"Cukup kamu menikah dengan saya, dengan begitu hutang dua puluh jutamu saya anggap lunas, bagaimana?" Ginda, terpaksa menerima ajakan menikah dari Marvin Marcello hanya karena sebuah hutang. Tak ada pilihan lain, mau tak mau Ginda harus menerima Marvin menjadi suaminya, meski ia belum tahu seluk beluk keluarga Marvin. Dan tak menyangka terbongkarlah sebuah rahasia besar dikemudian hari, yang membuat Ginda benar benar marah dan menganggap Marvin laki laki tak bertanggung jawab. Rahasia besar apa yang hadir diantara Ginda dan Marvin? akankah Ginda bertahan setelah mengetahui semuanya?
Lihat lebih banyakHiks hiks!
"Ayah kenapa Ayah pergi? aku bener bener ngga nyangka, takdir akan memisahkan kita secepat ini, Yah. aku belum bisa membuat Ayah bahagia, aku belum bisa menjadi Ginda yang dibanggakan oleh Ayah, tapi sekarang ayah malah pergi ninggalin aku."Tangis seorang gadis buta pecah di tengah tengah pusara sang Ayah, yang meninggal dunia akibat sebuah kecelakaan.Air mata yang tak dapat terhenti terus mengucur membasahi wajahnya, sebuah dendam membara yang membuat Ginda begitu marah.Seketika ingatannya tertuju pada kejadian dua bulan yang lalu, saat dimana sebuah mobil mercy berwarna hitam tiba tiba menabraknya dari belakang, hingga menyebabkan kematian serta kebutaan.Takdir yang seketika membawanya dalam sebuah kegelisahan, karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kedua matanya buta, kini indahnya dunia ia lalui dengan kegelapan.Tak hanya itu, setelah kecelakaan itu terjadi, rasanya banyak sekali kesialan yang menimpa. Salah satunya adalah Ginda harus dikeluarkan dari universitas tercinta, dan membuatnya harus merelakan semua mimpi mimpinya."Andai saja kecelakaan itu tidak terjadi. Takdirku tidak akan seperti ini. Aku berjanji, aku akan mencari pembunuh itu sampai mana pun, aku tidak akan pernah membiarkan hidupnya bahagia, karena dia lah penyebab semua penderitaan ini," tambah Ginda dengan pandangan mata tajam.Cukup lama bersujud dihadapan sebuah tanah gundukan, kini Ginda beranjak perlahan hendak meninggalkan pusara dan kembali ke rumah. Berat, sungguh berat, rasanya Ginda tak ingin meninggalkan sang Ayah sendiri, namun bagaimanapun Ginda harus tetap bangkit.Langkah pelannya berjalan meraba, tak mengerti bagian mana yang harus ia lalui, Ginda berjalan hanya menggunakan mata hati, hingga tiba tiba…Ciiittt!Bruaaakkk!Terdengar suara mobil yang menabrak sesuatu di dekatnya."Astagfirullah," gumamnya terkejut.Entah apa yang terjadi di hadapannya saat ini, Ginda tak tahu, suara benturan keras itu hanya membuat Ginda penasaran.Sementara pengendara mobil, Marvin Marcello. Yang seketika terbelalak kala memperhatikan mobil mewah berwarna merah miliknya menabrak pohon."Astaga, Mobil saya!" gumamnya dengan mata melebar.Kini ginda mencoba memahami kejadian apa yang ada dihadapannya, namun tetap saja ia tak dapat mengetahui ada apa sebenarnya.Keterbatasannya saat ini, benar benar membuatnya seperti orang bodoh, bahkan riuhnya lokasi saat ini ia tak mengetahui."Yaallah, ada apa ini sebenarnya? Kenapa sepertinya ramai sekali?" gumam Ginda dengan ekspresi wajah bingung.Wanita berhijab dengan tubuh mungil itu, terus terdiam ditempat, dengan harapan tak akan terjadi apa apa.Sementara sebuah mobil yang kini telah terhenti karena menabrak pohon itu, terlihat rusak parah.Melihat itu membuat sang pemilik geram, dengan cepat ia berjalan menghampiri. Hingga tercium aroma wangi yang berasal dari tubuh laki laki itu, yang kini menyeruak diindra penciuman Ginda.Parfum yang berasal dari tubuh Marvin membuatnya mengerti jika seorang laki laki sedang berada didekatnya saat ini."Apa maksudmu? Apa kamu sudah bosan hidup? Karena ulahmu mobil baru saya terkena imbasnya," Ucap