Share

Hotel Melati

last update Last Updated: 2023-02-03 19:40:01

Dari balik pintu kamar Mira, aku mendengar Mas Doni sedang menasihati putrinya. Sebagai orang tua yang mempunyai anak gadis seperti Mira, pasti khawatir kalau putrinya salah dalam bergaul. Apalagi jaman sekarang. Banyak wanita yang masuk angin sebelum ijab kabul dilaksanakan.

Usai makan tadi, Mas Doni bertanya pada gadis itu dengan siapa dia pergi pagi tadi. Gadis belia itu hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulurnya.

“Papa tidak ingin kamu sampai bernasib seperti ibumu!”

“Seperti Ibu? Bukannya Anda yang merusak ibu saya.” Situasi mulai memanas. Dari balik pintu, aku bisa melihat Mas Doni salah tingkah mendengar jawaban putrinya.

Argh!

Pria itu mengacak rambutnya kasar.

Aku sengaja tidak ikut campur untuk menasihati gadis itu. Bukan tak mau, hanya saja aku tak mau dicap sebagai ibu tiri yang kejam.

Tidak ada hubungan darah di antara kami. Apalagi gadis belia itu tak menyukaiku.

Kalah telak dengan perkataan putrinya, Mas Doni memilih meninggalkan gadis itu. Pria itu berjalan begitu saja melewatiku.

Aku memandang gadis belia itu. Mira menatapku tajam. Mungkin dia tak terima karena aku mengadukan pada papanya. Aku meninggalkan kamar gadis itu hendak menyusul Mas Doni.

Argh!

Baru beberapa langkah, aku mendengar teriakan gadis itu. Sekilas, aku memandang Mira. Gadis itu sedang menunduk dengan kedua tangan menutupi wajah. Aku kembali melanjutkan langkah.

Dari ambang pintu, aku memandang Mas Doni yang duduk di ranjang seraya memegang kepala dengan kedua tangannya. Pria itu tampak frustasi dengan apa yang terjadi.

Perlahan aku berjalan mendekat lalu duduk di samping pria itu untuk menenangkannya.

“Semua yang terjadi karena aku yang salah. Andai dulu aku tak membuangnya. Pasti saat ini Mira tak menjadi seperti itu.”

Lembut kubelai punggung Mas Doni. “Mas, mungkin saat ini dia belum bisa terbuka pada kamu. Ingat Mas, hewan peliharaan saja butuh beradaptasi. Begitu pun dengan Mira. Gadis itu, lambat laun pasti akan berubah. Suatu saat dia pasti akan menerimamu.”

Mas Doni memandangku. Pria itu membenarkan perkataanku. “Semua itu akan terwujud dengan batuanmu.”

“Mas, Mira membenciku. Hanya kamu yang dapat melakukannya.”

Mas Doni diam.

Aku menggenggam tangannya. Berusaha memberinya semangat.

Walau tak lahir dari rahimku.  Walau dia kesalahan di masa lalu suamiku. Aku akan mencoba untuk menerimanya.

Bukan keinginan gadis belia itu juga untuk dilahirkan lalu ditinggalkan. Bukan salah gadis belia itu juga kalau saat ini dia berontak. Akan tetapi, keadaan yang membuatnya seperti itu. Mungkin, dengan curahan kasih sayang yang berlimpah, Mira akan menjadi gadis yang lebih baik lagi.

***

“Heh, Gendut. Puas kamu sudah mengadukanku semalam.” Mira mendekatiku yang sedang mencabut rumput di halaman.

“Cungkring, aku melakukan itu, karena itu yang terbaik untukmu,” jawabku.

Gadis itu melipat tangan di dada seraya memalingkan wajah. “Alasan. Bilang saja kamu tidak suka aku ada di sini.”

“Terserah kamu mau bilang apa. Memang awalnya aku tak suka dengan kehadiranmu. Aku juga tak mau kasih sayang papamu itu terbagi. Akan tetapi, bagaimana pun kamu kewajibannya. Mau tidak mau aku harus menerimamu.”

“Hilih! Paling kamu juga takut diceraikan pria itu.”

Sejenak aku memandang Mira. “Terserah kamu mau bilang apa!” Aku mengakhiri pekerjaanku. Sudah lumayan siang. Aku harus bergegas mandi dan menjemput Shakira.

“Gendut, aku minta uang.” Baru saja berdiri, gadis itu mengulurkan tangan, meminta uang.

“Kemarin kan sudah. Itu juga jatah seminggu.”

“Pelit.”

