Mag-log inZera—gadis buta dan anak haram keluarga Oliver—dipaksa menikah dengan Johnny Lawrence, pewaris dingin dari keluarga pengusaha terkemuka, demi perjanjian bisnis yang tak bisa ia tolak. Bagi Johnny, Zera hanyalah pion tak berharga dalam permainan kekuasaan. Bagi keluarga Lawrence, ia noda memalukan yang tak layak menginjak lantai marmer rumah mereka. Dan bagi Zera sendiri… ini adalah awal dari neraka yang membungkam harga diri dan masa lalunya. Saat perjanjian berubah menjadi peperangan batin, akankah Johnny tetap bertahan dalam kebenciannya—atau justru hancur dalam cinta yang tak ia minta?
view more“Aku datang ke sini untuk menagih janji Tuan Oliver ....”
Seorang pria berpostur tegap dengan dada bidang dan otot lengan yang kekar terlihat begitu tenang, berbicara dengan nada datar, tetapi tatapan tajamnya seolah dapat menusuk ke dalam jantung lawan bicaranya. Sedang sosok lawan bicara tidak kalah tenangnya. Bahkan ia sempat menyunggingkan senyum tipis meski hanya sekilas saja. Lain halnya dengan orang-orang yang berdiri di samping keduanya, mereka semua terlihat begitu tegang. “Janji yang mana? Bisakah kau bantu aku untuk mengingatnya, Johnny?” Oliver menjawab dengan nada seolah tengah menantang kesabaran Johnny. “Kau berjanji akan menikahkan putrimu denganku jika aku berkenan membantu perusahaanmu untuk maju ke kancah Eropa tempo hari. Bukankah semuanya berjalan lancar? Sekarang, mana janjimu ....” “Menikah dengan putriku? Aku kira kenapa kau menyetujui permintaanku, rupanya kau tertarik dengan kesepakatan itu? Wah, aku kira kau tidak tertarik dengan wanita,” ejeknya, Johnny memandang dengan tatapan geram. “Tua bangka sialan ini!” “Tenanglah John, emosimu masih sering meledak rupanya. Aku bukan orang yang senang mengingkari janji ... Pelayan! Panggil putri sulungku ke mari ....” Seorang wanita yang mengenakan pakaian pelayan nampak mengangguk, kemudian berlalu dari ruang tamu megah kediaman keluarga Beniamin. “Aku rasa ada yang tidak beres, ini diluar prediksi kita ... Apa kau yakin si tua bangka itu sungguhan akan menikahkanmu dengan putrinya?” Seseorang berbisik di kuping kiri Johnny. “Kita lihat saja nanti, aku penasaran apa yang tua bangka ini sedang rencanakan.” Sedangkan di sisi lain seorang gadis berparas ayu terlihat tengah memeluk kedua lututnya, seluruh tubuhnya dipenuhi oleh memar dan lebam yang sudah membiru bahkan keunguan. “Lapar ... Tolong kasih aku sedikit makanan ... Aku janji nggak bakal membantah perintah lagi ....” Bibir pucatnya terlihat bergumam pelan, tubuhnya yang gemetaran itu sudah nyaris tumbang sebelum akhirnya seorang pelayan menahannya. “Ma– Mama?! Jangan sakitin Zera lagi, Zera akan jadi anak baik ....” “Nona tenanglah, ini saya pelayan pribadi anda.” Gadis pemilik surai hitam panjang sepinggul itu terlihat begitu sumringah. Biasanya pelayan tersebutlah yang sering diam-diam memberikannya sesuap nasi. “Kakak bawa makanan lagi buat aku? Aku lapar banget, Kak ....” “Maaf Nona, saya tidak bisa memberikan anda makanan. Tadi pagi saya ketahuan dan nyaris dipecat.” “A– Apa? Maaf ya, Kak ... Harusnya aku nggak ngerepotin terus,” sesal Zera, rautnya berubah sendu. “Sudahlah, tidak apa Nona ... Mari ikut saya sebentar, Tuan ingin bertemu dengan Anda!” Tuan? Berarti yang dimaksud oleh sang pelayan tadi adalah ayahnya. Pria yang tidak pantas mendapatkan julukan itu dari Zera karena selama ini tidak pernah memperdulikan darah dagingnya tersebut. Entah mengapa hati dan perasaan Zera menjadi gundah seketika, fikirannya kacau seolah memberikan firasat sesuatu yang buruk akan terjadi. Sebelum sempat menjawab, pelayan tersebut sudah menuntunnya perlahan menuju ruang tamu kediaman Beniamin. “Siapa gadis yang dibawa pelayan itu? Apa dia adalah Putri Tuan Oliver yang dirumorkan sengaja disembunyikan selama ini? Mengapa penampilannya begitu mengerikan? Bahkan pelayan terlihat lebih baik darinya ....” Shio terlihat mulai heboh dengan berbagai praduganya sendiri. Johnny terdiam, mengamati sesosok gadis yang baru saja tiba di hadapannya. Matanya menyapu bersih