Marvin berekspresi marah.Memperhatikan wanita muda itu dari samping, wajahnya cantik dengan hidung mancung, yang bertahan dengan pandangan lurus kedepan."Hey, apa kamu tidak mendengar ucapan saya? Saya sedang bicara dengan anda," tambah Marvin geram.Belum menjawab, Ginda tetap terdiam dan lalu berkata."Maaf, Tuan. Saya tidak melihat!""Tidak melihat? Kamu tidak melihat mobil saya? Apa kamu buta sehingga kamu tidak melihat mobil saya yang sebesar itu?""Sekali lagi saya minta maaf, Tuan, saya tidak tahu, permisi," ucap Ginda yang kini melangkah kembali.Langkahnya sangat berhati hati dengan tangan yang kini meraba di udara, yang membuat Marvin terkejut dengan pemandangan dihadapannya itu, ekspresi wajah Marvin seketika berubah setelah melihat Ginda berjalan."Jadi, gadis itu benar benar buta?" celetuknya dengan mata tak berkedip.Namun tiba tiba, kembali Marvin teringat akan mobilnya yang terlihat rusak parah pada bagian depannya, membuat Marvin memanggil Ginda kembali."Tunggu," cegahnya yang membuat langkah Ginda seketika terhenti."Ada apa lagi, Tuan?""Ada apa? Hey, kamu sudah menyebabkan mobil saya rusak. Dan sekarang kamu bilang ada apa? Saya tidak mau tau kamu harus ganti rugi," ucap Marvin pada Ginda.Seperti seseorang tak punya hati, ia tak peduli dengan keadaan fisik Ginda saat ini yang terpenting ia mendapat ganti rugi."Ganti rugi? Berapa banyak saya harus mengganti rugi, Tuan?""Dua puluh juta!"Terbelalak kala Ginda mendengar nominal kerugian tersebut. Harus dengan apa Ginda membayarnya? Jangankan dua puluh juta, Marvin meminta satu juta saja, Ginda tak memilikinya.Gadis berhijab bernama lengkap Ginda Almaneta itu adalah gadis buta berusia dua puluh lima tahun, yang memiliki paras ayu dan terlahir dari keluarga sederhana.Perekonomian keluarga Ginda tidaklah seberuntung keluarga Marvin Marcello, keluarga Ginda hanyalah keluarga sederhana yang jauh dari kemewahan."Tapi saya tidak mempunyai uang sebanyak itu, Tuan," jawabnya dengan pandangan lurus kedepan."Kamu tenang saja saya akan memberikan kamu waktu, karena saya tau kamu tidak akan mampu membayarnya sekarang. Ini kartu nama saya, dan saya harap kamu tidak lari dari tanggung jawab," ucap Marvin yang menyodorkan sebuah kartu nama di tangan Ginda dengan paksa.Ginda yang hanya dapat menghela nafas berat, memikirkan perkara ganti rugi yang baru saja terjadi.Karena sedikit merasa kesal melayani laki laki yang dianggapnya menyebalkan, sombong dan angkuh tersebut, kini gadis berhijab itu pun melanjutkan langkahnya kembali."Lagi lagi karena mata ini," gumam Ginda dengan mata memerah.Permasalahan yang datang rasanya membuat Ginda melemah, kini ia harus mendapat ujian berupa sebuah hutang."Semua ini karena pembunuh itu."Beberapa menit kemudian. Sesampainya dirumah, Ginda terduduk lemah di teras rumahnya, Rumi yang melihat itu pun dengan cepat menghampiri."Ginda, udah pulang nak?""Udah, Bu," jawab Ginda tersenyum lemah.Rasanya tiada semangat ia menjalani hari hari, harus sampai kapan ia hidup dalam kebutaan? Sementara dunia seperti tak berpihak padanya, banyak sekali ujian yang menimpa setelah keadaannya begini.Sementara sang Ibu yang sepertinya mengerti dengan apa yang Ginda rasa saat ini."Sabar ya nak, kamu harus tetap semangat," ucap Rumi menepuk bahu sang anak.Ditengah tengah perbincangannya, tiba tiba pandangan Rumi tertuju pada sebuah kartu nama yang sedari tadi ada digenggaman Ginda."Nda, apa yang kamu bawa itu nak?" Tanya Rumi yang membuat Ginda terkejut.Perlahan Rumi pun meraihnya dan terpaksa Ginda melepaskan. Rumi memperhatikan kartu nama itu dengan seksama, sebelum akhirnya ia berkata."Nda, ini kartu nama siapa? Kenapa ada sama kamu? Dan kenapa kamu bisa berurusan dengan orang kaya seperti ini nak?" Teter