“Memangnya kamu mau ke mana? Menemui pria itu lagi?” Dengan tegas aku menasihati gadis itu. Kalau dia meminta uang untuk menemui pria kemarin, aku tak akan memberinya. Namun, jika dia menggunakannya untuk hal lain, aku akan memberinya.

“Nasib jadi anak yang tak diinginkan. Mau apa aja susah. Serba salah. Sudah deh, jangan sok ikut campur urusanku. Lagian, kamu bukan ibuku. Terserah aku mau lakuin apa. Aku hanya ingin bahagia dengan caraku sendiri.”

Perkataan gadis itu begitu mengena di hati. Aku kasihan juga dengan gadis itu. Akhirnya aku mengambil uang dan memberikan padanya dengan catatan, jangan main sembarangan. Apalagi dengan seorang pria.

“Iya. Bawel!” Gadis itu hendak pergi meninggalkan rumah.

“Enggak sekalian bareng aku.”

“Aku bukan anak kecil yang seenaknya bisa kamu ikuti.” Gadis itu berlalu meninggalkanku. Seperti biasa dia pergi dengan berjalan kaki.

***

“Ma, itu Kak Mira.” Shakira menunjuk gadis mengenakan hodie berwarna merah muda yang sedang berdiri di depan sebuah mini market bersama seorang pria.

Aku mengamati mereka. Itu memang Mira. Dua sejoli itu masuk ke dalam mobil. Penasaran, aku mengikuti mobil yang mereka tumpangi.

Cukup lama, aku mengikuti mereka. Hingga, mobil berwarna hitam yang mereka tumpangi memasuki sebuah hotel melati.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Yang Terbaik untuk Semua

    Di halaman, Zahir tampak begitu bahagia bermain dengan Mas Angga. Mereka berdua bergantian menendang bola plastik. Zahir tertawa lepas, ketika dia berhasil menendang bola yang dioper Mas Angga. Hah! Mungkin keputusanku memang yang terbaik. Aku menolak permintaannya untuk kembali. Bukan karena tak setia. Mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk kami agar tak ada yang tersakiti. “Hubungan suami-istri memang bisa terputus, tapi hubungan kakak-adik tak akan pernah terputus.” Itu yang aku katakan pada Mas Angga. Boleh saja, pria itu tak menganggapku sebagai seorang istri. Paling tidak dia mau menerimaku sebagai seorang adik. Kembali meniti rumah tangga dengannya rasanya tak mungkin. Sudah cukup aku menyakitinya. Aku juga tak ingin masalah baru terjadi. Iya, semua yang dekat denganku akan menderita. “Kamu itu bodoh atau dungu?” Nenek menunjuk mukaku. Walaupun hati rasanya sakit mendengar perkataannya, aku coba bersabar. Apalagi beliau ibu dari Papa. “Harusnya kamu bersyukur masih

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Kembali 2

    “Pa, boleh berhenti sebentar,” pintaku ketika mobil yang kami tumpangi melewati toko mainan.“Ada apa?” tanya Papa.Aku mengutarakan keinginanku untuk membelikan mainan Zahir. Namun, Papa melarangku turun. “Biar Papa saja yang beli.”Tanpa menunggu persetujuan dariku, Papa keluar. Pria itu berlari memasuki toko. Tak berselang lama, beliau kembali dengan dua boneka yang sedang viral di tangan. Boneka boba berwarna merah muda dan biru. Papa sengaja membeli dua, satu untuk Zahir, satunya lagi untuk Shakira.Kali ini hanya Papa yang bersamaku. Pagi tadi, usai tahu aku diperbolehkan pulang, Mama Santi pulang lebih dulu. Hendak membereskan kamarku katanya. Mobil kembali melaju. Aku memejamkan mata. Menyiapkan diri untuk bertemu orang yang aku benci. Nenek. Orang yang kuanggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri ini. Selama berada di rumah sakit, wanita itu tak menjengukku.“Mama.” Baru saja mobil memasuki halaman, Zahir berlari mendekat, disusul Mama San

