Geovane benar-benar tidak tahu diri, ia merangkul bahu Jesslyn sesuka hatinya ketika mereka sampai di taman yang akan dijadikan sebagai tempat untuk berpiknik. Jika orang lain tidak tahu bahwa Shafita adalah wanita yang berstatus sebagai kekasihnya, maka orang tersebut pastilah berpikir jika Jesslyn-lah kekasih dari Geovane.Justin yang berjalan di belakang tubuh Shafita sambil membawa perlengkapan piknik mereka sampai merasa tak enak hati.Sebagai kakak dari Jesslyn dan juga tangan kanan dari Geovane, tentu saja Justin tahu akan kedekatan sejenis apa yang sering dipertontonkan oleh keduanya. Ia terkadang merasa kasihan pada Shafita yang harus tetap sabar menghadapi kekasihnya.“Sepertinya di sini saja, tidak terlalu panas karena ada pohon besar yang akan menjadi payung alami untuk kita,” tunjuk Geovane pada salah satu titik yang memang terlihat sangat nyaman untuk dijadikan sebagai tempat piknik.Dengan sigap, Justin langsung menurunkan perlengkapan yang dibawa oleh kedua tangan
Kini hanya tinggal Shafita dan Geovane saja yang piknik. Tentu saja Shafita merasa sangat senang menyadari hal tersebut. Sebab, hal-hal seperti inilah yang diinginkan olehnya. Menikmati waktunya bersama Geovane tanpa ada kehadiran Jesslyn yang selalu saja mengundang kecemburuannya sebagai seorang wanita.Geovane dan Shafita duduk dengan posisi yang berhadapan. Pria kaya raya itu sejak tadi tak henti memandangi wajah Shafita sambil memakan beberapa potong roti. “Apa kau merasa senang karena aku mengusir Jesslyn dari acara piknik kita ini?”Kalimat tanya yang Geovane utarakan rupanya membuat Shafita langsung mengangkat tatapannya. Wanita itu menghembuskan napas panjang beberapa kali sebelum akhirnya berdecak dengan kesal. “Mengapa kau bertanya mengenai sesuatu yang jawabannya sudah kau tahu? Tentu aku merasa sangat senang karena akhirnya kau menyingkirkan dia dari acara kita. Aku sangat tidak menyukainya, dan kau sangat tahu hal tersebut.”“Aku hanya ingin kau menikmati kebersamaan k
Jika ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi.Bila ada umur yang panjang, boleh kita berjumpa lagi.Itu adalah pantun lama yang tidak asing lagi di setiap telinga warga Indonesia. Alih-alih menutup sebuah pidato dengan kalimat perpisahan yang mengalami pembaruan, sebagian besar justru menggunakan kalimat itu secara berulang di setiap kesempatan.Seperti seseorang yang baru saja turun dari atas panggung setelah memberikan sebuah motivasi mengenai bisnis kepada kalangan muda. Padahal hidupnya tidak banyak bermakna. Hanya hari-hari biasa yang ia habiskan untuk mencari uang, mencapai jabatan, dan mendapatkan hati wanita.Dia adalah Geovane Gabriel Priangan, pria muda yang matang, usianya akan genap tiga puluh tahun di bulan depan. Sosok tampan pewaris darah Inggris-Indonesia tersebut merupakan pengusaha kaya raya yang behasil mencatatkan namanya sebagai pria terkaya di Indonesia.Tidak hanya itu, namanya masuk ke dalam jajaran pengusaha sukses
Sisa perjalanan menuju kantor milik Geovane dilalui dengan keheningan yang sangat kentara. Shafita larut dalam lamunannya sendiri. Berbeda dengan Geovane yang menatap jalanan yang ia lalui dengan pandangan yang tajam. Dia memang seperti itu, tidak pernah melakukan sesuatu dengan sia-sia. Bukan sembarang menatap jalan raya, kepalanya sedang berpikir keras mengenai proyek pembuatan jalan raya di Bali yang melibatkan pemerintah.Proyek tersebut sudah berjalan selama delapan bulan dan direncanakan akan selesai dalam waktu tiga bulan ke depan. Selama proyek tersebut berjalan, terhitung ada tiga orang yang tewas. Hal tersebut membuat sebuah kabar buruk yang menyatakan bahwa proses pembuatan jalan raya tersebut memakan korban jiwa sebagai tumbal. Padahal, jelas itu merupakan berita yang salah.Tidak ada tumbal, sesajen, seserahan, atau apa pun orang lain menyebutnya. Mereka meninggal karena memang sudah waktunya. Begitulah sekiranya yang dipikirkan oleh Geovane.&n