Rumi yang membuat Ginda gelagapan.Entah harus menjawab apa ia saat ini, Ginda tak ingin membuat sang Ibu bingung, sebenarnya Ginda tak berniat memberitahu sang Ibu tentang permasalahannya ini. Namun pertanyaan dari sang Ibu seolah memaksanya untuk menjawab.Sedikit ragu, sebelum akhirnya Ginda menjelaskan apa yang telah terjadi antara ia dan pemilik kartu nama tersebut.Ginda berkata jika diantaranya telah terjadi sebuah hutang, dua puluh juta dan harus ia bayar. Mendengar itu Rumi pun terkejut, terbelalak, dan kemudian terduduk lemah."Hutang, Dua puluh Juta? Lalu kita harus membayar hutang itu dengan apa, Nda? dua puluh juta itu besar sekali, dan kamu harus melunasinya. Hutang warung saja kita tidak bisa membayar, apalagi sampai dua puluh juta seperti ini, Nda," ucap Rumi dengan wajah frustasi.Tak dapat berkata apa apa Ginda hanya terdiam menunduk, dengan perasaan bersalah."Maafin aku ya, Bu."BERSAMBUNG...Hari demi hari berlalu, membawa perubahan yang luar biasa dalam kehidupan Ginda. Kini, dengan bantuan setia Marvin, Ginda mampu berjalan kembali meskipun masih perlu bantuan. Suasana bahagia pun terasa di antara keduanya. "Alhamdulillah, Mas, akhirnya aku bisa jalan lagi," ucap Ginda penuh kebahagiaan, senyumnya merekah di wajahnya yang berseri.Marvin tersenyum lembut, "Kamu hebat, kamu bisa melalui cobaan ini."Ginda menatap Marvin dengan penuh rasa syukur, "Ini semua 'kan juga berkat Mas, kalau ngga ada Mas Marvin mungkin aku ngga menjadi Ginda yang setegar ini. Terimakasih, ya, Mas, untuk semua kebaikan kamu, kamu yang udah menerima aku apa adanya, sampai aku bisa jalan lagi seperti sekarang."Marvin tersenyum hangat, "Ini tugasku, Nda. Sebagai suami, sudah seharusnya aku mendampingi kamu, dalam suka maupun duka."Ucapan Marvin membuat Ginda tersenyum bahagia, merasa bersyukur memiliki seorang suami yang selalu ada untuknya, dalam se
Marvin memasuki hutan dengan hati penuh kekhawatiran, mencari jejak yang bisa mengantarkannya pada keberadaan istrinya, Ginda. Namun, semakin lama ia berada di dalam hutan yang lebat, semakin redup harapan yang ia sandarkan. Setiap langkah yang diambilnya terasa begitu berat, dipenuhi kegelapan dan ketakutan. "Ginda!" teriak Marvin dengan suara gemetar. Namun, tak ada jawaban yang terdengar kecuali desiran angin dan hiruk pikuk hutan yang sunyi. Ia meraba setiap sudut hutan, memanggil nama istrinya tanpa henti. Namun, waktu terus berlalu tanpa kehadiran Ginda yang dicarinya. Kesedihan merayapi hati Marvin, merangkulnya dalam kehampaan yang tak terperi. Pikirannya melayang jauh, membayangkan hal-hal mengerikan yang mungkin terjadi pada Ginda. Dan pada suatu titik, rasa putus asa itu mengubah energinya, membuatnya merasa tak berdaya, hampir tak sanggup melangkahkan kakinya lagi. Dengan langkah tertatih, Marvin berbalik ara
Hari semakin hari Berlalu, Marvin yang semakin curiga pada Dinda karena terdapat keanehan dan kejanggalan pada wanita yang ia anggap istrinya itu. Hari ini Dinda yang duduk menyilangkan kaki di tepi kolam renang tangannya terus menggenggam ponsel sambil tertawa-tertiwi, melihat itu Marvin pun heran rasanya Ini bukan sikap Ginda, pasalnya sejak menjadi istri Ginda tak pernah berperilaku demikian. "Ginda, aku mau bicara sebentar," ucap Marvin yang membuat wanita itu dengan cepat menurunkan kakinya. "Kenapa sih, Mas? mau bicara apa? kalau ngga penting lebih baik ngga udah deh, aku lagi sibuk," jawab Dinda yang membuat Marvin melebarkan mata. Kini rasa curiga semakin memenuhi hatinya, Marvin mengira jika Ginda yang ada dihadapannya saat ini bukanlah Ginda istrinya. Tak menunggu lama, kini Marvin pun mendekat meraih tangan Dinda hingga membuatnya terkejut. "Apa-apaan sih kamu, Mas? kenapa kamu kasar sama aku?"
