Share

Tentang Shafita 2

Geovane tidak merasa ataupun berpikir bahwa Shafita merupakan wanita yang sempurnya. Karena ia tahu jika di dunia ini tidak ada yang benar-benar hidup tanpa cela dan kekurangan. Lagi pula, Geovane sama sekali tidak membutuhkan wanita yang sempurna dan serba bisa.

Karena, Geovane bisa melakukan apa pun untuk dirinya sendiri.

Salah satunya dalam bidang memasak. Shafita sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dan itu sangat berbanding terbalik dengan sosok Geovane yang pandai meracik makanan.

Jika sudah begini, Shafita yang bingung untuk menemukan kekurangan yang ada dalam diri kekasihnya tersebut.

Dan memang Geovane sama sekali tidak mengharapkan jika Shafita menemukan kekurangannya. Tampan, tajir, dan multitalenta. Bukankah hal tersebut sangat sempurna untuk didengarkan?

Apa lagi yang wanita cari dari seorang pria selain ciri-ciri yang Geovane miliki?

Geovane tidak ingin menganggap dirinya sempurna, tetapi begitulah orang lain memandangnya. Membangun identitas sebagai pria paling beruntung membuatnya harus terlihat mahir dalam segala bidang. Anehnya, belakangan ini sangat mudah baginya untuk mempelajari sesuatu, termasuk dalam perihal memasak yang dulu sangat tabu baginya.

Padahal, ketika dulu ia masih sekolah, Geovane tidaklah termasuk ke dalam jajaran murid yang pintar. Nilainya hanya mampu memenuhi standar kelulusan saja yang bahkan Geovane tidak yakin apakah ia benar-benar berhasil mencapai nilai standar atau sebenarnya ada bantuan para guru yang bekerja di belakang layar.

Dan Geovane sama sekali tidak mau memikirkan hal tersebut. Entah nilainya murni atau tidak yang terpenting sekarang ia sudah lulus sekolah. Sekarang Geovane menyadari bahwa ternyata setiap orang mempunyai kepintaran yang berbeda-beda. Ya, seperti Geovane contohnya. Dia tidak pintar dalam hal akademik, tetapi sekarang nasibnya lebih bagus dari seseorang yang menjadi bintang sekolah dulu.

“Apa kau sudah selesai?” Geovane membalikkan tubuhnya saat suara lembut seorang wanita yang telah menjalin hubungan dengannya dalam kurun waktu yang lama terdengar. Shafita, wanita yang memakai pakaian yang terkesan sangat santai tersebut berdiri di ambang pintu masuk ke dapur.

Saat ini, Geovane memang sedang berada di dapur yang tepatnya ada di dalam rumah Shafita. Cukup sulit baginya untuk mengajak Shafita ke rumahnya, kekasih cantiknya tersebut sering kali beralasan. Padahal yang sebenarnya adalah Shafita hanya takut jika Geovane berbuat jauh yang akan membuat Shafita merugi sebagai wanita, dan Geovane sangat tahu akan pemikiran wanita tersebut.

Padahal, tidak sedikit pun Geovane memiliki niatan jahat seperti itu. Tidak pada Shafita, ataupun wanita lain. Bahkan, Jesslyn yang sering menginap di rumahnya saja tidak pernah ia sentuh secara berlebihan. Geovane tidak ingin mencoreng nama baiknya hanya karena tidak bisa mengendalikan kebutuhannya sebagai seorang pria. Ia masih ingin menjadi pria beradab. Apalagi ia tinggal di Indonesia yang mana perbuatan semacam itu sangat tercela di mata masyarakat.

“Apa yang sedang kau lihat? Aku yang masih memasak atau aku yang sudah menyelesaikan masakanku?” tanya Geovane dengan alis terangkat. Hal tersebut membuatnya tampak keren dan tampan walau sekarang celemek bergambar bunga-bunga menutupi area depan tubuhnya. Seharusnya celemek tersebut akan menimbulkan kesan lucu bagi siapa saja yang memakainya.

Namun, melihat celemek tersebut menggantung di leher pria semacam Geovane, celemek tersebut tak ubah layaknya bunga mawar merah yang tak sengaja terjatuh di padang pasir yang luas dan kering. Sangat bertentangan dan tidak tepat. Tapi bagaimanapun kelihatannya, Shafita tetap akan menyukainya jika itu bersangkutan dengan Geovane.