setiap jengkal lekuk tubuh gadis tersebut. Rambut panjang tak terurus menjadi fokus utama Johnny, seperti tidak disisir selama beberapa minggu. Kulit putih bercorak lebam dan memar. Selain tubuh kurus kering dan wajah pucatnya, satu hal lagi yang membuat Johnny keheranan, mengapa gadis itu lebih mirip seperti budak dari pada puteri seorang pengusaha kaya raya? “Mungkin kau banyak mendengar rumor tentang anak pembawa sial ini, John ... Dia adalah anak haramku, sebenarnya aku tidak mengharapkan dia lahir,” seloroh Oliver tanpa menyaring setiap kata yang terlontar dari bibirnya. “Jangan bilang kau ingin aku menikahi gadis ini? Kau mempermainkan aku, Tuan Oliver?” “Aku tidak memaksa, kau sendiri yang menagih janjiku tadi ....” “Tapi, bukankah anda memiliki seorang putri lagi dari pernikahan sah anda?” “Kau berharap aku menyerahkan putri tersayangku padamu? Ha-ha-ha ....” Tawa Oliver menggelegar di segala penjuru ruang tamu, menusuk kuping tanpa permisi, menyebabkan bising yang teramat mengganggu indra pendengaran. “Aku tidak sudi menikahi anak harammu itu!” “Tenanglah John, jangan terbawa emosi. Fikirkan baik-baik, bagaimana pun di dalam darah gadis itu mengalir darah keturunan Beniamin. Kau bisa memanfaatkan gadis itu suatu saat nanti ...,” bisik Shio. Manik mata John kembali mengamati penampilan gadis di depannya. Mau dilihat berapa kali pun, Johnny tetap merasa gadis itu sangat menyebalkan dan terlihat begitu menjijikkan. “Kau menyuruhku untuk menikahinya? Apa kau tidak waras?” “Hanya sekedar status kalian saja yang menikah, setelahnya kau bisa menaruh gadis itu di tempat para pelayan, atau kau bisa membuangnya sejauh mungkin dari hidupmu. Yang terpenting statusmu berubah menjadi menantu keluarga Beniamin, itu akan menguntungkan kita!” “Maaf memotong pembicaraan kalian tuan-tuan, tetapi aku masih ada urusan penting dan harus pergi sekarang juga. Silahkan berdiskusi, jika kau mau menikahinya bawa saja, jika tidak jangan menagih janjiku lagi di masa depan ....” Oliver beranjak dari duduknya diikuti para pelayannya, sedangkan di ruang tamu hanya tersisa Johnny, Shio, serta seorang gadis yang terlihat tengah kebingungan saat ini. Gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri, meraba-raba udara di sekitarnya, lalu terlihat ketakutan, hingga nyaris menangis. Shio mendekati Zera, mengamati gadis itu dari dekat seraya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah gadis tersebut. “Kau tidak bisa melihatku?” Shio memastikan sesuatu. Zera tersentak kaget hingga mundur beberapa langkah ke belakang. Ia yang telah lama kehilangan indra penglihatannya benar-benar merasa ketakutan kala mendengar suara Shio yang besar. “Sepertinya dia memang tidak bisa melihat, ya? Apa dia juga bisu?” tambah Shio. “Sialan si tua bangka itu, dia sengaja menghina aku dengan memberikan janji seperti itu!” “Lantas, apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau mau membawa gadis ini atau tidak?” “Dia tidak berguna, malah akan menjadi beban saja! Ayo kembali dan fikirkan cara untuk membalas penghinaan hari ini.” Shio hanya dapat menghela nafas berat mendengar keputusan Johnny. Bagaimana pun menurutnya tidak ada pilihan lain yang lebih tepat selain ini. “Tu– Tunggu ....!” Zera bersuara, menghentikan langkah kaki Johnny dan Shio yang sudah mulai menjauh. Zera mengikuti intuisi dan indera pendengarannya, kedua tangannya terus meraba-raba angin berusaha mencari sesuatu untuk digapai dalam kegelapan. Hingga ia mendapatkan tangan seseorang untuk digenggam, ia meraba sosok yang berhasil di gapainya barusan. Otot-otot dan vena di lengan sosok tersebut dapat Zera rasakan dengan jelas. “Lepaskan! Apa yang kau lakukan?!” Sosok itu menepis kasar tangan Zera, membuat gadis tersebut meringis kesakitan. “Jangan menyakiti gadis lemah, John ....” “Dia menyentuhku tanpa permisi, menjengkelkan!” “Stt! Sudahlah, John ... Hei, apa yang kau inginkan?” tanya Shio pada Zera setelah berhasil membekap mulut Johnny yang begitu kejam. “A–Aku ingin ikut dengan kalian ... Bisakah bawa aku?”Hujan turun perlahan di halaman kediaman Lawrence malam itu, menimbulkan suara lembut di atas kaca jendela besar ruang tamu. Di antara redup cahaya lampu gantung kristal, Evelyn Lawrence duduk tegak di kursi panjang berlapis beludru merah tua. Tangannya yang mengenakan sarung satin memegang ponsel dengan tatapan dingin.Suaranya tenang, tapi menyimpan nada mengancam.