Share

Sadar

Author: Miss Wang
last update Last Updated: 2025-12-15 16:10:17

Lampu monitor jantung berdetak lebih cepat.

Beep…

Beep…

Beep…

Arsenio masih menggenggam jemari Alexa ketika itu terjadi.

Bukan gerakan refleks.

Bukan getaran kecil seperti sebelumnya.

Kali ini—

kelopak mata Alexa bergetar.

Sangat pelan.

Nyaris tak terlihat.

Namun Arsenio melihatnya. Seluruh tubuhnya langsung menegang.

“Alexa…?” suaranya bergetar hebat, nyaris tak berani berharap. “Sayang…?”

Kelopak mata itu bergerak lagi. Lebih jelas.

Nafas Alexa berubah—lebih dalam, lebih berat, seolah paru-parunya sedang belajar kembali bagaimana caranya hidup.

Arsenio menahan napas.

Tangannya gemetar hebat ketika ia menunduk lebih dekat.

“Alexa… aku di sini. Jangan takut. Aku di sini,” katanya cepat, suaranya pecah karena takut sekaligus bahagia.

Lalu—mata itu terbuka perlahan.

Seperti seseorang yang kembali dari tempat yang sangat jauh.

Pandangan Alexa buram. Ia berkedip beberapa kali, alisnya berkerut pelan, seolah cahaya terlalu terang, dunia terlalu berat untuk diterima sekaligus.

Bibirnya ber
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Menjadi Ibu Rumah Tangga

    Malam itu berakhir dengan keheningan yang tidak lagi menakutkan.Alexa berdiri di balkon kamar, memandangi taman yang remang, sementara lampu-lampu kecil berkelip pelan seperti napas yang ditahan. Udara malam menyentuh kulitnya, dingin namun menenangkan. Ia menarik napas panjang—bukan untuk menahan tangis, melainkan untuk meredamnya.“Bu Peni sudah tenang,” katanya lirih, seolah berbicara pada angin. “Aku tahu… Ibu ingin aku bahagia.”Arsenio mendekat dari belakang, tak langsung memeluk. Ia memberi ruang—seperti yang selalu ia lakukan ketika Alexa sedang berdamai dengan perasaannya sendiri. Baru setelah bahu Alexa sedikit turun, Arsenio menyelipkan lengannya, menarik Alexa ke dalam dekapan yang hangat dan pasti.“Kita akan hidup,” katanya pelan. “Bukan untuk melupakan. Tapi untuk melanjutkan.”Alexa mengangguk. Di dada Arsenio, ia menemukan ritme yang sama seperti hari-hari terburuk mereka dulu—tenang, setia, tak pernah pergi.***Keesokan harinya... Pagi pertama sebagai istri Arseni

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Pemakaman

    Langit kelabu menggantung rendah di atas pemakaman itu, seolah ikut berduka.Tanah masih basah oleh hujan semalam ketika iring-iringan pelayat berdiri mengelilingi liang lahat Ny. Peni. Tak ada musik, tak ada pidato panjang—hanya isak yang tertahan dan doa-doa lirih yang bergetar di udara. Bunga-bunga putih ditaburkan perlahan, satu per satu, jatuh di atas peti yang sebentar lagi akan ditutup tanah.Alexa berdiri di barisan depan, mengenakan pakaian hitam sederhana. Tangannya menggenggam tangan Arsenio erat-erat, seolah jika ia melepaskan sedikit saja, seluruh tubuhnya akan runtuh. Wajahnya pucat, matanya sembab, namun tatapannya kosong—seperti sedang menatap masa lalu yang datang berbondong-bondong tanpa ampun.Ketika peti itu diturunkan, nafas Alexa tersendat.Ingatan itu datang begitu jelas.Ia melihat dirinya bertahun-tahun lalu—seorang gadis muda yang baru kehilangan dunia. Gelap total. Mata yang tak lagi bisa melihat. Orang tua yang pergi untuk selamanya. Dan di tengah kekosonga

