Beranda / Romansa / Gadis Buta milik Mafia Kejam / Bab 5. Malam tak Terlupakan

Share

Bab 5. Malam tak Terlupakan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 14:10:04

Zera terhenyok. Hatinya menolak, tubuhnya gemetar namun bibirya kelu, la mencoba mencari pegangan di sekitar tempat duduknya, tapi hanya menemukan dinginnya kursi jati.

"Bagus," ucap Johnny, berdiri dan melangkah mendekat.

la berlutut di depan Zera, membiarkan jari-jarinya menyentuh dagu gadis itu, mengangkat wajahnya. "Mulai sekarang, aku akan menjadi suamimu, Zera. Dan kamu akan belajar bagaimana caranya bertahan di dunia ini. "

Zera menahan napas. Suara Johnny cekat, namun asing. Ada ancaman terselubung di balik kelembutan yang dipaksakan, Oliver bergidik.

Zera tak mengerti apa maksud mereka, tapi ia tahu satu hal— hidupnya tak akan pernah sama lagi. Dan untuk pertama kalinya, ia merasakan bahwa kebutaan bukanlah kekurangannya yang paling berat. Yang lebih menakutkan adalah ketidak berdayaan.

***

Keheningan merayap di setiap sudut kamar megah itu. Tak ada gemericik air dari kamar mandi, tak ada denting musik, tak ada percakapan—hanya suara detik jam dinding yang berdetak pelan namun menusuk, membelah keheningan menjadi serpihan rasa tak nyaman.

Zera duduk di tepi ranjang, tubuhnya kaku, seolah tak berani bergerak. Gaun tidurnya tipis, putih gading, dipilih oleh pembantu rumah tangga sesuai instruksi pernikahan. Katanya, gaun itu pantas untuk seorang istri baru. Tapi Zera merasa seperti boneka yang didandani untuk dipersembahkan—bukan pengantin yang disambut cinta.

Dari balik pintu kayu jati yang menjulang tinggi, terdengar langkah kaki. Berat. Mantap. Terlalu tenang untuk sebuah malam yang seharusnya menjadi awal kehidupan baru. Jantung Zera berdebar, namun bukan karena cinta atau harapan. Yang terasa hanya ketakutan, cemas, dan pertanyaan-pertanyaan yang tak berani ia suarakan.

Pintu terbuka.

Johnny masuk tanpa ekspresi. Tubuh tegapnya dibalut kemeja hitam yang baru, masih menyisakan aroma parfum yang dingin dan tajam seperti pribadi pemiliknya. Rambutnya sedikit basah, menunjukkan bahwa ia baru saja mandi. Tapi tak ada sisa kegugupan di wajahnya. Tidak ada senyum, tidak ada kelembutan.

Tatapan matanya jatuh pada Zera—dingin. Terlalu dingin.

“Jangan berdiri,” katanya tajam saat Zera mencoba bangkit dari tempat duduknya.

Langkah Johnny mendekat, perlahan, seolah setiap langkahnya adalah tekanan.

“Kau duduk saja di situ. Dengarkan aku baik-baik, Zera,” ucapnya datar. “Aku tidak menikahimu karena cinta. Aku tidak pernah menginginkanmu. Ini semua hanya permainan kotor yang dibuat ayahmu dan keluargaku. Kau hanyalah bagian dari kesepakatan, dan aku membencinya.”

Zera menunduk. Telinganya panas. Tapi ia tidak membalas. Tidak bertanya. Ia tahu tempatnya. Sejak awal, ia bukan apa-apa selain pion dalam permainan para pria.

Johnny berhenti hanya beberapa jengkal di hadapannya. Ia membungkuk sedikit, menurunkan wajahnya sejajar dengan Zera yang masih menunduk.

“Satu hal yang harus kau tahu sejak malam ini,” bisiknya pelan namun tajam. “Jangan pernah—sekali pun—menaruh hati padaku. Jangan berharap apa pun dariku. Aku tidak punya tempat untuk wanita sepertimu dalam hidupku.”

Zera membeku. Kata-kata itu seperti cambuk. Tajam dan menyakitkan, meski ia sudah mempersiapkan diri untuk penolakan.