Dan mendapati pertanyaan yang diajukan Geovane dengan gaya yang frontal tersebut membuat Shafita bergerak mendekati kekasihnya tersebut yang ternyata masih sibuk bergulat dengan ikan yang berenang dalam kolam minyak panas yang Geovane ciptakan. “Yang kulihat adalah kau belum selesai dan masih memasak.”

“Lantas mengapa kau masih bertanya apa aku sudah selesai memasak atau belum sedangkan kau bisa mengetahui jawabannya dengan mata yang ada di wajahmu. Apakah fungsinya sekarang sudah menurun?” sarkas Geovane, dirinya memang tidak terlatih untuk berbicara dengan lebih halus atau bahkan romantis—bukan Geovane sama sekali.

Shafita menghela napas kesal mendengarnya. Geovane itu tidak pernah berusaha untuk bersikap romantis padanya. Padahal Shafita ingin jika kekasihnya tersebut melakukan hal-hal sepele yang membuat kedua pipinya bisa berubah merona untuk sekejap. Namun, hal tersebut sama mengharapkan lautan akan terkuras habis airnya.

“Aku kan hanya bertanya,” kesalnya. Dengan bibir yang mengerucut Shafita kembali meninggalkan lantai keramik yang ia pijak. Mengajak bicara Geovane hanya membuat suasana hatinya yang memang sedang buruk karena ia dalam masa periode akan bertambah buruk, dan sekarang suasana hatinya tambah buruk.

Kini ia memosisikan dirinya untuk berbaring di atas sofa yang ada di ruang tamu rumahnya. Sambil menghilangkan bosan karena menunggu Geovane selesai memasak, Shafita menggunakan kedua tangannya untuk mengotak-atik ponsel yang dimiliki kekasihnya. Dengan penuh keberanian, Shafita membuka sebuah aplikasi yang biasa digunakan untuk berbalas pesan singkat—padahal Shafita tahu jika ia tidak akan menyukai isinya.

Geovane tidak akan marah karena Shafita berani melakukan hal tersebut. Karena pria itu sendiri yang memberikan kewenangan padanya.

Di urutan paling atas, ada kontak bernama Justin. Jelas pemilik nomor tersebut adalah orang yang menjadi kepercayaan atau tangan kanan Geovane, dan Shafita sama sekali tidak tertarik dengan isi pesannya yang sudah dapat dipastikan akan sangat membosankan untuk dibaca.

Shafita lebih tertarik pada kontak yang berada di urutan ke-dua, itu adalah adik dari Justin yang tak lain adalah Jesslyn. Shafita langsung saja membuka percakapan mereka. Di urutan pesan paling akhir, ada tiga foto yang dikirim Jesslyn tetapi tidak diunduh oleh Geovane. Karena penasaran, akhirnya Shafita mengunduh tiga foto tersebut. Dan terpampang jelaslah jika foto yang dikirimkan oleh Jesslyn adalah fotonya bersama dengan Geovane.

Hanya dengan melihat itu saja Shafita langsung melemparkan ponsel Geovane ke atas meja tanpa menutup aplikasi yang sempat di bukanya. Napasnya sedikit lebih memburu. Matanya menatap langit-langit ruangan yang ditempatinya dengan tatapan tajam, menjadikan langit-langit sebagai pelampiasan emosi yang dirasakannya.

Jangan ditanya bagaimana perasaannya ketika melihat kekasih hatinya menjalin kedekatan dengan wanita lain. Sakit, cemburu, kecewa dan perasaan lain yang semacamnya.

Walaupun Geovane selalu berdalih bahwa ia tidak akan menjalin hubungan dengan wanita lain—dalam hal memberikan status yang jelas, namun tetap saja Shafita merasakan perasaan yang menyiksa tiap kali melihat Geovane bersama dengan wanita lain, bahkan di depan matanya sendiri.

Geovane memang tidak pernah menyembunyikan kedekatannya dengan wanita mana pun dari Shafita karena katanya pria tersebut tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka nantinya.

Namun, tidakkah Geovane berpikir bahwa apa yang telah dilakukannya selama ini telah menyakiti Shafita?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status