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Pergi dengan Tenang

    Suara langkah kaki berlari memenuhi ICU. Perintah dokter bersahutan, tangan-tangan cekatan bekerja di atas tubuh Ny. Peni yang rapuh. Alexa berdiri terpaku di ambang pintu, napasnya tercekat, matanya tak lepas dari layar yang seakan menentukan nasib seorang perempuan yang baginya lebih dari sekadar ibu panti—ia adalah rumah.“Mohon menunggu di luar!” seru seorang perawat.Arsenio menarik Alexa ke dadanya, memeluknya erat ketika pintu kembali tertutup. Alexa gemetar, tubuhnya seperti kehilangan tulang.“Tidak… jangan sekarang,” bisiknya berulang-ulang. “Tolong… jangan sekarang…”Detik berjalan seperti jam yang patah.Lalu—bunyi monitor itu berubah.Bukan lagi nada panjang yang menusuk, melainkan irama pelan yang tertatih, seolah jantung itu sedang berjuang mengingat cara berdetak.Seorang dokter keluar. Wajahnya letih, namun matanya memberi sedikit cahaya.“Dia sadar,” katanya pelan. “Sebentar saja. Satu per satu. Jangan terlalu lama.”Alexa nyaris jatuh karena lututnya melemah. Arsen

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Kritis

    Tawa itu pecah terlalu tiba-tiba—lalu lenyap seketika.Di tengah pesta yang masih dipenuhi musik lembut dan gemerlap lampu, Ny. Peni terhuyung saat hendak berdiri. Gelas di tangannya jatuh, pecahannya berdering nyaring di lantai marmer, memotong suasana seperti pisau. Beberapa anak panti berteriak panik. Dania berlari mendekat, wajahnya pucat. Ny. Eli menjerit memanggil nama Ny. Peni berulang-ulang. Musik dihentikan mendadak. Para tamu berdiri, kebingungan. Arsenio bergerak cepat, menopang tubuh Ny. Peni yang melemas, sementara Alexa membeku—jantungnya seakan berhenti—melihat perempuan yang selama ini menjadi tiang cinta itu perlahan kehilangan kesadaran di pelukannya.Teriakan Arsenio menggema, "Siapkan mobil, CEPAT!"***Satu jam kemudian... Langkah seorang dokter berhenti tepat di hadapan mereka.Semua suara seperti menghilang—tangis anak-anak, derap langkah perawat, dengung lampu neon. Yang tersisa hanya satu detik yang menggantung, terlalu lama, terlalu kejam.“Pasien mengalam

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Lantai Dansa

    Malam turun perlahan, membawa cahaya-cahaya kecil yang dinyalakan satu per satu di taman mansion. Lampu gantung berpendar keemasan, lilin-lilin menyala di setiap meja, dan musik mengalun lembut—cukup pelan untuk memberi ruang bagi tawa, cukup hangat untuk merangkul kenangan.Pesta setelah pernikahan itu tidak mewah dengan gemerlap berlebihan. Ia indah karena rasa.Alexa dan Arsenio berdiri di tengah taman, menerima ucapan selamat. Alexa bersandar ringan di lengan Arsenio, gaun putihnya kini terasa lebih hidup, seolah ikut tersenyum. Setiap kali seseorang mendekat, Arsenio selalu menoleh dulu ke Alexa—sebuah kebiasaan kecil yang tak ia sadari, tapi terlihat jelas oleh semua orang.“Kamu lelah?” bisiknya.Alexa menggeleng pelan. “Jangan khawatir. Aku ingin mengingat semuanya.”Arsenio tersenyum, lalu meraih tangannya. “Kalau begitu, kita buat kenangan.”Musik berubah. Nada waltz yang lembut mengalun. Arsenio mengulurkan tangan, alisnya terangkat sedikit—permintaan tanpa kata.Alexa tert

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Pernikahan Bahagia

    Pagi pernikahan itu datang dengan sunyi yang khidmat—sunyi yang bukan kosong, melainkan penuh makna.Cahaya matahari menyusup pelan melalui jendela-jendela tinggi mansion, memantul di lantai marmer, seolah ikut menyiapkan diri untuk menyaksikan sebuah janji besar. Udara terasa hangat, lembut, dan penuh doa yang tak terucap.Alexa terbangun dengan napas yang sedikit bergetar.Untuk sesaat, ia lupa di mana ia berada. Lalu semuanya kembali—gaun putih, undangan yang telah tersebar, janji yang akan diikrarkan hari ini. Tangannya refleks menyentuh perutnya, merasakan kehidupan kecil yang menjadi saksi bisu dari semua perjalanan ini.Ny. Peni masuk pertama, membawa senyum yang tak bisa menyembunyikan air mata.“Selamat pagi, pengantin cantik,” katanya lirih.Di belakangnya, Ny. Eli, Dania, dan beberapa penata rias mengikuti. Ruangan segera dipenuhi aroma bunga dan suara langkah yang ditahan-tahan, seolah tak ingin mengganggu ketenangan Alexa.“Apa kamu siap?” tanya Dania, setengah berbisik.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status