“Kalau kau berani melanggar, aku bisa membuat hidupmu jauh lebih menyakitkan dari apa pun yang pernah kau bayangkan.”

Ada jeda. Hening. Lalu suara tawa kecil keluar dari mulut Johnny, getir dan tanpa rasa.

“Lucu, ya? Bahkan dalam pernikahan pun, aku harus memperingatkan istriku sendiri untuk tidak jatuh cinta.”

Zera menahan napas. Matanya yang buta tak bisa melihat wajah Johnny, tapi ia bisa merasakan tekanannya. Dingin. Terlalu dingin untuk disebut manusiawi.

“Aku tidak buta hati, Tuan,” gumam Zera akhirnya, suaranya nyaris tak terdengar. “Aku tahu ini bukan cinta. Aku tidak mengharapkannya.”

Johnny terdiam. Untuk sesaat, sorot matanya berubah, seolah ada kilatan aneh yang melintas. Tapi secepat itu pula wajahnya kembali datar.

“Bagus,” ucapnya singkat. “Terus pertahankan pikiran itu.”

Tanpa berkata lagi, ia mulai membuka kancing kemejanya. Satu per satu, perlahan, tanpa ekspresi. Zera memalingkan wajah secara refleks, meskipun ia tahu bahwa pandangannya tak akan melihat apa pun.

Johnny melemparkan kemejanya ke sofa. Lalu ia berjalan menuju sisi ranjang, menarik selimut dengan kasar, dan membaringkan tubuhnya di sisi kanan.

Namun ia tak menyentuh Zera. Bahkan tak mengarah padanya. Tubuhnya membelakangi gadis itu, seolah menegaskan bahwa ia tidak mengakui keberadaannya.

Lampu kamar dimatikan. Seketika kegelapan menyelimuti segalanya.

Zera tetap duduk di tempat, tak tahu harus berbaring atau tetap diam. Rasa dingin menjalari kakinya, naik ke lutut, lalu ke dadanya. Bukan dingin karena suhu, tapi karena penolakan yang begitu telanjang.

“Tidur, Zera,” ucap Johnny dalam gelap. “Kau tidak akan kusentuh malam ini. Tapi jangan pernah menganggap itu sebagai bentuk kebaikan. Aku hanya... belum sudi menyentuh sesuatu yang diberikan dengan paksa.”

Kalimat itu menghantam seperti palu.

Zera akhirnya menarik napas dalam-dalam. Ia meraba-raba ranjang dengan tangan, lalu membaringkan tubuhnya perlahan. Ia tak berani mengeluarkan suara, hanya menyatu dalam diam, menyembunyikan gemuruh emosi yang mengancam untuk meledak.

Mereka berbaring di ranjang yang sama, tapi dinding tak kasatmata membentang di antara mereka. Jarak yang tak bisa dijangkau oleh kata-kata, hanya bisa ditembus oleh luka atau waktu.

Dalam gelap, Zera membuka mulutnya. Suaranya lirih, nyaris seperti bisikan roh yang tak ingin didengar dunia.

“Kalau kau ingin aku membencimu… mungkin aku bisa mencobanya lebih mudah daripada mencintaimu.”

Johnny tak menjawab. Tapi di sisi lain ranjang, matanya yang terpejam tiba-tiba terbuka. Suara Zera menggema dalam pikirannya lebih lama dari yang seharusnya.

Ia membalikkan tubuhnya perlahan, menatap punggung Zera yang mungil dan menggigil di bawah selimut. Wajahnya tetap dingin, tapi dalam dadanya, sesuatu berdenyut perlahan. Sesuatu yang ia benci. Sesuatu yang selama ini ia tekan dalam-dalam.

Rasa bersalah? Rasa iba? Atau rasa ingin melindungi?

Tidak. Ia menepisnya cepat-cepat. Itu kelemahan. Dan Johnny tidak boleh lemah.

Keesokan paginya, matahari menyelinap masuk melalui celah tirai, memandikan ruangan dalam cahaya pucat keemasan. Tapi suasana kamar masih dingin. Zera bangun lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam selimut di pangkuannya, tak yakin apakah ia tidur nyenyak atau hanya berpura-pura tertidur sepanjang malam.

Johnny masih terbaring, tapi wajahnya sudah menoleh ke jendela. Ia tidak memandang Zera. Tidak bicara. Tidak bertanya apa pun.

