Serena mengusap telinganya yang mulai terasa perih. Bukan luka sungguhan, hanya efek samping dari mendengarkan ocehan Bianca dan Sarah tentang progress skripsi mereka yang tak kunjung menemukan titik terang. Kena coretnya satu baris, omelannya satu alinea. Apalagi kalau satu bab hampir semua paragrafnya terdapat coretan merah. Bianca dan Sarah langsung ingat pada tuhan seketika.
“Percuma gue punya teman pinter banget, IP-nya udah kayak jumlah member Blackpink tapi ternyata enggak bisa diandelin.”
Serena nyaris melemparkan sumpitnya pada Bianca yang baru berbicara barusan. “Lo dapat judul juga dari gue heh, Maemunah!”
“Iya ini gara-gara judul dari lo gue jadi serasa ketemu Dajjal tiap kali bimbingan!”
Soalnya judul yang diusulkan oleh Serena itu menarik perhatian dosen pembimbing Bianca, tapi ternyata cukup rumit untuk dilaksanakan.
“Gue bisa bantu untuk urusan programing, tapi kalau pembah
Sembari menunggu Sarah dan Bianca yang sedang berada di ruang bimbingan, Serena memutuskan untuk mengunjungi toilet yang tak jauh dari sana. Ia sedang ingin mengeluarkan sisa-sisa dari hasil metabolisme tubuhnya. Tidak lupa mengirimkan pesan pada Bianca dan Sarah kalau ia sedang berada di toilet. Padahal tadi dua temannya itu berjanji kalau bimbingan hari ini tidak akan berlangsung lama. Serena tahu Brian saat ini sedang bersama dengan Daffin karena tadi saat makan siang laki-laki itu memberitahunya. Sayangnya untuk sekarang Serena sedang tidak ada mood untuk mengganggu Daffin. Serena sadar ia tidak perlu susah-susah merajuk, soalnya Daffin juga tidak terlalu peduli. Menyelesaikan urusan metabolisme tubuhnya, seperti ritual wanita lain pada umumnya Serena bercemin kemudian. Ia mencuci tangannya dan mulai memperbaiki riasan diwajah walau sebenarnya kondisi make up-nya masih terlihat bagus. Tidak lupa menata kembali rambut panjangnya. Mencoba mengikatnya namun kemudian
Serena meneguk habis tequila dari gelasnya. Rasa pahit langsung menyebar di dalam mulut dan tenggorokannya terasa panas. Gadis itu memberi kode pada bartender yang sedang mengobrol dengan pelanggan lain untuk mengisi kembali gelasnya. Tapi laki-laki itu hanya mengedipkan sebelah matanya membuat Serena ikut memutar mata malas. Berusaha sabar menunggu, Serena mengetuk-ngetukkan pelan jari telunjuknya pada gelas dan pikirannya kembali melayang jauh. Tentang pertanyaan Daffin mengenai perasaannya. Satu pertanyaan singkat yang bahkan tak bisa Serena jawab. Dalam kepalanya Serena sudah siap untuk mengatakan ‘tidak’ namun pada kenyataannya gadis itu tak bisa mengutarakan apa-apa. Serena bahkan tidak tahu kenapa ia tidak bisa menjawab. Entah apa pun alasannya, satu yang pasti. Serena masih ingin berada di sekitar Daffin. Lalu, apakah perasaannya sungguhan? Serena menarik senyum separuh, tertawa sinis dalam hati. Sejak awal ia bahkan tidak tahu apa arti sebuah ‘perasa
Serena langsung melepaskan rengkuhannya pada Daniel dan memperhatikan wajah Daffin lamat-lamat. Kemudian cengir kudanya muncul begitu saja. Cukup bagi Daffin untuk mempertanyakan sebanyak apa yang sudah gadis itu minum.“Oh, lo Daffin ternyata. Bagus, deh. Bawa nih cewek lo, cari-in helikopternya sekalian!” Racau Daniel sekalian mendorong Serena makin mendekat pada Daffin. Laki-laki itu sendiri langsung melipir pergi kembali pada table-nya sambil terhuyung.Daffin mengernyit tapi tak ingin mengatakan apa pun. Tidak berniat juga untuk bertanya siapa dan apa hubungan cowok itu dengan Serena. Perhatian Daffin teralih karena lehernya terasa berat. Kini Serena telah bergelayut pada lehernya. Laki-laki itu menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya.“Katanya enggak mau datang,” Serena mencebikan bibirnya.“Kata siapa?”Daffin sebisa mungkin mendorong wajah Serena menjauh karena sedikit terganggu dengan bau alk
