana Selanjutnya

    Malu rasanya saat harus keluar dari kamar dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ya, sudah bangun kesiangan, keduanya justru membuat satu keluarga harus menunda makan pagi demi menunggu mereka keluar.Nisa menahan rasa sungkan, ia keluar setelah berhasil melepaskan diri dari Bram lewat jendela kamar. Tentu saja adegan itu direkam bersama-sama seluruh keluarga mengingat kamar pengantin terlihat jelas dari ruang makan."Kau ... baik-baik saja, Nis?" tanya Harun saat melihat Nisa keluar dari jendela dengan mengendap-endap. "Ada apa dengan pintunya? Kenapa tidak lewat pintu saja?"Nisa menoleh ke arah ruang makan, wajahnya langsung memerah padam mengingat mata seluruh keluarga tertuju ke arahnya."Ehm, anu Pak, pintunya—""Sebaiknya kau segera membersihkan diri di kamar tamu. Di sana ada kamar mandi di dalam," potong Satrio tak kalah merasa malu. Ya, sudah jelas jika Nisa berbuat demikian karena ulah anaknya."Mari kita makan terlebih dahulu, biarkan mereka mengurusi kebutuhan mereka sendiri

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 57. Jangan Mengelak Lagi

    "Sah!" seru beberapa orang laki-laki di tempat itu dengan lantang. Seruan mereka menandakan bahwa hubungan yang saat ini terjalin sudah sah di mata hukum maupun agama.Kendati mereka sudah pernah ijab kabul, perasaan berdebar masih saja terasa di dalam dada. Saling berpandangan, Bram melempar senyum ke arah Nisa lalu mengikuti arahan sang penghulu untuk bertukar cincin bersama-sama.Setelah menyematkan cincin emas dua puluh empat karat seberat tiga gram di jari manis masing-masing, keduanya lantas berdoa untuk kesejahteraan bersama."Malam ini kau takkan bisa lolos lagi," bisik Bram setelah mereka berdoa dan berpindah tempat ke kursi pelaminan.Nisa hanya diam, pura-pura tak mendengar dengan wajah bersemu merah. Alih-alih menanggapi bisikan Bram yang terdengar mengerikan, ia sengaja mengabaikan dan justru tersenyum pada para tamu yang menyapa dirinya di depan kursi pelaminan."Selamat untuk kalian berdua ya. Semoga hubungan kalian sakinah mawadah warahmah hingga kakek-nenek," ucap seo

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 56. Akhirnya Kita Menikah

    "Maaf, Ayah terlalu terharu." Harun melepas pelukan putrinya lalu menyeka airmata yang jatuh di pipi. Ia mencoba tersenyum lalu menyapa Bram dan juga Alex yang berdiri tak jauh dari sisi putrinya."Hai, jumpa lagi dengan kamu," sapa Harun seraya mendekat ke arah Bram lalu menepuk bahunya. Pria paruh baya itu tersenyum tipis, "tak disangka kita jumpa lagi di tempat ini.""Iya Pak," angguk Bram sedikit enggan untuk berbasa-basi.Suasana sore menjelang malam itu terasa begitu syahdu. Warung gorengan yang ia buka pun lebih ramai daripada biasanya."Bu, saya beli gorengannya dong Bu. Udah habis nih di nampan," protes salah satu pelanggan pada Ratih yang sibuk menyongsong kebahagiaan di dalam keluarganya."Oh, iya, Pak. Tunggu sebentar ya," ucap Ratih menyadari perbuatannya. Wanita itu tersenyum lalu menatap Harun, Nisa, Bram, dan juga Alex secara bergantian."Kalian lanjut ngobrol di teras rumah ya, Ibu mau bikin gorengan dulu buat pelanggan." Ratih berpamitan, ia tersenyum tipis lalu mene

  • GELANDANGAN YANG KUBELI TERNYATA KONGLOMERAT   Bab 55. Gayung Bersambut

    Nisa tak menjawab, meski hatinya cukup berdesir saat Bram mengatakan demikian, ia tidak akan goyah dengan keputusan awal."Oh, ya, Pah, aku akan balik ke pulau Jawa untuk menuntaskan misi yang sudah Nisa beri. Misal nanti sudah complete dan tercapai, Papa bersedia ya menghadiri ijab kabul kami," ucap Bram mengalihkan pandangan ke arah Satrio yang masih sibuk dengan menu makan siangnya."Ijab kabul?" ulang Satrio mengerutkan kening. "Bukankah kalian ini sudah sah nikah?"Bram tersenyum, ia menoleh sekilas ke arah Nisa lalu kembali melabuhkan pandangan ke arah papanya."Nisa minta ijab kabul-nya diulang Pa. Katanya kalo aku berhasil menemukan ayahnya maka ia bersedia menjalankan tugasnya sebagai seorang istri," cerita Bram dengan riang membuat Nisa mendadak salah tingkah. "Tolong Pa, iyakan saja. Papa tahu 'kan rasanya jadi pria dewasa yang merindukan lautan asmara sekian lamanya."Satrio manggut-manggut, ia menunduk lagi sambil menikmati makanannya. "Lakukan saja, aku akan mendukungmu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status