Sebelum Zera sempat berkata sesuatu, Johnny bangkit, mengambil kemejanya, dan menuju kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Ia meninggalkan aroma sabun dan keheningan yang lebih menyakitkan dari kata-kata kasar.

Zera menarik napas pelan.

Ini bukan kisah cinta. Ini adalah pernikahan antara dua luka, dua ego, dua manusia yang tak pernah memilih satu sama lain.

Tapi dalam hatinya, Zera berjanji—ia tidak akan menjadi wanita lemah yang Johnny pikirkan. Ia akan bertahan. Bahkan jika harus membeku dalam pernikahan tanpa kehangatan ini.

Dan entah mengapa… dalam kebekuan itulah, sebuah bara kecil justru mulai menyala.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 25. Kebeneran atau Kebetulan?

    “Zera.”Zera berdiri, tubuhnya sedikit gemetar. Ia tidak bisa membaca ekspresi Johnny, tapi bisa merasakan kemarahan yang menekan di antara jeda napasnya.“Ya?”“Jelaskan padaku... kenapa aku harus mempercayaimu sekarang?” suara Johnny terdengar nyaris berbisik, namun sangat menekan. “Setelah apa yang kulihat di kamar lamamu dengan Shio. Lalu sekarang kau datang ke ruanganku... menyusun sesuatu. Apa yang sebenarnya kau rencanakan?”Zera mengepalkan jemarinya. “Aku tidak merencanakan apa pun. Aku hanya membawakanmu makan siang.”“Makan siang?” Johnny terkekeh sinis. “Kau tahu letak mejaku. Kau tahu di mana pot kecil itu diletakkan. Bahkan kau tahu posisi sendokmu jatuh—dengan akurat.”Ia menatap tajam. “Kau buta, Zera. Tapi hari ini kau seperti punya mata lebih tajam dari siapapun di rumah ini.”Zera diam sejenak. Lalu berkata pelan, “Aku hafal ruangan ini. Setiap sudutnya. Karena aku sering ke sini. Karena aku mengingatnya... dari aroma, dari suara.”“Dari suara?” Johnny mendekat, nap

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 24. Jebakan

    Clarisse berdiri diam. Matanya menyipit saat melihat bayangan dua tubuh yang saling melekat di dalam ruangan. “Zera…” gumamnya pelan, hampir berdesis seperti racun. Jemarinya mencengkeram dinding, rahangnya mengeras saat suara-suara lembut dari dalam ruangan terdengar samar. Saat Johnny menarik Zera dalam pelukan dan membisikkan kata-kata yang hanya diucapkan pria yang sedang jatuh cinta, Clarisse mundur perlahan. Tidak ada air mata di matanya—hanya bara api yang menyala di dasar tatapannya. “Kau benar-benar bodoh, Johnny,” bisiknya getir. “Kau pikir gadis buta itu tulus padamu?” Ia melangkah menjauh, gaun sutranya berdesir mengikuti irama langkah penuh amarah. Sesampainya di kamarnya, Clarisse menjatuhkan dirinya di sofa dengan napas tersengal. Wajahnya yang cantik memerah karena marah dan cemburu. “Aku tidak akan diam saja melihat dia mengambilmu dariku...” Clarisse Menyusun Rencana. Keesokan harinya, Clarisse mengundang pelayan tua bernama Risa, salah satu loyalisnya.

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 23. Muslihat (4)

    Pagi menjelang siang. Zera berjalan pelan dari kamar Johnny, tangannya meraba dinding sebagai penuntun, tapi langkahnya lebih lambat dari biasanya. Setiap gerakan terasa perih—bekas dari kejadian pagi-pagi buta yang terlalu panas untuk disebut sekadar kebetulan. Raut wajahnya datar, namun dari cara ia sesekali mencengkeram perut bagian bawah, terlihat jelas ada ketidaknyamanan. Ia mencoba menyembunyikannya… namun tidak cukup berhasil. Beberapa pelayan wanita yang kebetulan lewat, berhenti sejenak, lalu menatap satu sama lain. “Lihat cara jalannya…,” bisik salah satu pelayan sambil menahan senyum kecil. “Pagi-pagi keluar dari kamar Tuan Johnny… dan sekarang begitu?” “Jangan keras-keras. Tapi… sepertinya mereka benar-benar tidur bersama tadi malam.” “Tapi bukankah biasanya Tuan John tidur di ruang kerjanya?” Zera mengabaikan suara-suara itu. Tapi hatinya berdebar. Ia sadar apa yang mereka pikirkan. Ia tahu kabar bisa menyebar lebih cepat dari angin. Tiba-tiba langkahnya t

