Share

Hadirnya Inggit

Keesokan harinya.

Huufft..

Terdengar dengusan kasar dari nafas Marvin Marcello, yang sedang terduduk seorang diri di ruangannya

"Aku benar benar kehilangan semangatku, ini semua karena wanita buta itu," gerutu Marvin.

Pandangannya benar benar tampak sangat kacau, harus dihadapkan dengan sesuatu yang dianggapnya sangat sulit.

Menikah dengan Ginda, rasanya tak membuat Marvin bahagia sama sekali, malah ia harus menahan rasa malu kala para kolega koleganya menanyakan siapa istrinya?

Karena tak ingin mengenalkan Ginda, Marvin yang harus selalu mengalihkan pembicaraan pada saat pertanyaan itu terlontar.

"Ibu juga, kenapa sih? Ibu selalu membelanya? ada apa dengan Ibu? kenapa sepertinya ada sesuatu yang dirahasiakan?"

Tambahnya dengan wajahnya tak semangat seperti biasanya, tubuh ideal itu kini bersandar lemah, matanya terpejam seakan sedang memikirkan masalah yang begitu berat.

Di tengah tengah, kegundahannya. Tiba tiba..

Tok tok tok!

Terdengar suara ketukan pintu yang membuat mata Marvin seketika terbuka.

"Masuk," pintanya setelah kembali menegakan tubuh. 

Ucapan itu membuat daun pintu perlahan terbuka. Tampak seorang wanita cantik, dengan penampilan modis yang memasuki ruangan bersama seorang anak kecil, seketika Marvin pun melebarkan mata kala melihat kedua tamunya saat ini.

"Sinta, Inggit."

"Papa..." pekik gadis kecil itu yang kini berlari memeluk tubuh Marvin.

Marvin menyambutnya dengan hangat, dipeluknya tubuh mungil itu dengan erat, karena rasa rindu setelah sekian lama tak bertemu.

Cukup lama terhanyut dalam pelukan itu, kini perlahan Inggit dan Marvin pun melepas dekapannya.

"Ada apa ini? kenapa kalian kesini?" tanya Marvin memperhatikan wajah Sinta.

Sinta adalah mantan istri Marvin Marcello yang beberapa tahun lalu berpisah karena sebuah ketidak cocokan.

"Aku datang kesini untuk mengantar Inggit, Mas. Dia rindu sama papanya," jawab wanita cantik itu melirik gadis kecil yang kini sedang bermain disofa.

Terdiam, Marvin tak menjawab apa pun. Nyata nya apa yang diucapkan Sinta pun benar, jika ia juga merindukan sang anak.

"Setelah aku kembali ke Indonesia nanti, aku akan menjemput Inggit kembali, tapi sekarang biarkan dia tinggal bersamamu dulu ya," tambah Sinta.

Tak menolak, dengan bahagia Marvin membawa Inggit pulang, untuk bertemu Sukma, yang pasti akan sangat bahagia melihat kedatangan sang cucu.

"Ibu.. bu" pekik Marvin yang kini berjalan bahagia bersama sang gadis kecil memasuki rumahnya.

Panggilan itu membuat Sukma kini mendekat, seketika ia pun melebarkan mata kala melihat seorang gadis kecil berada dihadapannya saat ini.

"Inggit."

"Oma…" pekik Inggit yang kini berlari memeluk Sukma.

Lima tahun yang lalu, Marvin dan Sinta berpisah, Sinta yang meninggalkan rumah dan meninggalkan Inggit yang masih bayi, hingga membuat Inggit harus kesana kemari kala ingin bertemu Ibu dan Ayahnya.

Perpisahannya bukan karena hilangnya rasa cinta, namun karena ketidak cocokan antara Marvin dan Sinta saat itu, ditambah lagi Sukma yang memang tak begitu menyukai Sinta, lantaran ia merasa Sinta adalah wanita yang sombong dan tak dapat menjadi menantu yang baik.

Sementara Ginda yang mendengar riuhnya saat ini pun merasa bingung, ia tak mengerti apa yang telah terjadi, ada siapa kah dibalik suara anak kecil yang baru saja ia dengar itu?

"Inggit, Inggit siapa?" batin Ginda yang masih terdiam ditempat.

Karena merasa penasaran, dan ingin tahu, kini Ginda pun berjalan menuruni anak tangga, yang membuat pandangan Inggit kini tertuju pada Ginda yang berjalan meraba.

"Oma, tante itu siapa?" tanya Inggit menunjuk Ginda yang kini semakin mendekat.

Dengan cepat Sukma mengikuti arah tangan sang cucu menunjuk.

"Dia Mamamu, Nak," jawab Sukma yang membuat Ginda sedikit terkejut.

Jadi ternyata Marvin telah memiliki anak? Ginda hanya mengetahui jika status Marvin pernah menikah, namun ia tak mengetahui jika ia telah memiliki seorang anak. 

"Jadi Inggit ini anak Mas Marvin?"

Sementara Marvin yang mendengar ucapan Sukma pun melebarkan mata, dan dengan cepat ia menyangkal. 

"Tidak, wanita itu bukan Mamamu," sambar Marvin yang membuat langkah Ginda seketika Terhenti.

Senyumnya menghilang dan ekspresi wajahnya berubah, Seketika hatinya terluka, kala sang suami tidak mengizinkan sang anak menganggapnya mama.

Begitu pun Sukma yang juga terbelalak mendengar pernyataan Marvin. Ucapannya begitu kasar, tak seharusnya seorang suami berkata seperti itu pada istrinya.

Merasa akan terjadi perdebatan saat ini, Sukma lebih dulu meminta Inggit untuk meninggalkan tempat.

"Emm, Inggit. Inggit ke kamar dulu ya, Oma mau bicara sama Papa dan Mama sebentar."

"Oke Oma," dengan cepat Inggit pun berlari.

Setelah kepergian gadis kecil itu, kini Sukma pun memperhatikan wajah Marvin dengan tajam.

"Apa maksudmu, Vin? kenapa kamu tega bicara seperti itu? Ginda ini istrimu, dan itu artinya dia juga Mamanya Inggit," tanya Sukma pada Marvin, yang membuat Ginda tertunduk.

"Tidak, Bu. Dia bukan Mamanya Inggit, mamanya Inggit itu cuma Sinta, tidak ada yang lain."

"Cukup, Marvin! Ibu ngga mau denger nama itu lagi. Jangan sebut sebut nama itu dihadapan Ibu. Dan Ginda, dia adalah istrimu sekarang, Vin. Yang artinya dia juga Mamanya Inggit, Ibu sambung Inggit. Dan Ibu ngga mau kamu terus terusan menyakiti hatinya seperti ini, Vin."

"Sudah berapa kali aku katakan, Kalau bukan karena permintaan Ibu, aku tak akan pernah menikahi wanita buta ini,Bu. Dan satu lagi wanita buta ini bukan Mamanya Inggit, ingat itu," tegas Marvin yang kemudian berlalu.

Perdebadapan itu meninggalkan luka yang begitu perih dihati Ginda, ucapan nya bak sebuah pisau yang mengiris hati, ternyata luka tapi tak berdarah, itu rasanya lebih sakit.

"Ginda."

Tak menghiraukan panggilan sang mertua, Ginda yang kini meninggalkan tempat dengan mata memerah.

BERSAMBUNG...

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rifatul Mahmuda
aku yakin, bentar lagi pas nyadar pasti si Marvin bakal bucin bangwt
goodnovel comment avatar
Abigail Briel
kutunggu bucinnya marvin
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
Marvin jahatt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status