“Aku sudah memperingatkan sejak awal, proyek itu tak boleh bocor lagi. Kau tahu apa yang akan terjadi kalau dunia luar mendengarnya.”Suara berat dari seberang sambungan terdengar pelan—tak jelas siapa. Tapi nada bicaranya menunjukkan posisi tinggi, seseorang yang dulu mungkin menjadi bagian dari proyek rahasia itu.“Tenanglah, Nyonya Lawrence,” suara itu bergetar samar, “data mengenai Neuro X-9 sudah diamankan. Tak seorang pun yang hidup bisa mengaitkannya dengan keluarga Lawrence.”Evelyn menegakkan punggung, menatap kaca di depannya yang memantulkan bayangan wajahnya sendiri—dingin, nyaris tanpa emosi.“Neuro X-9…,” gu
Beberapa hari yang lalu .... Malam merayap pelan di kediaman Lawrence. Langit menggantung berat, seolah menelan cahaya bulan. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan aroma tanah basah yang menyesakkan dada.Shio melangkah tanpa suara di sepanjang koridor menuju halaman belakang. Ia bermaksud memastikan area keamanan setelah sistem pendeteksi gerak sempat menunjukkan aktivitas mencurigakan di sisi timur taman. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara samar dari balik dinding batu tua.Suara wanita. Lembut tapi tegang. Clarisse.Ia mencondongkan tubuh, bersembunyi di balik semak, matanya menajam di antara sela cahaya lampu taman yang temaram.“…kau yakin ini akan berhasil?” tanya Clarisse pelan. “Johnny bukan orang bodoh. Sekali saja dia mencium ada yang janggal, semuanya bisa berantakan.”Suara pria menjawab dengan nada datar. “Tenang saja. Flashdisk itu sudah diletakkan di ruang kerjanya. Semua bukti akan mengarah pada Zera. Bahkan jika Johnny mencoba menyelidiki, dia tetap ak
Langkah kaki Johnny terdengar berat ketika pintu kamarnya berderit terbuka. Malam telah larut, udara dingin menempel di dinding-dinding batu rumah besar itu. Dari arah ranjang, Zera yang sejak tadi duduk dalam diam langsung menegakkan tubuhnya. Telinga tajamnya menangkap irama langkah itu—pelan, namun setiap hentakan membawa aura kemarahan yang menyesakkan.Ada bau yang menusuk hidungnya. Bukan aroma parfum mahal yang biasanya melekat pada tubuh Johnny, melainkan aroma besi yang tajam, anyir, pekat—darah. Tubuh mungil Zera menegang. Kedua tangannya yang menggenggam kain selimut bergetar.“Johnny…,” suaranya lirih, ragu, seolah takut kata-katanya justru mengundang badai. “Kau… kau pulang?”Johnny tidak langsung menjawab. Ia hanya melepaskan jas hitam yang tadi menempel di tubuhnya, melemparkannya begitu saja ke kursi. Gerakannya kasar, seolah setiap lipatan kain mengingatkannya pada amarah yang belum tuntas.“Apa yang kau dengar, hm?” Johnny akhirnya bersuara. Nada rendahnya menekan, m
Clarisse tertawa kecil, tajam, lalu mendekat lebih dekat hingga jarak mereka hanya sejengkal. Ia menunduk, berbisik di telinga Zera.“Kau pikir Johnny butuh bukti untuk meninggalkanmu? Tidak, sayang. Aku hanya perlu sedikit waktu… sedikit dorongan… dan dia akan sadar betapa menjijikkannya kehadiranmu di sisinya.”Zera menggeleng cepat, wajahnya pucat. “Tidak… dia bukan orang seperti itu—”“Oh, kau terlalu naif,” potong Clarisse. Jarinya menyentuh dagu Zera, mengangkat wajah gadis buta itu dengan paksa. “Kau hanya seorang gadis buta yang terseret ke dalam dunia yang tidak pernah menginginkanmu. Johnny adalah milikku sejak lama, dan kau… hanya noda sementara.”Zera mencoba menjauh, tapi Clarisse menahan. Tekanan pada dagunya semakin keras, hampir menyakitkan.“Aku akan menyingkirkanmu, Zera. Kalau kau pintar, kau akan pergi sendiri sebelum Johnny melakukannya. Karena percayalah… saat dia yang melemparmu keluar, kau tidak akan punya tempat kembali.”Air mata jatuh dari mata Zera, bukan k












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.