Geovane membaca berkas perusahaan di tangannya dengan saksama. Mengabaikan sosok Shafita yang duduk di sofa yang ada di ruangannya. Baginya, tidak ada yang bisa mengganggunya ketika bekerja, bahkan seorang Shafita sekalipun.Tanggung jawab adalah sesuatu yang mencirikan seberapa tinggi pendidikan yang seseorang emban. Namun, bukan pendidikan formal yang menghasilkan selembar ijazah yang Geovane maksudkan, melainkan sebuah didikan yang diberikan oleh diri sendiri untuk menjalani kehidupan.Menurut Geovane, dan ia yakin bahwa pendapatnya adalah benar, yakni tanggung jawab seseorang pada dirinya sendiri adalah tolak ukur apakah seseorang tersebut mampu mengemban tanggung jawab lain atau tidak.Jika seorang pria tidak bertanggungjawab pada dirinya sendiri, maka bagaimana ia akan bertanggung jawab pada anak dan istrinya nanti?Tanggung jawab sudah diterapkan dalam hidupnya sejak ia kecil. Geovane tidak hidup dalam kemudahan. Hidupnya yang dulu miskin men
Detak jarum jam terdengar begitu nyaring, tetapi tidak sampai memekakkan telinga. Tidak lagi berada di kantor tidak membuat seorang Geovane Gabriel Priangan berhenti bekerja.Nyatanya meski kini ia duduk manis di atas sofa yang ada di kamar pribadinya, tangannya tetap bergerak dengan lincah di atas papan keyboard dan mengetikkan berbagai kalimat yang mana akan menentukan kesuksesan setiap proyek yang dijalankan oleh perusahaannya.Geovane mendesah lelah setelah mulai merasakan pegal-pegal di sekitar pinggang dan punggungnya. Rasanya ia ingin berbaring, tapi meninggalkan pekerjaan bukanlah kebiasaannya. Namun, bila ia menunggu waktu untuk selesai lantas baru beristirahat, maka ia tidak akan pernah mendapatkan waktu istirahatnya.Pekerjaannya tidak pernah selesai, selalu ada hal-hal baru yang ia harus kerjakan. Sebenarnya, Geovane bisa membayar orang lain untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hanya saja ia merasa tidak c
Angin malam yang menusuk kulit hingga menembus tulang tak pernah menyurutkan semangat dalam diri Geovane. Setiap malam ia jadikan waktu untuknya mengenang masa kecil yang suram. Bersama dengan seorang pria kepercayaannya, Geovane berjalan kaki dengan pakaian santai yang tak akan membuat siapa pun berpikir bahwa dirinya adalah pria terkaya di Indonesia.Ia benar-benar tampil sederhana, walau tetap saja pakaian yang digunakan oleh tubuhnya tidaklah bernilai murah. Hanya saja, modelnya yang sederhana dan tampilannya yang banyak ditemui di pasar-pasar kota akan membuat orang lain menilainya sebagai sosok yang biasa saja.“Tuan Geovane, aku tidak berpikir bahwa kita akan menemukan anak-anak kurang beruntung di sekitar sini.” Itu adalah kalimat yang dilontarkan oleh Justin Jovano, tangan kanannya yang merupakan kakak kandung dari Jesslyn. Dua orang bersaudara tersebut memang dianugerahi kecerdasan, hingga mereka dengan mudah dapat bekerja padanya.
Geovane tersenyum miring melihat ke arah kumpulan anak muda yang kini menatap ke arahnya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan apakah yang dikatakan olehnya sudah benar atau belum. Geovane sengaja menyebut bahwa dirinya tidak senang menyia-nyiakan diri sebagai sindiran halus yang diberikan olehnya untuk anak-anak jalanan tersebut.Tidakkah mereka merasa sayang pada tubuh mereka sendiri? Ketika ribuan orang berpenyakit berusaha untuk sembuh bahkan rela memberikan seluruh harta kekayaannya demi untuk mencapai kesehatan, lantas mengapa anak-anak muda seperti mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa justru malah menyia-nyiakan diri mereka dengan mengonsumsi minuman yang akan tubuh mereka teracuni?“Apakah aku salah berkata?” tanya Geovane dengan tersenyum sombong. Ia menatap remeh anak-anak jalanan yang masih duduk melingkar di bawah kakinya.Seorang pemuda menjawab, “Kau tidak perlu ikut campur masal