Niat Dinda untuk menggantikan posisi Honda telah berhasil, hatinya bahagia serta puas melihat keberhasilannya saat ini. Karena wajah dan penampilan yang sama persis, hingga Sukma yang tak sadar jika wanita yang ada dihadapannya saat ini bukanlah menantunya. Dinda merasa jantungnya berdegup kencang ketika Marvin tiba-tiba muncul di tengah-tengah kebersamaannya dengan Sukma. Dengan wajah serius, Marvin menyapa mereka, "Assalamu'alaikum.""Walaikumsalam," jawab Dinda dengan cemas, berusaha menjaga ketenangan meskipun hatinya berdebar-debar.Marvin, tanpa menyadari keberadaan sebenarnya, bertanya dengan heran, "Lagi pada bahas apa sih? Serius banget kayanya."Sukma, tanpa sadar memperburuk situasi, menjawab dengan semangat, "Ini loh, Vin, kita lagi bahas Dinda, masa tadi Dinda ninggalin istrimu sendirian, untung dia bisa pulang sendiri kalau ngga gimana coba?"Mendengar ucapan itu, Marvin pun terbelalak. Matanya terbuka lebar, mencari kebena
Didalam ruang kamar Dinda. Ia yang kini terduduk dengan raut wajah serius. Setelah memasuki kamar dan mengunci pintunya kini Dinda terduduk memperhatikan pemandangan luar. "Aku harus mulai rencanaku secepatnya, sebelum Ginda bisa jalan lagi dan buat aku susah melakukan rencanaku," gumam Dinda lirih. "Maafkan aku, Ginda. Bukan maksud ingin menjadi saudara yang kejam, tapi takdir yang membuatku tega melakukan ini padamu," batin Dinda dengan pandangan tajam. Setelah memikirkan apa yang hendak ia rencanakan kini Dinda pun beranjak, keluar kamar dan menemui Ginda yang sedang berada di halaman belakang rumahnya. "Ginda," panggil Dinda yang membuat Ginda seketika menoleh. "Dinda, ada apa?""Bisa antar aku ke suatu tempat? aku mau ketemu temenku, tapi aku ngga tau tempat itu dimana alamatnya.""Temen?"Sejenak Ginda terdiam, hatinya sedikit merasa tak tenang ada sesuatu yang mengganjal dibalik ajakan saud
"Sesuai rencana," batin Dinda setelah memasuki rumah. Apa maksud ucapannya barusan? rencana apa yang bersarang diotaknya? bahkan ekspresi wajahnya pun menunjukan arti kepuasan. "Akhirnya aku bisa masuk rumah ini dengan begitu mudah," tambah batin Dinda tertawa. Ya, ternyata amnesia yang Dinda alami hanya sebagai sandiwara belaka, demi mewujudkan keinginan dan ambisinya untuk dapat masuk ditengah tengah rumah tangga Marvin Marcello. Benar benar jahat, wanita tak punya hati sudah ditolong malah ingin menikam. Saudara kandung macam apa Dinda ini? mengapa ia begitu tega? "Setelah ini aku akan merebut semuanya dari kamu, Ginda. Aku yang akan menjadi ratu dirumah ini," tambah Dinda tertawa dalam hati. Melihat ekspresi Dinda rasanya Sukma mulai curiga, lantaran ia yang tak menyukai Dinda sejak dulu, ditambah lagi Sukma mengetahui bagaimana perlakuan Dinda pada Ginda menantunya. "Apa yang sedang direncanakan wanita itu? a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen