Beranda / Romansa / Gadis Buta milik Mafia Kejam / Bab 4. Ketidakberdayaan

Share

Bab 4. Ketidakberdayaan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-05 14:09:19

"Z... E... R... A ...."

Zera meraba-raba butiran huruf braille di depannya, wajahnya bersinar bangga meski sedikit berkeringat.

Awan kelabu membungkus sinar matahari, menambah kesan muram yang menggantung di dalam rumah sebesar istana itu.

Namun di dalam ruang belajar yang hangat suara lembut ketukan jari di atas permukaan kayu menandai semangat seorang gadis buta yang sedang menaklukkan dunianya sendiri. 

"Itu sudah cukup bagus untuk hari ini Nona," ujar Madam Relia, guru braille yang sabar namun tegas. "Besok kita akan mulai belajar menulis dan mengenal tanda baca."

Zera mengangguk. "Terima kasih, Madam. Aku ingin belajar lebih cepat agar bisa membaca buku-buku sendiri suatu hari." Madam Relia tersenyum.

"Semangatmu luar biasa. Kau akan bisa."

Setelah wanita paruh baya itu pamit, Zera duduk terdiam di kursinya. Tangan kanannya menyentuh ujung meja, memastikan letak benda-benda di sekelilingnya, la sudah mulai menghafal ruangan ini, letak kursi, arah jendela, dan bahkan suara-suara dari taman di luar. Dunia Zera perlahan mulai memiliki bentuk meski bukan dari penglihatan.

Tak lama, langkah kaki terdengar mendekat. Langkah berat dan mantap, khas suara sepatu kulit mahal yang sering terdengar di lorong-lorong rumah— milik Johnny.

Zera buru-buru berdiri, tubuhnya sedikit gemetar. la tahu itu langkah Pria yang kehadirannya bagai badai dalam hidupnya dan sekaligus menjadi alasan mengapa ia bisa lepas dan neraka yang disebut keluarga Beniamin.

"Kau sendirian?" tanya Johnny, suaranya dalam dan datar seperti biasa.

"Iya Madarn Relia baru saja pulang"

 

Johnny melangkah masuk ke ruang belajar, duduk sembarangan di kursi seberang Zera la mengamati wajah gadis itu, kulit pucatnya, tangan kecil yang terkepal gelisah di atas pangkuan.

"Aku dengar kau sudah bisa membaca namamu?"

 

Zera mengangguk pelan. "Masih terbata-bata. Tapi, aku mencoba setiap malam."

Johnny tidak menjawab, hanya memperhatikannya dengan tajam. Ada ketegangan yang menggantung di udara.

"Aku ingin tanya sesuatu," kata Zera tiba-tiba suaranya lirih tapi mantap. "Kenapa... Anda membiarkanku tetap tinggal?"

Johnny sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. la menegakkan tubuhnya, lalu bersandar santai sambil menatap langit-langit. "Karena kau memaksa. Dan... karena kau mungkin bisa berguna."

Zera tersenyum pahit. "Jadi aku bukan lebih dari alat, ya?"

"Apakah itu mengejutkanmu?" balas Johnny, sedikit sinis.

"Tidak," jawab Zera cepat. "Aku sudah terbiasa dianggap beban. Tapi aku ingin berubah. Aku ingin punya nilai. Bukan karena darah yang mengalir dalam tubuhku, tapi karena diriku sendiri."

Untuk pertama kalinya, Johnny kehilangan kata-kata. Gadis yang tubuhnya penuh luka, yang pernah nyaris dibuang seperti sampah oleh ayah kandungnya sendiri, kini duduk tegak dengan keberanian yang diam-diam menggugah sesuatu dalam dirinya.

"Aku tidak butuh simpati Anda," lanjut Zera. "Tapi jika Anda mengizinkan, aku ingin menjadi seseorang yang bisa berdiri sendiri."

Johnny menatapnya lekat-lekat. Wajah polos itu mungkin tidak cantik dalam standar sosialnya, Tapi keteguhan hati di balik mata yang tak bisa melihat membuat Johnny merasa asing dengan dirinya sendiri.

"Aku akan menguji ucapanmu," ucapnya singkat, lalu berdiri. "Siapkan dirimu. Malam ini kau akan ikut jamuan makan dengan tamu penting."

Zera terkejut, "T-tapi aku.... "

"Jangan banyak alasan. Ini bagian dari pelatihanmu."

Dan seperti biasanya Johnny pergi begitu saja. Tapi kali ini langkah kakinya terasa tidak sekeras biasanya.

Sore itu, Nia membimbing Zera memilih gaun dari lemari besar yang baru kemarin diisi. Ada berbagai pilihan kain: satin sifon, renda– semuanya terasa asing namun indah di sentuhan jari Zera. 

"Yang ini, Nona," kata Nia, meletakkan gaun berwarna lavender muda ke atas ranjang. "Gaun ini lembut dan ringan. Tidak terlalu mencolok, tapi tetap anggun."

Zera menyentuh kainnya, lalu mengangguk. "Boleh. Kak Nia.... kau pikir aku akan mempermalukan diriku nanti?" 

Nia tersenyum lembut sambil menyisir rambut Zera. "Tidak. Kau sudah berkembang jauh. Dan jika pun ada yang meremehkanmu, biarkan mereka melihat nanti."

Malam tiba. Ruang makan utama dipenuhi cahaya temaram dari puluhan lilin dan lampu gantung kristal. Tamu-tamu berpakaian rapi duduk di kursi panjang, tertawa dan bercakap ringan sambil menunggu tuan rumah.

Johnny memasuki ruangan dengan setelan jas gelap. Di belakangnya, langkah pelan dan hati-hati terdengar–Zera berjalan dengan pelan dipandu oleh Nia mengenakan gaun lavender yang menyatu dengan kulit putihnya. Rambutnya ditata sederhana, dan meski ia tak bisa melihat dirinya di cermin, wajahnya terlihat lebih tenang dari sebelumnya.

Semua mata memandang. Beberapa berbisik-bisik. Ada yang terkejut, ada yang sinis.

"Siapa gadis itu?"

"Buta, ya? Istri Johnny?"

"Rumor itu ternyata benar. Oliver menyerahkan anak haramnya!"

Johnny mendengar semuanya. Tapi ia tidak bereaksi. la menarik kursi untuk Zera– hal kecil yang membuat semua orang terdiam sesaat.

Zera duduk dengan tenang, meski tubuhnya sedikit gemetar. la menunduk, mencoba mengingat semua etika makan yang telah ia pelajari. Posisi garpu, sudut sendok, cara menyeka bibir.

Salah satu tamu pria paruh baya bernama Tuan Calven, akhirnya bersuara, "Tuan Johnny, ini pertama kalinya saya melihat Anda begitu... lembut terhadap wanita."

Tawa menggema di antara para tamu, Zera tersenyum kecil dan angkat bicara, "Mungkin karena saya tidak bisa melihat wajah beliau, saya bisa bicara jujur... beliau tidak seburuk yang dikabarkan."

Ruangan langsung sunyi, Johnny menoleh padanya, begitu juga para tamu.

Satu detik.

Dua detik.

Lalu tawa pecah lebih keras dari sebelumnya. Tapi kali ini, bukan ejekan melainkan kekaguman.

Johnny, yang nyaris tersedak anggur di mulutnya, menoleh. dengan ekspresi campur aduk. "Mulutmu mulai tajam rupanya."

"Aku belajar dari yang terbaik," jawab Zera dengan nada tenang.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya sejak ia dipaksa tinggal, Johnny merasa tidak menyesal karena tidak mengusir gadis itu sejak hari pertama.

***

Zera duduk diam di sudut kamar, tangannya mengepal erat di atas pangkuan. Meski matanya tak mampu melihat hatinya tahu bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi.

Aroma kayu tua dan debu memenuhi udara, menyatu dengan suara napas berat dua pria yang duduk di ruangan yang sama.

Johnny dan Oliver. Mereka sedang berdiskusi tentang dirinya seolah ia bukan manusia, melainkan sekadar alat tukar.

"Anak itu buta Apa kau yakin ingin melibatkan dia dalam urusan ini?" Suara Oliver terdengar skeptis.

Johnny tersenyum tipis suaranya dingin namun tenang, "Kebutaan bukan masalah. Justru karena dia buta, dia tidak bisa melihat kebusukan dunia ini. Mungkin itu akan menyelamatkannya."

Oliver tertawa pendek, lalu menatap ke arah Zera, "Dia pendiam. Tapi aku bisa mencium ketakutan dari tubuhnya."

 

"Tak perlu dia bicara. Aku hanya perlu kesetiaan. "

Zera menggigit bibir bawahnya, la ingin berteriak, menolak, bertanya mengapa hidupnya seolah digadaikan tanpa persetujuannya. Dan kini, dua pria sedang menentukan masa depannya.

"Sudah diputuskan," katanya tanpa menatap putrinya. "Zera akan menikah dengan Johnny. Mulai hari ini, dia menjadi bagian dari keluarga Lawrence."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 25. Kebeneran atau Kebetulan?

    “Zera.”Zera berdiri, tubuhnya sedikit gemetar. Ia tidak bisa membaca ekspresi Johnny, tapi bisa merasakan kemarahan yang menekan di antara jeda napasnya.“Ya?”“Jelaskan padaku... kenapa aku harus mempercayaimu sekarang?” suara Johnny terdengar nyaris berbisik, namun sangat menekan. “Setelah apa yang kulihat di kamar lamamu dengan Shio. Lalu sekarang kau datang ke ruanganku... menyusun sesuatu. Apa yang sebenarnya kau rencanakan?”Zera mengepalkan jemarinya. “Aku tidak merencanakan apa pun. Aku hanya membawakanmu makan siang.”“Makan siang?” Johnny terkekeh sinis. “Kau tahu letak mejaku. Kau tahu di mana pot kecil itu diletakkan. Bahkan kau tahu posisi sendokmu jatuh—dengan akurat.”Ia menatap tajam. “Kau buta, Zera. Tapi hari ini kau seperti punya mata lebih tajam dari siapapun di rumah ini.”Zera diam sejenak. Lalu berkata pelan, “Aku hafal ruangan ini. Setiap sudutnya. Karena aku sering ke sini. Karena aku mengingatnya... dari aroma, dari suara.”“Dari suara?” Johnny mendekat, nap

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 24. Jebakan

    Clarisse berdiri diam. Matanya menyipit saat melihat bayangan dua tubuh yang saling melekat di dalam ruangan. “Zera…” gumamnya pelan, hampir berdesis seperti racun. Jemarinya mencengkeram dinding, rahangnya mengeras saat suara-suara lembut dari dalam ruangan terdengar samar. Saat Johnny menarik Zera dalam pelukan dan membisikkan kata-kata yang hanya diucapkan pria yang sedang jatuh cinta, Clarisse mundur perlahan. Tidak ada air mata di matanya—hanya bara api yang menyala di dasar tatapannya. “Kau benar-benar bodoh, Johnny,” bisiknya getir. “Kau pikir gadis buta itu tulus padamu?” Ia melangkah menjauh, gaun sutranya berdesir mengikuti irama langkah penuh amarah. Sesampainya di kamarnya, Clarisse menjatuhkan dirinya di sofa dengan napas tersengal. Wajahnya yang cantik memerah karena marah dan cemburu. “Aku tidak akan diam saja melihat dia mengambilmu dariku...” Clarisse Menyusun Rencana. Keesokan harinya, Clarisse mengundang pelayan tua bernama Risa, salah satu loyalisnya.

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 23. Muslihat (4)

    Pagi menjelang siang. Zera berjalan pelan dari kamar Johnny, tangannya meraba dinding sebagai penuntun, tapi langkahnya lebih lambat dari biasanya. Setiap gerakan terasa perih—bekas dari kejadian pagi-pagi buta yang terlalu panas untuk disebut sekadar kebetulan. Raut wajahnya datar, namun dari cara ia sesekali mencengkeram perut bagian bawah, terlihat jelas ada ketidaknyamanan. Ia mencoba menyembunyikannya… namun tidak cukup berhasil. Beberapa pelayan wanita yang kebetulan lewat, berhenti sejenak, lalu menatap satu sama lain. “Lihat cara jalannya…,” bisik salah satu pelayan sambil menahan senyum kecil. “Pagi-pagi keluar dari kamar Tuan Johnny… dan sekarang begitu?” “Jangan keras-keras. Tapi… sepertinya mereka benar-benar tidur bersama tadi malam.” “Tapi bukankah biasanya Tuan John tidur di ruang kerjanya?” Zera mengabaikan suara-suara itu. Tapi hatinya berdebar. Ia sadar apa yang mereka pikirkan. Ia tahu kabar bisa menyebar lebih cepat dari angin. Tiba-tiba langkahnya t

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 22. Muslihat (3)

    Sinar pagi menembus celah tirai, menyinari kamar dengan hangatnya. Udara terasa segar dan lembab setelah malam panjang yang menyimpan banyak rahasia. Zera keluar dari kamar mandi dengan tubuh hanya dibalut handuk putih, rambutnya basah menetes perlahan hingga ke bahu. Ia mengusap rambut dengan handuk kecil, mengira Johnny sudah pergi sejak pagi seperti biasanya. “Dia pasti sibuk… Tak mungkin masih di sini,” gumamnya pelan. Zera berjalan perlahan menuju sisi ranjang, ingin mengambil baju dari tas kecilnya. Ia meraba ujung tempat tidur, tidak menyadari bahwa Johnny masih berbaring di sana, membelakanginya dalam diam. Johnny membuka matanya perlahan. Ia terjaga sejak Zera mandi. Tapi entah mengapa, ia terlalu malas untuk bangun… atau mungkin terlalu tertarik menunggu. Suara langkah kaki Zera. Aroma sabun yang masih melekat di kulitnya. Uap hangat dari tubuh yang baru selesai mandi. Semua membuat darahnya mendidih. Zera yang tengah berdiri dan membenahi rambut, tiba-tiba tersan

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 21. Muslihat (2)

    Zera bersandar lemah di bahu Shio. Tubuhnya tampak ringkih, dengan lengan kiri dibalut perban seadanya. Di pelukannya, selimut kecil membungkus tubuh mungilnya yang menggigil seolah habis diterpa badai.Shio berjalan pelan, berhati-hati agar tak menyakiti Zera yang tampak kesakitan."Aku... minta maaf, Shio..." gumam Zera dengan suara parau. "Karena aku... sudah merepotkanmu seperti ini."Shio menoleh, suaranya tenang tapi khawatir. "Berhenti bilang begitu. Kau baru saja diserang. Sudah sewajarnya aku melindungimu.""Tapi Johnny... dia pasti marah kalau tahu kau membantuku sejauh ini...""Aku tak peduli kalau dia marah. Aku bertanggung jawab menjaga keselamatanmu."Zera memeluk lengannya sendiri, berpura-pura menggigil lebih kuat."Aku takut... orang itu... dia bilang Johnny bukan orang baik. Tapi aku... aku tak ingin mempercayainya. Aku hanya ingin semuanya seperti biasa."Shio berhenti sejenak, lalu menatap wajah pucat Zera."Zera..." suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. "Aku tah

  • Gadis Buta milik Mafia Kejam   Bab 20. Muslihat

    Zera duduk di bangku kayu, jubah tidurnya membungkus tubuh, sementara tangannya menggenggam kalung yang diam-diam ia sembunyikan. Ia tak sendiri.Dari balik semak tinggi, suara langkah kaki nyaris tak terdengar mendekat. Sosok lelaki muncul tanpa suara, mengenakan jas panjang hitam. Wajahnya samar, tapi nada suaranya dingin dan tenang."Zera."Tubuh gadis itu menegang. Tapi ia tak lari. Ia sudah tahu—seseorang pasti akan datang padanya lagi. Ia..tahu ia telah membuka pintu menuju dunia yang jauh lebih gelap dari yang ia bayangkan."Jangan teriak. Aku di sini bukan untuk mencelakakanmu," kata pria itu pelan. Ia meletakkan sebuah benda kecil ke tangan Zera. Bentuknya seperti kancing logam bundar, dingin dan ringan."Apa ini?" bisik Zera."Pemicu untuk membuka chip itu. Dengan ini, kau bisa mendengar rekamannya... semua rekaman yang Nia pertaruhkan nyawanya untuk disimpan."Zera meraba benda itu dengan hati-hati. Tak butuh banyak untuk merasa bahwa ini bukan benda biasa."Dan ini," lanj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status