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 22. Muslihat (3)

    Sinar pagi menembus celah tirai, menyinari kamar dengan hangatnya. Udara terasa segar dan lembab setelah malam panjang yang menyimpan banyak rahasia. Zera keluar dari kamar mandi dengan tubuh hanya dibalut handuk putih, rambutnya basah menetes perlahan hingga ke bahu. Ia mengusap rambut dengan handuk kecil, mengira Johnny sudah pergi sejak pagi seperti biasanya. “Dia pasti sibuk… Tak mungkin masih di sini,” gumamnya pelan. Zera berjalan perlahan menuju sisi ranjang, ingin mengambil baju dari tas kecilnya. Ia meraba ujung tempat tidur, tidak menyadari bahwa Johnny masih berbaring di sana, membelakanginya dalam diam. Johnny membuka matanya perlahan. Ia terjaga sejak Zera mandi. Tapi entah mengapa, ia terlalu malas untuk bangun… atau mungkin terlalu tertarik menunggu. Suara langkah kaki Zera. Aroma sabun yang masih melekat di kulitnya. Uap hangat dari tubuh yang baru selesai mandi. Semua membuat darahnya mendidih. Zera yang tengah berdiri dan membenahi rambut, tiba-tiba tersan

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 21. Muslihat (2)

    Zera bersandar lemah di bahu Shio. Tubuhnya tampak ringkih, dengan lengan kiri dibalut perban seadanya. Di pelukannya, selimut kecil membungkus tubuh mungilnya yang menggigil seolah habis diterpa badai.Shio berjalan pelan, berhati-hati agar tak menyakiti Zera yang tampak kesakitan."Aku... minta maaf, Shio..." gumam Zera dengan suara parau. "Karena aku... sudah merepotkanmu seperti ini."Shio menoleh, suaranya tenang tapi khawatir. "Berhenti bilang begitu. Kau baru saja diserang. Sudah sewajarnya aku melindungimu.""Tapi Johnny... dia pasti marah kalau tahu kau membantuku sejauh ini...""Aku tak peduli kalau dia marah. Aku bertanggung jawab menjaga keselamatanmu."Zera memeluk lengannya sendiri, berpura-pura menggigil lebih kuat."Aku takut... orang itu... dia bilang Johnny bukan orang baik. Tapi aku... aku tak ingin mempercayainya. Aku hanya ingin semuanya seperti biasa."Shio berhenti sejenak, lalu menatap wajah pucat Zera."Zera..." suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. "Aku tah

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 20. Muslihat

    Zera duduk di bangku kayu, jubah tidurnya membungkus tubuh, sementara tangannya menggenggam kalung yang diam-diam ia sembunyikan. Ia tak sendiri.Dari balik semak tinggi, suara langkah kaki nyaris tak terdengar mendekat. Sosok lelaki muncul tanpa suara, mengenakan jas panjang hitam. Wajahnya samar, tapi nada suaranya dingin dan tenang."Zera."Tubuh gadis itu menegang. Tapi ia tak lari. Ia sudah tahu—seseorang pasti akan datang padanya lagi. Ia..tahu ia telah membuka pintu menuju dunia yang jauh lebih gelap dari yang ia bayangkan."Jangan teriak. Aku di sini bukan untuk mencelakakanmu," kata pria itu pelan. Ia meletakkan sebuah benda kecil ke tangan Zera. Bentuknya seperti kancing logam bundar, dingin dan ringan."Apa ini?" bisik Zera."Pemicu untuk membuka chip itu. Dengan ini, kau bisa mendengar rekamannya... semua rekaman yang Nia pertaruhkan nyawanya untuk disimpan."Zera meraba benda itu dengan hati-hati. Tak butuh banyak untuk merasa bahwa ini bukan benda biasa."Dan ini," lanj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status