Daffin nyaris mengeluarkan lagi kopi yang baru saja ia teguk ketika merasakan sepasang tangan melingari pinggangnya dari belakang disusul dengan bahunya yang terasa berat kemudian. Daffin menoleh dan agak terkejut karena ujung hidungnya bersentuhan dengan milik Serena. Gadis itu langsung mengulum senyum geli. “Morning?” “Udah enggak mau terbang lagi?” Serena hanya terkekeh tidak terganggu sama sekali dengan nada sarkas dari laki-laki itu. Moodnya sedang baik karena melihat Daffin masih berada di apartement-nya pagi ini. Daffin berhasil membawa Serena pulang dengan selamat ketika sudah hampir subuh. Maka dari itu Daffin tak lagi mempedulikan satu dan lain hal, ia langsung menjatuhkan dirinya pada sofa untuk memenuhi kebutuhan tidurnya. Untung hari ini Daffin tidak punya kelas pagi. “Lo dengar sesuatu?” “Hm, bel-nya bunyi. Paling yang biasa bersih-bersih. Lihat sana, suruh datang besok aja lagi.” Jawab Serena enteng. Daffin langs
Entah ada angin apa Serena tiba-tiba meminta tebengan pada Galendra untuknya dan Daffin menuju kampus. Daffin ingin sekali menolak tapi karena selain Galendra adalah dosennya, pria itu juga sudah menjadi bagian dari keluarganya. Daffin jadi tak punya alasan untuk menolak.Brian? Tentu saja manusia laknat itu tak mau repot-repot memutar karena letak kampus mereka yang berlawanan dengan kantornya. Maka di sinilah Daffin sekarang, melihat pantulan dirinya pada kaca mobil Galendra. Tangannya sudah menggenggam handle pintu bagian penumpang bersiap membuka namun terurung kala Serena yang menyerobot antrian.“Depan lo sana.” Suruh gadis itu sambil menyenggol pelan Daffin agar bergeser pada pintu mobil di samping kemudi.“Serena, please.” Mohon Daffin sungguh-sungguh.Tapi gadis itu menggeleng telak. “Enggak, sayang. Kamu depan, okay?” Katanya dengan nada manis.Daffin mendengus tapi akhirnya tetap masuk ke kursi depan d
Adit terhuyung beberapa langkah ke belakang sambil memegangi sudut bibir-nya yang luar biasa nyut-nyutan. Daffin terus maju meraih kerah Adit dan kembali melancarkan sebuah pukulan tanpa melepaskan cengkramannya pada kerah Adit. Tangan Adit mengepal erat ingin membalas namun serangan Daffin yang tiba-tiba menyebabkan fungsi alat geraknya tak bisa bergerak sesuai dengan kehendaknya.“Woi, gue senior lo bangsat!” Protes Adit mendorong Daffin sekuat tenaga kemudian meludahkan darah dari mulutnya.Daffin termundur namun tetap tak melepaskan cengkraman tangannya pada Adit. Daffin menoleh dan melihat Serena yang telah melompat turun dari mobil menatapnya dengan pandangan khawatir. Perempuan itu mendekat lurus pada Adit untuk memastikan kondisinya.Adit menyeringai hingga terlihat darah yang telah menghiasi giginya. “Kasih tahu si culun ini—”Plak!Satu tamparan Serena tambahkan di pipi kanan Adit membuat kepala cowok itu ter
“Gue enggak mau ada adegan jambak-jambakan, ya.” Daffin memperingatkan sambil berbisik.“Ssstt, tenang aja gue cinta damai kok. Lagipula cantikan gue ke mana-mana kali.” Balas Serena juga berbisik kemudian beralih memperhatikan dua orang di sana. Pada laki-laki tinggi yang digandeng itu Serena merasa tak asing.“Hey, Daffin, apa kabar?” Gadis cantik itu mengulang kembali pertanyaan sebelumnya.“Hm? Baik.” Lalu Daffin melirik laki-laki yang digandeng. “Gue enggak akan tanya balik karena lo berdua kelihatan sangat baik-baik saja.”Gadis itu mempertahankan senyumnya mencoba tetap menggunakan nada bersahabat. “Ini siapa? Cewek lo yang sekarang?”Serena langsung memoleskan senyum manisnya tapi tak menjawab, ia ingin mendengar seperti apa jawaban Daffin.“Kelihatannya gimana? Seperti yang lo tahu, gue bukan tipe orang yang suka jalan sama pasangan orang lain.”
Mendapat tawaran untuk mengunjungi rumah Daffin tentu tidak akan Serena lewatkan begitu saja. Sejak awal Serena memang sudah berencana untuk ikut pulang ke tempat Daffin, bukan ke apartementnya sendiri. Ia juga sudah menyiapkan seribu alasan agar laki-laki itu mau membawanya pulang, tapi ternyata Daffin sendiri yang mengajaknya duluan.Itu berarti setidaknya Daffin sudah mulai menggulung jarak yang sedari awal dia bentangkan. Serena tak bisa menyembunyikan senyumnya selama perjalanan. Walau kemudian agak sedikit terkejut ketika sampai di tempat tujuan."Lo seriusan tinggal di sini?"Daffin mendelik. "Apa? Sebuah tindak kriminal kalau mahasiswa tinggal di kost-kostan?""No, bukan gitu. It's odd in a weird way.""Justru yang lebih aneh itu kalau ada mahasiswa tinggal di apartement mewah.""Itu sindiran?"Daffin mengangkat bahunya. "Khusus buat lo enggak aneh, karena bokap lo Ragnala Wijaya." Sahutnya dengan