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Kembali

    Bab 31“Mira.”Ketika terbangun, Mama Santi sudah berada di sampingku.Aku coba untuk bangun. Melihat hal itu, gegas Mama membantuku duduk. Beliau juga meletakan bantal di belakangku. Tak lupa aku berterima kasih pada beliau.Mata wanita yang sudah kembali duduk di kursi yang ada di samping ranjang itu tampak merah. Pasti beliau baru saja menangis. Lagi-lagi aku merutuki diri. Karena aku, semua terluka.“Mir, kenapa tak pernah cerita pada kami. Kenapa kamu tanggung sendiri semua ini.”Mama menyayangkan keputusanku menemui Pak James. Beliau pasti sudah tahu dari Ali. “Ma, jangan menangis. Mira tak apa-apa.” Aku meraih tangan Mama dan menggenggamnya. Tubuh wanita itu berguncang. Dia memang bukan Mama kandungku, tapi dia orang pertama yang merangkul ketika tak ada orang yang mau menerima hadirku. Beliau orang yang mengajarkan untuk menjadi lebih baik lagi.“Tidak apa-apa.” Mama tampak marah. “Lihat dirimu!” Beliau menunjukku. “Bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu? Bagaimana nasib Zahi

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Sekali Hina, Tetap Hina

    POV MIRASekali Hina, Selamanya Hina“Zahir bukan putramu!”Aku memandang pria itu nyalang. Tak terima kalau dirinya mengaku sebagai ayah Zahir. Aku tidak mau, putraku itu memiliki ayah seperti dia. Memang diriku juga hina, tapi tak seluruhnya kesalahan diri ini. Semua terjadi karena Jodi.“Apa katamu?” Jodi kembali mengungkit kejadian masa lalu.“Belum pasti kalau dia putramu. Bilamana itu benar, aku tak akan membiarkan kamu membawanya,” tantangku.Ya, tak akan kubiarkan putraku itu jatuh ke tangan Jodi. Aku tidak ingin bocah imut itu mendapat didikan yang salah. Bila pun benar Jodi adalah ayah biologis Zahir, segala cara akan aku lakukan agar Zahir tak jatuh ke tangannya. Aku yang mengandung, dan membesarkannya seorang diri walau menahan malu dan hinaan dari para tetangga.“Ok. Fine. Aku tak akan mengusik kehidupanmu, tapi puaskan aku malam ini!” Pria itu berjalan mendekat. Seketika aku berlari ke arah pintu. Tak kubiarkan Jodi kembali membawaku ke lubang dosa yang sama.“Cek! Suda

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Dia Putraku

    POV MIRADia PutrakuAku mematut diri di cermin. Penampilanku begitu beda dengan riasan sedikit tebal. Sejenak, aku memandang tas kertas yang berisi gaun pemberian Pak James. Gaun itu tak hanya terlalu pendek. Bagian dadanya juga terbuka. Aku membeli pakaian yang lebih tertutup dengan uang pemberiannya. “Sudah selesai.” Wanita berparas cantik dengan celana jeans dan kaos dengan nama salon itu memutar tubuhku menghadapnya. “Cantik sempurna. Mbak pasti hendak bertemu tunangan atau pacarnya mungkin. Wah! Beruntung sekali pasangan Mbak memiliki wanita secantik ini.”8 Aku tak menanggapi perkataan wanita itu. Tak mungkin juga aku mengatakan kalau diri ini akan menjual diri. “Terima kasih, Mbak.” Aku pergi meninggalkan wanita itu. Sebelumnya aku membayar ke kasir terlebih dahulu. Sebelum keluar salon, terlebih dulu aku memesan taksi daring Pikiranku berkecamuk. Aku kembali memandang diri melalui kaca yang ada di atas kepala sopir taksi. Ah ... apa gunanya aku menutup aurat, bila pada ak

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Pria Bodoh

    POV AnggaAku rasanya sangat membenci Mira. Karena dia, aku mendekam di penjara. Ah ... bagaimana bisa, aku terjebak dalam pernikahan ini. Harusnya aku tegas dalam menolak perjodohan dulu. Harusnya aku pergi dari rumah itu. Ibarat jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya kehilangan Naura, aku juga harus mendekam di penjara. Argh! Dua narapidana yang berada dalam satu sel denganku memandang ketika aku berteriak. Rasanya kepala dan dadaku tertimbun ribuan batu. Berat. Papa Yuda juga sekali tak menjengukku. Mungkin, pria itu malu dan kecewa memiliki putra sepertiku. Apalagi, beliau merupakan abdi negara. Bukan hanya memikirkan diri sendiri. Aku juga kalut ketika Mama Sandra terkulai saat polisi membawaku paksa. Dari kejadian yang menimpa diri ini, aku bisa melihat rasa cinta yang tulus dari seorang ibu untuk anaknya. “Ma, maafkan Angga.” Ada sedikit sesal, ketika mengingat diri ini pernah marah pada Mama. Terutama ketika wanita itu membicarakan Mira. Memang, wanita itu baik. Dia perhati

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status